Konten dari Pengguna

Geopolitik Maritim Kawasan Indo-Pasifik

BRORIVAI CENTER
Institute of Development Research and Social Response
23 Agustus 2020 0:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari BRORIVAI CENTER tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dr. Abdul Rivai Ras, Pengajar Studi Keamanan Maritim UNHAN dan Studi Stratejik dan Global UI
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Abdul Rivai Ras, Pengajar Studi Keamanan Maritim UNHAN dan Studi Stratejik dan Global UI
ADVERTISEMENT
Pengantar
Perairan kawasan Indo-Pasifik merupakan arena yang semakin kritis bagi geopolitik maritim, keamanan, perdagangan, dan tindakan kebijakan lingkungan – dimana isu-isu tersebut telah mengubah kawasan ini menjadi persimpangan utama dalam interaksi hubungan internasional. Samudra Hindia dan Pasifik Barat yang luas menyatu dengan adanya aliran sumber daya alam, rantai pasokan global, dan jaringan distribusi yang membentang secara internasional. Pada saat yang sama, negara-negara littoral Indo-Pasifik menghadapi tantangan kebijakan dan pemerintahan yang signifikan dari berbagai sumber permasalahan, termasuk sengketa teritorial dan persaingan prospektif di antara kekuatan angkatan laut, intensifitas tekanan lingkungan pada infrastruktur dan sumber daya laut serta pesisir, pembajakan dan pengintaian jejak di laut terbuka, dan munculnya negara-negara pantai yang tergolong sebagai negara lemah ataupun failed state.
ADVERTISEMENT
Interaksi tumpang tindih dan perpotongan lintas kepentingan di wilayah Indo-Pasifik mendasari kompleksitas lingkungan strategis yang ditandai dengan pertumbuhan dan integrasi serta potensi konflik dan kerawanan kawasan. Meningkatnya pertukaran barang, lalu lintas manusia, dan lahirnya sejumlah gagasan baru di seluruh wilayah telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang penting, baik secara intra-kawasan maupun antar-kawasan. Meskipun risiko tertentu harus ditanggung oleh negara pengguna laut internasional dan pemilik kedaulatan di laut, namun dibalik pemanfaatan laut itu tidak sedikit negara yang memperoleh imbalan atau keuntungan secara ekonomi.
Realitas saling ketergantungan yang lebih besar di kawasan juga sekaligus memerlukan kerjasama, dan sebaliknya kemungkinan kerentanan atas jalur laut penting ini menjadi representasi potensi kerawanan jalur-jalur chokepoints. Demikian halnya dalam proses pengembangan sumber daya alam maritim juga tidak terlepas dari bahaya lingkungan alam (environmental security) yang menjadi sumber dan alur risiko keamanan baru yang datang dari tekanan perubahan iklim (climate change) dan ancaman yang bersifat asimetris, seperti pembajakan dan terorisme. Untuk menjalani praktek geopolitik dalam ranah maritim yang rumit di kawasan Indo-Pasifik, para pembuat kebijakan di kawasan memerlukan upaya kolaboratif dalam mengembangkan strategi untuk mengatasi kecenderungan strategis, sosial-ekonomi, komersial, dan lingkungan yang saling berhubungan, dimana situasi ini akan terus membentuk karakter kawasan apakah akan semakin stabil atau mengandung potensi ancaman nyata di tengah pertarungan global dan meluasnya wabah pandemi COVID-19 di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Tinjauan Stratejik Kawasan
Berbagai perspektif strategis tentang pentingnya Indo-Pasifik telah digagas dan dikembangkan oleh beragam aktor kawasan, termasuk Amerika Serikat (AS), India, Tiongkok, Australia, Indonesia, dan Jepang. Pergeseran geopolitik AS dan sejumlah negara lainnya menuju wilayah Samudra Hindia telah didorong oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang dramatis dari kebangkitan Tiongkok, stabilitas perdagangan dan produktivitas India, peningkatan terhadap pentingnya bahan baku dan ekstraksi sumber daya dari negara-negara berkembang, serta melambungnya ekspor minyak mentah Timur Tengah ke Asia. Adanya percepatan tingkat perubahan yang telah menciptakan landscape keamanan yang yang sangat pesat dan ditandai dengan penggunaan soft power dan hard power, mulai dari pembentukan kemitraan maritim dan inisiatif perdagangan, latihan manajemen bencana bilateral dan multilateral, hingga upaya aktif untuk menunjukkan kontrol laut dan kekuatan tempur yang kredibel (sea control and credible combat power), perlu dicermati lebih jauh.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir telah terjadi pergeseran keseimbangan strategis AS terhadap Asia-Pasifik, dimana mencakup kehadiran angkatan laut yang kuat dalam rangka memenuhi beberapa tujuan strategis. Diantara kepentingan utama AS adalah untuk memberi jaminan “freedom of navigation” untuk energi dan perdagangan komersial, memastikan keseimbangan kekuatan yang stabil (balance of power), pemantauan dan upaya deterensi terhadap ancaman dari aktor-aktor seperti Iran dan Korea Utara, dan mengarahkan berbagai operasi keamanan maritim seperti dalam misi counter-terrorism, counter-traficking, dan counter-piracy. Sementara itu, Tiongkok dan India telah berusaha untuk mengembangkan berbagai kebijakan antara lain berupa bentuk strategic cooperative dan hubungan kompetitif dalam aktivitas ranah maritim. Secara faktual, sejumlah kerjasama yang dibangun berbasis pada kepentingan ekonomi dan politik untuk memperluas jaringan interaksi bilateral dan multilateral di seluruh kawasan, kemudian turut mengubah persepsi baik diantara dua raksasa Asia maupun yang berkaitan dengan kepentingan negara adidaya AS.
ADVERTISEMENT
Selain persaingan dan hubungan yang saling terkait dengan Tiongkok, India, dan AS, dinamika wilayah ini juga ditentukan sebagian besar oleh kepentingan dan pengaruh negara-negara lainnya yang saling berbagi dengan negara-negara littoral Indo-Pasifik seperti Australia, Indonesia, Jepang, Malaysia, Thailand, Somalia, Afrika Selatan, dan Arab Saudi. Negara-negara tersebut memiliki kepentingan strategis tidak hanya dalam melindungi pantai miliknya secara militer, tetapi juga dalam rangka melindungi ekosistem pesisir, perikanan, terumbu karang, dan infrastruktur buatan manusia dari eksploitasi, degradasi, serta adanya fenomena kenaikan permukaan laut.
Di wilayah laut, penguatan kepentingan strategis dalam akuisisi energi juga telah menyebabkan perluasan eksplorasi minyak dan gas secara internasional, pengembangan infrastruktur bisnis dan perdagangan telah membuka jalur untuk terus membangun kerjasama dan kompetisi yang sedianya hanya sebatas di lingkar kawasan Asia Pasifik dan kemudian diperluas dengan menyatukan dua samedera menjadi sebutan kawasan Indo-Pasifik (Trump,2017).
Peta Kawasan Asia-Pasifik (orange dot) yang diperluas menjadi Indo-Pasifik (red dot).
Tantangan Keamanan Maritim
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya, peningkatan aktivitas di seluruh kawasan Indo-Pasifik sebagai akibat dari adanya perluasan perdagangan barang regional dan global, perkembangan gagasan, revolusi industri, dinamika people to people contact, dan persaingan sumber daya yang telah menciptakan suatu perangkat pemikiran baru dalam menghadapi tantangan keamanan maritim. Kepedulian sejarah yang berbasis pada negara-bangsa, seperti munculnya kerapuhan geopolitik, pergolakan politik internal, pemberontakan, ketegangan antar-negara, keamanan jalur laut, dan sengketa teritorial yang saat ini digabungkan dengan ancaman yang berkembang dari sumber-sumber non-negara dan risiko asimetris (David, 2014) menuai ketidakpastian. Diantara isu-isu tersebut mencakup risiko yang berkembang dari aktor non-negara termasuk pembajakan, terorisme, dan isu trafficking; dampak degradasi lingkungan, penipisan sumber daya, perubahan iklim, dan bencana alam; dan negara-negara lemah dan lembaga-lembaga yang dinilai gagal dalam pemerintahannya. Berbagai tantangan lain dalam menghadapi serangkaian permasalahan yang sama di sejumlah negara berbatasan dengan kawasan ini, mulai dari negara-negara yang tergolong makmur dengan aturan hukum yang kuat untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan lemah hingga negara yang terfragmentasi struktur pemerintahannya. Keragaman kepentingan dan kemampuan seperti di kawasan Indo-Pasifik yang diwarnai dengan ketegangan politik seperti dalam isu sengketa di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur telah turut memicu ketegangan dan membawa potensi bahaya yang lebih besar terhadap munculnya ketidakstabilan dan benih konflik antar-negara di kawasan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2013, menurut Heidelberg Institute for International Conflict Research, sebanyak 182 konflik yang didokumentasikan, dimana melibatkan negara-negara littoral Samudera Hindia dan Pasifik Barat, mewakili 44 persen dari 414 konflik yang diamati di seluruh dunia, termasuk 11 konflik dari 20 perang yang berdimesi global. Mayoritas konflik yang terjadi terkait dengan kepentingan berbasis daratan. Namun, di kawasan Indo-Pasifik juga merupakan rumah atau wilayah bagi sejumlah sengketa teritorial maritim yang terhitung terkemuka, terutama di kawasan Laut Tiongkok Selatan.
Secara historis, meskipun konflik ini tidak jarang terjadi, sebagian besar telah dikelola dan diatasi dengan pendekatan cara-cara damai (peaceful means). Namun juga dari beberapa peristiwa memiliki potensi menjadi flashpoints yang mewujud menjadi aksi kekerasan. Resolusi damai dari penanganan konflik tersebut dilakukan dengan mempromosikan melalui mekanisme hukum internasional, terutama dengan memberlakukan Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS) sebagai instrumen penting di kawasan, sekalipun perangkat hukum ini belum turut diratifikasi oleh AS. Langkah-langkah hukum ini juga dikombinasikan dengan kebijakan inisiatif yang menunjukkan konsistensi, kreativitas, daya tahan, dan ketersediaan sumber daya yang memadai. Kombinasi langkah-langkah hukum, pendekatan angkatan laut, dan kebijakan ini kemudian dapat memastikan negara-negara Indo-Pasifik bertindak sebagai mitra yang adaptif dan responsif mengatasi masalah persaingan, ketegangan maupun persengketaan.
ADVERTISEMENT
Bahkan ketika perdebatan teritorial internasional memuncak, bahaya yang dihadirkan oleh aktor-aktor non-negara ikut dipertaruhkan. Aksi pembajakan dan perampokan bersenjata-terutama di pantai Somalia yang terjadi di dalam wilayah itu dan di sekitar Selat Malaka – tetap dinilai signifikan dan menimbulkan kekhawatiran, dimana banyaknya kapal dagang yang bernavigasi di daerah-daerah ini dengan memanfaatkan/menyewa tim keamanan bersenjata swasta. Ketidakmampuan pasukan nasional dan internasional untuk memastikan dalam mengamankan Samudera Hindia yang luas juga telah membuka ruang bagi keberkelanjutan sejumlah aktvitas trafficking narkotika terlarang, penyelundupan senjata dan manusia, termasuk adanya transportasi selundupan umum seperti minyak, rokok, batubara, dan berbagai spesies yang terancam punah. Sebagai contoh, dalam konteks penanganan ancaman pembajakan dan trafficking dari kelompok-kelompok seperti al Qaeda di Jazirah Arab, Brigade Abdallah Azzam, dan al Shabaab, dituntut selalu membutuhkan intelijen strategis dan kemampuan taktis yang memadai.
ADVERTISEMENT
Struktur Keamanan Maritim
Sebagian besar negara pemain kunci di kawasan di Indo-Pasifik berbagi tujuan secara bersama dalam kerangka stabilitas ekonomi, politik, dan lingkungan. Bagaimana negara-negara itu berusaha untuk memastikan langkah-langkah stabilitas yang diambil dari berbagai negeri yang berbeda di seluruh dunia. Tindakan yang dilakukan oleh AS untuk berusaha mewujudkan stabilitas melalui peningkatan kapasitas (capacity building) dan kerjasama regional, termasuk dalam kemungkinan menggunakan pendekatan deterrence bila diperlukan menjadi opsi stratejik. Langkah-langkah pembangunan kapasitas, seperti bantuan finansial, penyediaan aset, pelatihan militer dan pendidikan, dan skema kerjasama regional, seperti latihan multilateral, berbagi informasi, dan patroli bersama, telah dilaksanakan dalam kemitraan dengan Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Indonesia, Jepang, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan India. Dalam hal “deterrence strategy”, di sisi lain, diplomasi pertahanan telah dipraktekkan melalui peran AS dalam memainkan hubungan dengan Iran, Korea Utara, dan terutama terhadap Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti kerangka kerja keamanan formal yang diprakarsai oleh AS, hubungan antara India dan negara-negara Indo-Pasifik lainnya sebagian besar telah mengambil bentuk kemitraan bilateral dan multilateral informal yang telah memungkinkan India untuk menumbuhkan perspektif otonom sebagai "swing state" - strategi yang kondusif dengan kebijakan keseluruhan non-blok (non-alignment). Strategi yang fleksibel tersebut telah diterapkan dengan negara-negara tetangga dekat yakni, India, Singapura, dan Malaysia, dengan tetangga menengahnya Indonesia dan Vietnam, dan tetangga yang diperluas yakni Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Jepang, Rusia, serta keterlibatan India-AS di Indo-Pasifik. Pendekatan ini dibangun di atas kekuatan ekonominya sendiri yang dinilai terus berkembang, melakukan investasi komersial, dan saling membangun ketergantungan perdagangan regional, serta dikombinasikan dengan kekuatan angkatan laut yang modern, sehingga berpotensi memposisikannya untuk memainkan peran yang menonjol dan menstabilkan antara ketegasan strategis perkembangan Tiongkok dan keterlibatan formal AS.
ADVERTISEMENT
Kini, hubungan signifikan tidak hanya berkembang antara kekuatan besar di wilayah ini, tetapi juga antara negara-negara kecil, terutama bagi banyak negara pulau (island nation). Adanya kesamaan ancaman seperti masalah kenaikan permukaan laut, ekosistem pesisir yang rapuh, dan infrastruktur yang rentan, negara-negara pulau telah menunjukkan kebutuhannya secara umum untuk membangun kapasitas selama krisis dan menyimpan kekhawatiran bersama tentang adanya ancaman penguasaan asing atas tanah dan wilayah laut. Disadari bahwa secara geopolitik maritim (geo-maritim), lokasi yang strategis dan sumber daya berharga telah menempatkan negara-negara pulau dalam posisi yang kuat untuk menggunakan keahlian yang unik di bidang pertahanan dan sumber daya lainnya yang relevan untuk kekuatan yang lebih besar dalam rangka membentuk atau mengganggu dinamika kekuatan kawasan.
ADVERTISEMENT
Maritime Highway Indo-Pasifik
Selama berabad-abad, pulau-pulau dan daratan di kawasan Indo-Pasifik hanyalah fitur dari jalan raya maritim (maritime highway) Samudra Hindia. Dewasa ini, peningkatan alur perdagangan, investasi, dan lalu lintas manusia yang menghubungkan bangsa-bangsa di Samudera Hindia dan Pasifik yang secara bersama-sama dan bergerak secara simultan ke seluruh dunia sebagai bagian dari jaringan perdagangan global yang muncul di kawasan. Samudera Hindia telah lama menjadi arteri utama untuk memompa minyak dari Teluk Persia ke dalam ekonomi global. Dalam perkembangan mutakhir, kawasan Indo-Pasifik telah menjadi “wilayah primer” untuk mendapatkan keuntungan dari perluasan eksplorasi minyak dan gas lepas pantai, dan pengembangannya hingga di sepanjang pantai timur Afrika, sebagaimana yang dilakukan di wilayah Myanmar dan Vietnam. Kondisi tersebut menggambarkan sebagai conveyor belt utama untuk perdagangan batubara internasional, dan secara geostrategis yang lebih luas posisinya berada di persimpangan ekonomi modern, sumber daya alam, dan isu-isu lingkungan, serta dalam menambah nilai ekonomi kawasan.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya nilai geostrategis Indo-Pasifik, sesungguhnya telah mendorong “permintaan” untuk kegiatan maritim dan infrastruktur di seluruh kawasan, yang pada gilirannya mendorong pengembangan pusat industri regional, menciptakan inovasi teknologi, stimulasi pertumbuhan regional, fasilitasi arus perdagangan dunia, pembentukan aliansi pengiriman/pelayaran global, dan peningkatan keseluruhan dalam standar hidup kawasan.
Namun sementara ini, pembangunan pelabuhan dan kemaritiman hanya dapat dilaksanakan dengan biaya negara masing-masing, meskipun disana-sini Tiongkok masih ikut berperan dalam memberikan bantuan biaya/investasi mengingat kepentingan geopolitik dan keadaan lingkungan yang lebih luas di kawasan. Keberadaan ancaman seperti perampokan bersenjata, penculikan, dan sabotase dari bajak laut, geng kriminal terorganisir, dan jaringan teroris yang cenderung meningkat karena industri di wilayah pantai yang berkembang dan pembangunan target yang semakin maju. Secara Bersamaan, di sekitar Indo-Pasifik, “permintaan” untuk pengembangan pesisir akuakultur, jalan, bangunan, dan memperluas infrastruktur perkotaan memperburuk adanya degradasi bakau, terumbu karang, lahan basah, dan habitat ekologi lainnya (Hinrichsen, 2011).
ADVERTISEMENT
Ancaman lingkungan seperti kenaikan permukaan laut telah menyoroti kerentanan infrastruktur maritim yang berkembang di kawasan ini. Salah satu analisis kerentanan pemanasan global menentukan bahwa 15 dari 20 kota pelabuhan di seluruh dunia dengan populasi terbesar yang terkena ancaman iklim pada tahun 2070 berada di negara-negara littoral Indo-Pasifik. Terdapat 13 kota pelabuhan Indo-Pasifik yang berada di antara 20 di seluruh dunia dengan nilai aset terbesar yang berisiko selama ini (OECD, 2008). Dalam menghadapi risiko ini, dengan perbandingan global, pelabuhan Indo-Pasifik tetap berada di antara yang paling tangguh dan disesuaikan dengan baik untuk ancaman iklim yang kini berkembang.
Sumberdaya Alam dan Wacana Geopolitik Lingkungan
Perubahan iklim membahayakan tidak hanya infrastruktur pelabuhan dan maritim di wilayah Samudra Hindia, tetapi juga sistem lingkungan laut dan kesejahteraan manusia. Intergovernmental Panel on Climate Change's Fish Assessment Report yang diterbitkan pada tahun 2013 menyatakan dengan "high confidence" bahwa "tingkat" kenaikan permukaan laut sejak pertengahan abad ke-19 telah lebih besar dari tingkat rata-rata selama dua milenium sebelumnya" dan bahwa "hampir pasti bahwa laut atas (0-700 meter) atau mengalami pemanasan sejak dari 1971 hingga 2010 (IPCC, 2013). Selain paparan aset pesisir dan infrastruktur perkotaan, kenaikan permukaan laut dan perubahan iklim mengancam daerah pesisir dengan kerusakan habitat, kehilangan keanekaragaman hayati, erosi garis pantai, air asin, intrusi ke sungai dan akuifer air tawar, lonjakan badai yang parah, dan mendorong terjadinya perpindahan paksa dan migrasi populasi, terutama di negara-negara pulau dataran rendah seperti Mauritius, Maladewa, dan Seychelles.
ADVERTISEMENT
Kenaikan permukaan laut dan pemanasan laut, ditambah dengan tekanan tambahan seperti adanya polusi, dan eksploitasi sumber daya, memiliki potensi untuk secara drastis membahayakan kesejahteraan manusia misalnya, rapuhnya ketahanan pangan, keamanan ekonomi, dan keamanan daerah terkait erat dengan perikanan, termasuk dalam mempertahankan mata pencaharian lebih dari 38 juta orang di seluruh dunia (Cassandra, 2006), menjadi isu-isu baru dalam wacana geopolitik lingkungan masa kini.
Berdasarkan data kawasan Indo-Pasifik, ekspor perikanan mencapai 7 juta ton tangkapan (~ US $ 27 3 juta) pada tahun 2011 (Mary, 2014). Perikanan di kawasan Indo-Pasifik banyak dipengaruhi oleh faktor dinamis seperti akses perdagangan, pemerintahan, keamanan, dan perubahan iklim. Sementara pemerintahan yang lemah dan kurangnya manajemen yang efektif telah menciptakan "sistem akses terbuka" yang terganggu dengan aktivitas Illegal, Unregularted, and Unreported (IUU) Fishing. Meningkatnya masalah keamanan kawasan, seperti penggunaan kapal penangkap ikan untuk pembajakan, terorisme, trafficking, dan kejahatan terorganisir, serta konflik atas sumber daya, wilayah, dan batas-batas maritim, telah memperburuk kecenderungan ini lebih lanjut. Oleh karena itu, tanpa sistem manajemen yang efektif dan kerangka hukum, isu-isu polusi air, meningkatnya suhu air, dan IUU fishing memiliki potensi untuk menghancurkan aktivitas bisnis perikanan Indo-Pasifik dan, akibatnya, dapat mengganggu kesehatan fisik, kesejahteraan sosial-ekonomi, dan keamanan keseluruhan penduduk setempat.
ADVERTISEMENT
Mata pencaharian di kawasan Indo-Pasifik juga dipengaruhi oleh sumber daya energi, yang secara harfiah bahan bakar interaksi politik dan ekonomi di kawasan. Negara-negara Indo-Pasifik kurang lebih memiliki 58% cadangan minyak yang proven di dunia, dan 46% dari cadangan gas global (BP, 2011). Kendala kritis yang dihadapi negara-negara kawasan tidak hanya terkait keseluruhan dari ketersediaan sumber daya, melainkan keberadaan "chokepoints" dalam transportasi dan pengiriman langkah-langkah dari rantai pasokan sumber daya, terutama bagi konsumen yang memasok yang tergolong negara miskin. Sementara beberapa negara, seperti Tiongkok, telah membuat investasi strategis dalam pipa minyak dan gas, serta beberapa konsumen besar dari Asia Selatan, termasuk Bangladesh, India, dan Pakistan maupun bagi negara yang masih kurang terkoneksi secara lintas batas atas negara-negara penghasil minyak dan gas utama.
ADVERTISEMENT
Keterbatasan kemampuan pelabuhan dan kapasitas transportasi pengiriman juga menjadi permasalahan dalam memenuhi permintaan masa depan. Diprediksi untuk konsumsi batubara, insentif investasi dalam sumber pembangkit listrik alternatif menjadi kebutuhan yang harus dilayani secara berkelnajutan. Banyak negara individu di kawasan Indo-Pasifik dihadapkan dengan lingkungan yang sama - tantangan mental, namun tidak memiliki kerangka kebijakan regional yang umum untuk mengatasi atau mencoba untuk menyelesaikannya dalam konteks mendorong kelancaran dan keamanan trasnportasi bahan mentah maupun enerji. Meskipun mungkin tidak ada satu ukuran - untuk semua (one-size- fits-all), solusi untuk seluruh wilayah, kerangka holistik dan pendekatan manajemen dapat memfasilitasi integrasi, komunikasi, negosiasi, berbagi data, transfer teknologi, dan penyebaran praktek terbaik di antara aktor dan pemangku kepentingan di berbagai tingkatan , sektor, dan lokasi menjadi keniscayaan.
ADVERTISEMENT
Indo-Pasifik dalam Tata Internasional
Dalam menghadapi berbagai tantangan dan peningkatan ancaman di wilayah Samudra Hindia, telah muncul sejumlah peluang untuk mengembangkan kerjasama dan kompetisi. Pada dasarnya, prospek perdamaian di lingkungan maritim Indo-Pasifik sangat bergantung pada saling pengertian, kerjasama, dan keterlibatan konstruktif (constructive engagement). Beberapa forum politik, ekonomi, pembangunan kawasan, dan keamanan untuk mempertahankan peran aktif dalam forum Indo-Pasifik, termasuk Arab League, Southern African Development Community (SADC), Gulf Cooperation Council (GCC), Indian Ocean Rim Association (IORA), Western Pacific Naval Symposium (WPNS), Indian Ocean Naval Symposium (ION), IBSA (India, Brasil, Afrika Selatan) Dialogue Forum, Association of Southeast Asian Nations ( ASEAN), East Asia Summit, dan Six-Party Talks. Selain organisasi regional, beberapa organisasi antar-pemerintah seperti International Maritime Organization (IMO), Food and Agriculture Organization (FAO), dan UN Environment Programme (UNEP), berfungsi untuk membantu negara-negara mengelola lingkungan maritim dan sumber daya laut. Organisasi regional dan fungsional tersebut dapat memfasilitasi pengembangan perjanjian multilateral yang mengikat untuk melindungi negara-negara dari ancaman lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif hukum, ada sejumlah kerangka kerja yang ada yang mengatur kegiatan maritim di Indo-Pasifik, termasuk, Konvensi PBB tentang Hukum Laut ,meskipun tidak ratifikasi oleh AS, UNCLOS telah diratifikasi oleh sebagian besar negara-negara Indo-Pasifik dan berfungsi untuk menyediakan kerangka kerja untuk perjanjian, organisasi, dan kegiatan, termasuk yang menangani klaim teritorial , isu keamanan pantai, freedom of navigation, traditional fishing rights, piracy, maritime terrorism, konservasi, the exploitation of non-living resources, marine pollution, and maritime delimitation (Caytlin, 2016). Meskipun perangkat ini belum sepenuhnya efektif, sebagai hukum, regional, dan organisasi non-pemerintah memiliki peran yang berharga untuk dimainkan guna memastikan terjaminnya mata pecaharian berkelanjutan dan keamanan Indo-Pasifik, serta dapat memberikan kerangka kerja yang stabil untuk mengatasi geopolitik maritim yang berkembang pesat di kawasan ini.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Perkembangan geopolitik maritim di kawasan Indo-Pasifik tergolong sangat dinamis ditinjau dari pendekatan keamanan, politik, ekonomi. Kompleksitas arah geopolitik maritim saat ini dan di tengah Era COVID-19, sesungguhnya membutuhkan forum studi yang mampu mencakup pembahasan baik dalam menghadapi tantangan tradisional maupun non-tradisional, dimana dinamikanya melintasi batas-batas isu pertahanan dan terdapat berbagai aktor negara dan non-negara yang terlibat di dalamnya. Secara historis, geopolitik maritim sejak di masa Perang Dunia Pertama dan Kedua lebih bersifat imperealistik dan ekspansif. Sementara di masa Perang Dingin lebih pada aktualisasi pendekatan politik pembendungan berbasis ideologi dan menempatkan kawasan Asia Pasifik dalam pemetaan kontinental. Namun kini, Asia Pasifik telah diperluas sebagai kawasan Indo-Pasifik yang mempunyai makna bagi berkembangnya wacana geopolitik lingkungan yang berorientasi pada isu geo-maritim (perluasan kawasan yang berorientasi maritim). Untuk itu, nilai strategis Indo-Pasifik tidak terlepas pada tantangan keamanan lingkungan, dan ekonomi-perdagangan yang mewarnai perubahan wacana geopolitik tata dunia baru di kawasan, dimana selama ini hanya terfokus pada isu pertahanan atas penguasaan pengaruh kemapuan maritim dan kekuatan laut (maritime capability and sea power).
ADVERTISEMENT
Penulis: Dr. Abdul Rivai Ras, Pengajar Studi Maritim UNHAN dan Studi Stratejik dan Global UI