news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Cara Anak Muda Jalani Gaya Hidup Ramah Lingkungan

18 Oktober 2019 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi sampah botol plastik Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi sampah botol plastik Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, isu lingkungan menjadi perhatian khusus menyusul masalah pencemaran, krisis iklim, sampai pemanasan global yang makin serius. Salah satu efek dari semakin diperhatikannya isu lingkungan ini, yaitu makin banyaknya orang yang beralih ke gaya hidup ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Salah satunya, Patricia Gani (19). Sudah sejak awal 2019, ia beralih ke gaya hidup ramah lingkungan.
Alasannya, karena menemukan banyak sekali sampah yang berserakan di tepi pantai ketika berlibur ke Labuan Bajo pada awal tahun ini.
“Padahal, gue mikirnya bisa nyantai di pinggir pantai, udah excited banget! Tapi banyak sampah kayak botol plastik, tisu, sampai puntung rokok. Jujur aja gue kaget,” tutur Patricia kepada kumparan, baru-baru ini.
Ilustrasi sampah plastik di tepi pantai. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sepulangnya dari liburan, mahasiswi semester 3 Komunikasi Strategis di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini mulai mencoba untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Mulai dari ganti odol dan sikat giginya dengan odol butiran yang dibeli di bulkstore (toko zero waste) dan sikat gigi dari bambu. Dia juga mengganti pembalutnya dari yang sekali pakai, jadi yang bisa dicuci dan dipakai berkali-kali.
ADVERTISEMENT
Ada juga Vania Evan, mahasiswi semester 7 Jurnalistik di UMN. Ia mengubah gaya hidupnya sejak melihat pemberitaan tentang hidung penyu yang terluka parah, akibat sedotan plastik yang dibuang ke laut.
“Dari cerita penyu itu, awareness gue mulai naik dan mulai cari-cari di YouTube tentang less waste lifestyle ini. Karena awareness-nya udah ada, akhirnya gue coba buat lakuin juga,” cerita Vania.
Seekor penyu sisik yang mati terjerat jaring nelayan di Banyuwangi. Foto: Dok. Istimewa
Perlahan-lahan, Vania selalu membawa sedotan stainless steel, tumbler, alat makan, sampai mengganti shampoo dan sabun mandi yang lebih ramah lingkungan.
“Sekarang gue juga ngumpulin sampah kering domestik untuk dibuang ke tempat daur ulang. Kalau pesan makan, selalu ngasih tahu ke ojek online-nya buat enggak memberikan sendok dari plastik,” kata Vania.
ADVERTISEMENT
Gaya hidup ramah lingkungan yang enggak gampang
Meski udah menolak pemakaian plastik, ia pernah dipaksa untuk tetap menggunakan tas kresek saat membungkus makanan. Sampai-sampai, Vania ngotot-ngototan sama pemilik warung.
"Padahal, gue bilang ke pemilik warung biar enggak usah pakai kantung plastik. Eh, dia bilang entar gue malu bawa-bawa mi instan kayak gitu,” ceritanya sambil tertawa.
Selain susah untuk dibiasakan, hal lain yang menjadi tantangan dalam mengubah gaya hidup ramah lingkungan adalah usaha ekstra yang perlu diberikan. Vania perlu membawa tas yang cukup besar biar bisa menampung seluruh peralatan ramah lingkungannya sehari-hari.
“Butuh energi ekstra, loh, buat bawa barang tambahan kayak sedotan, alat makan, container, tumbler. Belum lagi kalau alat makan gitu, ‘kan, harus langsung dicuci, dan dikeringkan. Jadi lebih ribet dan enggak praktis sebenarnya," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Biar gimana pun, menurut gue emang plastik single use itu praktis banget dan enggak repot. Tapi, dampaknya bahaya ke lingkungan,” tambah Vania.
Selain itu, Patricia mengakui bahwa gaya hidup ramah lingkungan terasa lebih mahal di awal. Misalnya, ia membeli menstrual cup yang harganya bisa mencapai sekitar Rp 400 ribu, atau tumbler seharga Rp 200 ribu.
"Tapi bisa dipakai berkali-kali asal dicuci dan dibersihkan dengan benar. Daripada misalnya beli air minum kemasan yang sekali beli bisa Rp 5 ribu per botol. Jadi, kalau ditotal sama aja dengan yang sekali pakai. Bahkan bisa lebih murah," katanya.
Bukan buat ngikutin tren, tapi buat masa depan
Ilustrasi Ramah Lingkungan Foto: Pixabay
Terlepas dari tantangan yang mereka hadapi, Vania dan Patricia sepakat buat komitmen menjalani gaya hidup ramah lingkungan ini. Sebab, mereka melakukannya buat masa depan generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
"Biar mereka bisa nikmatin apa yang dinikmati kita sekarang. Lagian sebagai manusia, menurutku kita dikasih mandat sama Tuhan untuk merawat Bumi. Tapi, nyatanya manusia juga yang menghancurkan bumi demi keuntungannya sendiri. Kalau begitu ‘kan, kita menghancurkan mandat dari Tuhan," pungkasnya.
Sependapat dengan Patricia, bagi Vania gaya hidup ramah lingkungan perlu dijalani supaya enggak egois.
"It’s a way of life that puts a serious concern of things other than ourselves, sih. Enggak cuma mikirin gampangnya gimana buat kita, tapi buat Bumi juga,” tutupnya.
Reporter: Stefanny Tjayadi