Wanita Sang Srikandi : Mendobrak Kehidupan Seiring Perkembangan Zaman

Amelia Nadya Sakanti
Mahasiswi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
1 November 2023 14:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Amelia Nadya Sakanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wanita yang disebut srikandi menjadi gambaran bagi kaum wanita yang memiliki keberanian dan tekad kuat untuk merealisasikan sebuah kobaran yang ada dalam diri mereka masing – masing. Semua wanita mungkin memiliki gejolak dalam diri, tetapi tidak semua wanita mampu menyalakan api yang berasal dari dalam dirinya tersebut karena takut dengan asap yang akan dihasilkan nantinya. Bungkam bukanlah kunci yang tepat untuk membuka berbagai kesempatan baru, melainkan sikap berani lah yang akan menjadi tonggak bagi kaum Wanita untuk bergerak sebagai pionir di berbagai kesempatan dalam ruang lingkup kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan berkembangnya zaman yang begitu pesat dengan ikut serta didampingi teknologi, banyak perubahan yang terjadi dan berdampak pada tatanan kehidupan. Salah satunya permasalahan gender, dahulu wanita hidup dalam sekat yang tercipta di masyarakat. Kemampuan wanita seakan diragukan dan disembunyikan. Benar adanya jika pintu keberhasilan tidak akan terbuka apabila kita bahkan tidak mengetuknya, sama seperti sebuah kesempatan yang bisa dipilih untuk dihadapi atau bahkan ditinggalkan begitu saja. Bagaimana pada akhirnya seorang wanita memandang sebuah sekat bukan sebagai keterbatasan tetapi, sebagai sebuah tantangan.
Keterbatasan tersebut bagaikan dinding yang dapat ditembus karena keterbatasan yang ada sebenarnya hanya dilahirkan dari pandangan dan stereotip masyarakat sendiri terhadap wanita. Untuk bisa turut berkontribusi dalam mewujudkan sebuah wacana melalui aksi, terciptanya hasil memang bukan menjadi fokus utama dalam bertindak. Akan tetapi, bukti nyata kemampuan wanita di berbagai bidang dengan seiring berkembangnya zaman dapat diketahui melalui paparan berikut :
ADVERTISEMENT

Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia

Ruhana Kuddus merupakan seorang wanita kelahiran 20 Desember 1884 yang mendapatkan gelar jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Dengan perkembangan karirnya melalui surat kabar, beliau berhasil meraih gelar tersebut sebagai sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Pada masa itu, bukanlah hal mudah untuk bisa menjadi wanita yang mampu menggunakan pikirannya untuk berpikir kritis karena tuntutan peran wanita pada masa itu hanya menitik beratkan Wanita pada pekerjaan rumah dan urusan dapur.
Ilustrasi Jurnalis Wanita. Sumber Canva : https://www.canva.com/design/DAFyyuFC4tg/vzrWi_CD6VWniuq5p3-Y1g/edit?utm_content=DAFyyuFC4tg&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
Kehidupan seorang jurnalis tidaklah semudah yang dibayangkan, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi dengan mengorbankan beberapa momen atau bahkan berhadapan langsung dengan kondisi berbahaya ketika sedang meliput sebuah berita. Dengan berpikir maju ke depan, Ruhana lebih berfokus untuk memberi daripada menerima. Ruhana menyediakan ruang belajar seperti membaca dan menulis sebagai wadah untuk para perempuan minang kala itu. Ia berharap perempuan bisa bangkit dari kegelapan bahkan mengusung perempuan agar bisa mendapat kesempatan yang sama dalam perekonomian. Ruhana sebagai pelopor wanita di media massa, bertekad agar wanita bisa menjadi manusia yang bermatabat. Memang pantas jika Ruhana dikatakan sebagai salah satu Pahlawan Nasional. Bagaimana jika saat itu Ruhana memilih untuk diam dan meratapi nasib dalam keterbatasan?
ADVERTISEMENT
Di masa kini, eksistensi wanita di media massa sudah jauh berkembang pesat dibandingkan dengan era Ruhana berada. Kita dapat menyaksikan peran wanita di media masa secara langsung dengan menontonnya melalui berita di televisi ataupun internet. Sehingga saat ini banyak wanita bisa merasakan kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam lingkup media massa, tanpa menghadapi ketakutan yang berlebih terhadap adanya batasan sebagai seorang wanita.

Wanita yang Merealisasikan Bank Mata di Indonesia

Untuk menempuh pendidikan tinggi salah satunya dalam bidang kesehatan, dibutuhkan ketekunan dan kesiapan baik secara fisik, mental, dan materi. Terutama bagi kaum Wanita yang sering dianggap tidak perlu untuk berpendidikan tinggi karena dianggap akan sia – sia dan dikhawatirkan menyaingi derajat pasangannya. Bukan tidak mungkin jika adanya tekad kuat untuk menjemput ilmu tersebut, maka akan menghasilkan sebuah inovasi baru. Hasri Ainun Habibie yang merupakan istri dari presiden ke-3 Republik Indonesia bukanlah sosok asing bagi khalayak umum. Dibalik kisah romansanya ternyata ada fakta penting terkait eksistensi Ibu Ainun di dunia Kesehatan. Beliau turut memperjuangkan hak bagi kaum tunanetra dengan mengusahakan keluarnya fatwa agar dihalalkannya mekanisme donor mata. Hal tersebut memberi dampak besar yang bermanfaat untuk penyandang tunanetra. Hal tersebut membuktikan bahwa kepedulian kecil akan berpengaruh besar jika dibersamai keberanian untuk mewujudkannya, meskipun yang bersuara adalah seorang wanita.
Ilustrasi dokter wanita. Sumber Canva : https://www.canva.com/design/DAFy4i5L6rM/zd5xWPjHSrJ4ysth-2bUxg/edit?utm_content=DAFy4i5L6rM&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
Ainun mendapatkan gelar S2 Kedokteran di Universitas Indonesia, sehingga bisa dikatakan bahwa Ainun merupakan salah satu pelopor wanita yang memiliki peran penting pada bidang Kesehatan.Apabila dibandingkan dengan sekarang, dahulu jumlah wanita yang menempuh pendidikan Sarjana sangatlah minim. Bahkan dirasa cukup apabila seorang wanita dapat lulus di tingkat SMA. Terdapat pandangan yang bisa jadi lahir dari keluarga sendiri menyangkut dengan keterbatasan hak wanita dalam menempuh pendidikan. Berbeda dengan saat ini, banyak wanita yang berhasil menempuh pendidikan tinggi hingga S3 bahkan sampai ke luar negeri. Patut diapresiasi bahwa perkembangan zaman dapat membawa pengaruh positif bagi pemikiran masyarakat perihal pentingnya pendidikan, meskipun hidup sebagai seorang wanita.
ADVERTISEMENT
Saat ini kita dapat menjumpai dokter – dokter wanita hebat di luar sana dengan mudahnya. Luar biasanya lagi adalah, saat ini banyak keluarga yang rela menghabiskan hartanya demi membiayai anak gadisnya untuk menempuh pendidikan kedokteran. Hal tersebut kerap dilakukan guna mengangkat derajat dan martabat keluarga. Merupakan sebuah kebanggaan jika memiliki seorang anak yang berprofesi sebagai seorang dokter, terlebih lagi jika anak tersebut adalah seorang perempuan maka akan dianggap sangat hebat.

Engineer Wanita di Kancah Internasional

ilustrasi engineer wanita. Sumber Canva : https://www.canva.com/design/DAFy5PnP9lQ/3aYPTvdIrjutuYFmLOaF5w/edit?utm_content=DAFy5PnP9lQ&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
Seperti yang kita ketahui, umumnya pendidikan teknik didominasi oleh para pria. Siapa sangka jika minoritas ternyata bisa menjadi seorang yang berhasil bahkan hingga ke ranah dunia internasional. Hal tersebut dibuktikan oleh seorang mahasiswa wanita lulusan Sarjana Teknik Mesin yaitu, Ars-Vita Alamsyah. Nama beliau bisa dikatakan masih cukup asing di kalangan masyarakat, tetapi seiring berjalannya waktu mungkin akan lebih banyak yang mengenali sosok Vita. Sebagai engineer di SpaceX. Vita sendiri sudah bekerja sejak dari bulan Agustus tahun 2021. Bukankah ini suatu kebanggan besar bagi kaum wanita?
ADVERTISEMENT
Di era saat ini, memang terdapat kelonggaran terhadap stereotip yang membatasi kemampuan wanita. Sekarang, wanita dapat lebih bebas dalam menentukan alur karirnya sesuai dengan keinginannya. Dengan begitu terbentuklah wanita – wanita mandiri yang bebas dari standarisasi berbau patriarki. Berbeda dengan zaman dulu, ketika wanita sangat jauh dari lingkup bidang teknik. Pandangan yang menganggap wanita adalah seorang yang lemah, membuat kemustahilan bagi wanita untuk terjun dalam dunia teknik terutama teknik mesin seperti yang ditempuh Vita.
Kehadiran Vita yang menorehkan prestasi tersebut, merupakan bukti bahwa wanita tidak selemah yang dibayangkan oleh masyarakat. Orang yang terus memandang suatu hal dengan sebelah mata, akan sulit untuk mendapatkan sebuah inovasi baru dalam hidupnya karena terus berpikir mendatar mengikuti arus. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok – sosok seperti Vita yang berani mencoba tantangan dengan tekad keberanian untuk pada akhirnya mencetak sebuah sejarah baru yang menjadi kebanggaan bagi kaum wanita.
ADVERTISEMENT

Lentera Buruh Wanita

Ilustrasi buruh wanita. Sumber Canva : https://www.canva.com/design/DAFy5OlBPvY/5qzn5jSAG9NA5XX5f4Oejw/edit?utm_content=DAFy5OlBPvY&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=sharebutton
Mendapatkan suatu pekerjaan dengan gaji yang layak menjadi impian dan doa bagi setiap kalangan masyarakat. Entah bagaimana pekerjaan yang dijalani, setiap orang hanya berharap untuk bisa mendapatkan hak mereka sesuai dengan yang telah mereka kerjakan. Salah satunya adalah profesi buruh. Kata demo tentu bukanlah hal asing bagi kaum buruh, baik sejak dulu hingga sekarang.
Sisi gelap dari kehidupan seorang buruh dapat tergambarkan melalui kisah hidup Marsinah, seorang buruh wanita pada masa orde baru yang tewas karena menuntut kelayakan upah bagi para buruh. Tidak hanya pada masa itu, hingga saat ini profesi buruh masih bersinggungan dengan makna keadilan, bukan dekat tapi jauh dari keadilan. Marsinah bergerak bagaikan induk yang mengamuk karena anaknya disakiti. Seorang induk yang merasa terancam karena anaknya dalam bahaya, akan rela menantang rintangan dengan segenap keberanian yang ada meski harus bertaruh nyawa. Protes yang bahkan tak didengar, bagaimana kunjung mendapat keadilan demikianlah yang membuat Marsinah geram hingga akhirnya terus berdiri di barisan depan untuk menyuarakan suara buruh dalam menuntut hak mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini Marsinah tidak hanya memperjuangkan hak bagi kaum wanita, melainkan bagi seluruh kaum buruh dengan menyatukan asa mereka demi mendapat sebuah keadilan. Hal yang begitu miris terjadi adalah bukannya diberi keadilan, Marsinah malah dijemput untuk bertemu dengan ajalnya. Bahkan Marsinah dihabisi nyawanya dengan cara kejam yang tentu saja melanggar Hak Asasi Manusia. Entah begitu gelap hati nurani bagi sekelompok orang yang merencanakan pembunuhan Marsinah.
Dengan bergantinya era pun tak kunjung membuat kasus pembunuhan Marsinah mendapat titik terang, meski demikian bagi para buruh kehadiran Marsinah bagaikan lentera di kegelapan. Marsinah diberi gelar Pahlawan Buruh Nasional karena segenap tekad dan keberaniannya. Tidak semua orang berani untuk berdiri di barisan paling depan untuk menyulut api dari kobaran hati yang tak kunjung mendapat keadilan, terutama dari kaum wanita yang masih jarang ditemui sosok pemberani layaknya Marsinah. Diculik, disekap, diperkosa, dibunuh merupakan representasi dari kejamnya makhluk yang sama – sama diciptakan oleh tuhan tetapi seenak hati menghakimi Marsinah dengan gelap mata. Tangisan dan teriakan mungkin tidak akan cukup untuk membuat suara para buruh didengar untuk mencapai keadilan mereka.
ADVERTISEMENT
Sejak dahulu hingga sekarang belum ada perubahan spesifik yang mengarah ke hal positif bagi hak kaum buruh. Dahulu wanita lebih jarang ditemui yang bekerja di kantoran dibandingkan sekarang karena dirasa wanita belum dibutuhkan, dan keahlian wanita yang seakan terpendam membuat orang – orang tidak melihat potensi yang ada dari sosok wanita.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kini telah tercipta wanita – wanita mandiri yang cerdas menggunakan teknologi sehingga setara dengan kemampuan pria dalam dunia pekerjaan. Meski begitu, diskriminasi masih terus terjadi dalam proses ini karena wanita – wanita yang diberikan hak baik adalah wanita yang dianggap cantik bagi lingkungan sekitar. Selain itu, dengan banyaknya pekerja wanita kantoran saat ini dianggap menjadi saingan bagi para pria yang mencari pekerjaan. Wanita mandiri dianggap sebagai penyebab banyaknya pengangguran yang dialami oleh para pria. Dengan adanya perspektif tersebut menciptakan pemikiran baru bagi sebagian kalangan, bahwa wanita tidak boleh meminta perlindungan kepada laki – laki karena dianggap sudah mandiri. Bahkan ada yang berpendapat bahwa seharusnya wanita tidak mengeluh jika banyak terjadi tindak kejahatan yang diakibatkan oleh banyaknya pengangguran dari kaum laki – laki.
ADVERTISEMENT
Kembali lagi pada sosok Marsinah, sebagai manusia dan seorang wanita ia hanyalah ingin keresahan hatinya didengar. Cita – cita Marsinah untuk menempuh Sarjana Hukum yang telah pupus karena masalah ekonomi, tenyata berlanjut membawa kekecewaan yang mendalam baginya di dunia pekerjaan sebagai seorang buruh. Akankah ada hari di mana kemerataan hak akan mencapai titik terang keadilan bagi seluruh profesi yang ada di Indonesia?
Siapa yang telah bertekad kuat akan bergerak maju ke depan entah akan bagaimana hasil akhirnya. Jikalau membuahkan hasil baik penyesalan pun tidak akan terjadi. Pengalaman adalah guru terbaik, jadi bila gagal ya tidak apa karena masih banyak kesempatan yang masih bisa dicoba. Pengalaman dari wanita – wanita di atas telah mengajarkan kita bahwa keberanian bisa menjadi pendobrak bagi hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin terjadi, justru memberi dampak besar bagi lingkungan sekitar. Demikian pula bagi wanita – wanita penerus masa depan yang akan dinantikan keberanian dan pola kritisnya untuk memberi gebrakan baru dalam proses kehidupan.
ADVERTISEMENT