Konten dari Pengguna

Nasi Jamblang Bungkus Daun Jati: Bagian Cerita Kemasan Tradisional Cirebon

Aang Afandi
Belajar tentang Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebijakan Publik
1 Juli 2021 16:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 21 Juli 2021 5:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aang Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nasi Jamblang dengan kemasan Daun Jati, Khas Cirebon, tradisi, unik dan kangeni bagi warga dan wisatawan yang pernah mengincipinya. Ini bagian dari kampanye sustainable living (foto Aang Afandi)
zoom-in-whitePerbesar
Nasi Jamblang dengan kemasan Daun Jati, Khas Cirebon, tradisi, unik dan kangeni bagi warga dan wisatawan yang pernah mengincipinya. Ini bagian dari kampanye sustainable living (foto Aang Afandi)
ADVERTISEMENT
Jika pernah main ke Cirebon, bisa jadi pernah icip – icip Nasi jamblang dibungkus daun Jati (Tectona grandis). Unik dan menarik, bahkan ngangeni. Sejarahnya memang demikian, karena masih belum ada kemasan modern maka penggunaan kemasan tradisional lazim digunakan. Dari hal itu semua, barangkali ada manfaat penggunaan kemasan tertentu ini.
ADVERTISEMENT
Sejarahnya, di masa pembangunan jalan raya di era rodi Belanda, para pekerja dari desa Jamblang menggunakan daun Jati ini agar nasi yang dibawanya lebih awet dan tidak mudah basi. Ternyata ini berhasil. Ternyata daun jati ini bisa dijadikan ekstrak cairan antiseptik. Daun ini bisa digunakan Nasi, tape ketan bahkan aneka lauk bisa dibungkus dalam daun jati ini. Bahkan pada zaman dulu di masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadikan daun jati ini untuk mengemas ater – ater atau asul – asul pada saat acara – acara tradisi keluarga, misal acara pernikahan. Lantas dimasukkan ke baskom atau senik/gendongan dari bahan bambu. Ada beberapa manfaat atas daun jati ini. Pertama, menjaga kehangatan makanan. Karena tekstur daun jati yang tebal dan lebar, sehingga mampu menjaga kehangatan dalam waktu yang lebih lama. Kedua, aroma khas. Ketika makanan dikemas dengan daun jati ini akan terasa lebih spesial karena aroma yang menggugah selera. Ketiga, terbebas dari bahan kimia, karena berasal dari bahan alami. Keempat, ramah lingkungan tentunya. Lebih mudah terurai di alam dan bisa jadi pupuk buatan, ini sangat berbeda dengan karakter kemasan dari plastik dan kemasan modern pada umumnya. Ada beberapa yang lazim menggunakan daun jati ini, selain nasi Jamblang, sampai sekarang masih ada makanan yang menggunakan kemasan ini yakni: Tempe, Tape Ketan, Gethuk atau jajanan pasar, Nasi jangkrik Kediri, dan Pecel Pincukan, termasuk gudeg masih ada yang menggunakan daun jati ini.
ADVERTISEMENT
Daun pisang (Musa sp.), masih cukup banyak makanan yang menggunakan kemasan daun pisang, mulai dari Nasi Pecel, Lemper, Nogosari dan berbagai panganan menggunakan nasi pisang. Bahan ini juga ramah terhadap lingkungan. Beberapa manfaat, dari penggunaan daun pisang ini di antaranya adalah, pertama makanan semakin diperkaya dengan kandungan antioksidan; kedua, bebas bakteri dan kuman; ketiga memunculkan aroma yang khas.
Lantas daun kelapa muda (Cocos nucifera) atau disebut Janur, biasa digunakan untuk membuat Lepet dan Kupat. Selain daun di atas masih ada beberapa daun lagi yang juga digunakan sebagai kemasan tradisional dan alami. Pertama, daun bambu (Bambusa sp.), digunakan untuk pembungkus Bakcang, makanan khas Tionghoa. Biasanya jika menggunakan daun bambu ini, caranya dengan merebus daun tersebut terlebih dahulu untuk melayukan bulu halus yang ada pada daun bambu. Dua, daun jambu air digunakan untuk pembungkus tape ketan. Ketiga, Jagung (Zea mays), digunakan untuk pembungkus wajik kletik yang keawetannya bisa sampai berminggu – minggu. Keempat, Pandan Wangi, digunakan untuk kue cang, yang menjadikan lebih harum sehingga jadi penggugah selera bagi penyantapnya. Kelima, daun aren digunakan untuk kemasan gula merah arena tau buah durian. Barangkali masih ada lagi ragam kebiasaan di masyarakat Indonesia menggunakan berbagai daun untuk kemasan makanan, yang tentunya memberikan nilai tambah bagi makanan yang dikemasnya ini.
ADVERTISEMENT
Jika ditelaah dari cerita di atas, maka kemasan di atas secara umum fungsinya adalah fungsi primer, yakni fungsi kemasan yang secara langsung menjadi wadah produk, artinya adanya kontak langsung antara makanan dengan wadahnya ini. Yang ternyata memiliki berbagai keuntungan yang didapatkan oleh penggunanya. Tentunya ini bisa menjadi bertambah bernilai bila adanya yang mengujinya lebih dalam lagi, sehingga dimungkinkan semakin teridentifikasi keunggulan dan kelemahannya.
Selain itu, kemasan alami ini bisa menjadi representasi identitas produk, seseorang akan dengan mudah dan dengan cepat mengidentifikasi ini produk apa dan mereknya apa, hanya dengan melihat kemasannya. Seperti, Wajik kletik Bu Prayitno, dari pelepah jagung (klobot), dibungkus tipis, dijahit isi 5 biji dan ada label di tengah dari kertas.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, meningkatkan daya Tarik. Kemasan – kemasan yang alami, memenuhi kampanye lingkungan hijau, maka kemasan ini menjadi alternatif pilihan, walaupun tantangannya sekarang adalah dengan produk – produk modern yang juga memenuhi kriteria aman bagi lingkungan.
Upaya inovasi atas keberagaman kemasan ini tentunya sangat terbuka untuk dilakukan. Satu contoh yang menarik adalah penggunaan penggunaan Plepah pinang yang di press dengan mesin, akhirnya bisa jadi produk kemasan ramah lingkungan dengan model seperti Styrofoam yang biasa untuk kemasan Pangsit Mi. Ternyata kemasan ini dapat terurai secara alami dalam waktu 60 hari, anti air, tahan panas hingga 200 derajat celsius, dan aman untuk microwave dan oven. Coba kita tengok IG kemenparekraf.ri untuk cek produk ini. Barangkali ini menjadi inspirasi kita untuk inovasi bagi negeri yang terus berupaya memanfaatkan potensi lingkungannya dan terus mengembangkan konsep kehidupan yang ramah terhadap lingkungan (sustainable living).
ADVERTISEMENT
Penulis adalah pemerhati pariwisata dan ekonomi kreatif.