Wow, Nyawer Asyik Para TKI di Liburan Chuseok!

M. Aji Surya
Diplomat dan mahasiswa Program Doktoral Pengkajian Amerika Universitas Gadjah Mada (UGM).
Konten dari Pengguna
6 Oktober 2017 11:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M. Aji Surya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dangdutan saat liburan Chuseok (Foto: Dok. Pribadi)
Dangdut bukan hanya menggelegar di tanah air. Kaum pekerja secara tidak sadar telah mengimpor budaya joget dangdut, termasuk nyawer ke bumi ginseng.
ADVERTISEMENT
Suara dari 6 speaker besar merk Xtec terdengar bak geledek di lantai dua sebuah ruang musik pojokan kota Ansan, Korea Selatan. Dentumannya membuat dada bergetar dan terdengar dari jarak cukup jauh. Lebih dari 100 anak muda dengan jean belel masa kini ngeriung, merokok penuh canda.
Dua jam menjelang tengah malam kemarin (5/10/17), empat penyanyi dengan rok warna menyala melantunkan lagu dangdut sambil dikerubuti puluhan anak-anak muda. Mereka berjoget dengan keriangan yang meletup. Tangannya diacungkan keatas sambil pantatnya megal-megol, atau bergoyang-goyang.
Sawer makin asyik! (Foto: Dok. Pribadi)
Saat lagu “Kopi Dangdut” dilantunkan, suasana makin heboh. Beberapa pemuda mulai merogoh kantong. Ada 5 ribuan Won (Rp 50 ribu) ada juga yang 10 ribu Won. Asyeeek, mereka berjoget sambil nyawer. Uang yang terhambur itu bagaikan air bah yang mengalir deras. Seolah sumbernya tidak pernah kering.
ADVERTISEMENT
Jangan menyangka penyanyi cantik-cantik itu didatangkan dari tanah air. Tidak. Mereka memiliki profesi yang sama dengan para penonton dan penyawer yang jumlahnya malam itu kisaran150 orang. Para pelantun lagu tersebut adalah kaum pekerja yang dikenal dengan istilah TKI.
Group dangdut bernama KDS (Korea Dangdut Style) yang menyemarakkan suasana hari itu terdiri dari 8 pemusik, 4 penyanyi wanita dan seorang manager. Sekali booking KDS untuk kisaran 4 jam, panitia harus merogoh kantong hingga Rp 18 juta. Tampilan mereka yang cukup profesional dan sedikit seronok menjadi magnet tersendiri bagi para TKI yang umumnya kaum lelaki, untuk datang dan nyawer.
“Selama liburan Cheusok (lebaran Korea) ini kebanjiran order. Sehari manggung dua kali. Kami tidak sempat istirahat. Bahkan para crew selalu tinggal di hotel,” ujar Yunus, sang manager KDS dengan wajah riang.
ADVERTISEMENT
Ya, Chuseok adalah seminggu lebaran bagi semua warga Korsel. Mereka berhenti bekerja lalu pulang kampung halaman guna bersilaturahmi dengan sanak saudara. Persis prosesi idul fitri. Sementara bagi sebagian TKI, inilah waktu yang pas untuk bersenang-senang. Bernyanyi, berjoget, nyawer dan melepas penat. Untuk sebagian yang lain asyik tamasya, makan-makan dan pengajian.
Ketua Paguyuban TKI asal Kendal, Sudaryo, misalnya, menggarisbawahi bahwa kegiatan goyang sawer malam itu bukan sekedar dangdutan biasa. Ada misi besar dibalik perhelatan akbar yang bisa menguras kas organisasi. Mereka yang datang selain harus membayar makan malam dan uang acara sebanyak 25 ribu Won (Rp 250 ribu), juga dimintai sedekah bagi pembangunan masyarakat kota yang digerakkan oleh organisasi GPK, Gerakan Peduli Kendal.
ADVERTISEMENT
“Terima kasih. Malam ini kita mampu mengumpulkan 966.100 won atau kisaran Rp 10 juta untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan di Kendal. Ini langsung saya serahterimakan,” ujar Sudaryo dari atas panggung.
Saweran dan dangdutan di Korea Selatan ini merupakan budaya yang dibawa kaum pekerja migran dari kampung masing-masing. Mereka merindukan hal-hal yang sering dan sudah biasa dilakukan. Setelah bekerja siang malam, 6 hari dalam seminggu, Chuseok yang hanya datang setahun sekali menjadi waktu yang manis bagi para TKI untuk kembali ke “budaya aslinya”.
Sawer terus! (Foto: Dok. Pribadi)
Tak pelak, sebuah orkes dangdut pun berdiri dan menjadi tontonan yang dikangeni. Yunus selalu manager KDS, misalnya, mengaku membeli semua peralatan dari hasil pentas mereka bertahun-tahun. Bahkan untuk lebih menempa kualitas, berlatih sebulan dua kali merupakan keharusan.
ADVERTISEMENT
Bagi Pipit, salah seorang pelantun lagu KDS, kegiatan Chuseok, tak lain dan tak bukan, merupakan upaya peruntungan tambahan selain bekerja di pabrik bordir kota Daegu. Wanita bersuara serak-serak basah ini mengaku mau bernyanyi dan disawer antara lain untuk menyalurkan bakat tarik suaranya yang terpendam sejak kecil.
Penyanyi lain, Selvia, mengaku sudah tampil di empat Chuseok bersama orkes dangdut. Pegawai pabrik antene mobil ini juga meraup uang cukup banyak dalam seminggu penampilan, yang kabarnya, berkisar Rp 25 juta. Uang yang cukup banyak untuk dikirim buat keluarga di kampung.
Gerak lagu, nyawer dan beramal sudah menjadi bagian penting bagi TKI di Korea Selatan. Dengan pendapatan kisaran Rp 25 juta, para pendulang devisa itu siap bergoyang, menyanyi dan nyawer hingga pagi tiba. Mereka seolah sedang berada di kampung halamannya saja. Asyeeeek. ()
ADVERTISEMENT