Konten dari Pengguna

Pemberdayaan dan Upaya Pelestarian Dombos di Desa Butuh

Abdullah Al-Fasuruani
Economic Empowerment Department Head Rumah Zakat I Pendamping PPH UIN Sunan Gunung Djati Bandung I Pendamping UMKM (BNSP) I Budidaya Ikan Lele (BNSP)
24 September 2023 8:37 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdullah Al-Fasuruani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan semangat Hari Tani Nasional, sedikit mengupas pemberdayaan dan upaya pelestarian Domba Wonosobo (Dombos). Desa Butuh merupakan salah satu desa di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Desa dimana Domba Wonosobo atau yang biasa dikenal dengan dombos banyak dibudidayakan oleh peternak lokal disana. Disamping alam dieng yang populer dan membisikkan rindu akan panorama alamnya, maka tidak salah, jika kita ingin mengetahui kekhasan Wonosobo lainnya hendaknya mampir ke wilayah Butuh, seperti halnya Garut yang terkenal dengan Domba Garutnya, maka Wonosobopun punya Dombos. Kekhasan dombospun telah disahkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2915/Kpts/Ot.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Domba Wonosobo.
ADVERTISEMENT
Sekilas dombos mirip dengan domba pada umumnya, yang mencolok yaitu bulu atau wol yang tebal pada tubuhnya. Kemudian apa yang membedakan antara dombos dengan domba lainnya, bulu wol yang menutupi hampir seluruh bagian tubuh kecuali muka, perut bagian bawah dan kaki. Menurut informasi yang kami dapatkan populasi dombos berjumlah 8.577 per Juni 2023, jika dibandingkan dengan keseluruhan populasi domba yang ada di Indonesia yang mencapai 15,61 juta ekor pada tahun 2022 (BPS), maka populasi dombos sendiri hanya ada di angka 0,055% dari keseluruhan populasi domba. Hal yang menarik, bagaimana meningkatkan populasi dombos itu sendiri? Ada beberapa hal yang menarik, yang bisa jadi kita ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) dalam menjaga pelestarian dombos.
ADVERTISEMENT
Pertama. Kolaborasi Pentahelix. Unsur kolaborasi yang menggabungkan berbagai pihak mulai dari Academician, Business, Community, Government, and Media atau yang biasa disingkat kolaborasi ABCGM. Lantas bagaimana kolaborasi itu diramu di Desa Butuh, sehingga pelestarian dombos tetap terjaga dan terus meningkat. Maka disinilah pentingnya berbagi peran.
1. Peran Pemerintah
Pemerintah setempat memiliki power, karena yang berwewenang untuk mengatur kebijakan suatu wilayah adalah pemerintah. Hal tersebut begitu dirasakan, dengan adanya dukungan dan kebijakan dari pemerintah desa, kecamatan maupun Kabupaten Wonosobo yang begitu masif mengenalkan, mengajak masyarakat untuk peduli akan ternak lokal asli wilayahnya yaitu Dombos. Bahkan sampai menjadi tagline yang begitu membumi di wilayah Wonosobo: “ora dombos, ora joss”. Tidak jarang pemerintah, dinas berkunjung ke peternak dombos, hal tersebut tentunya memberikan semangat tersendiri bagi para peternak dombos, bukan sekedar kebijakan tapi lebih dari itu yaitu “perhatian”.
Kegiatan pemotongan bulu (wol) oleh Wakil Bupati Wonosobo pada launching sentra dombos
2. Peran akademisi atau Perguruan Tinggi
ADVERTISEMENT
Peran akademisi atau perguruan tinggi, sangatlah penting sebagai pihak yang dirasa paling mengerti tentang ilmu “budidaya dombos”. Untuk itu hadir dari pihak akademisi yang berasal dari Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Ir. Emmy Susanti, MP dan Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, Ir. Tri Rahardjo Sutardi, SU. Dimana kehadiran keduanya memberikan banyak khasanah ilmu baru bagi peternak dombos di Wilayah Butuh, khususnya dalam hal pakan. Selain melakukan sharing ilmu terkait budidaya dan pakan kepada peternak dombos, kedua orang dosen ini juga menghasilkan karya ilmiah yang sudah diseminarkan yang merupakan hasil riset yang dilakukan di Desa Butuh yaitu (1) Pemberian Pakan Berimbang pada Dombos menuju Dombos Unggul dan (2) Pengaruh Tinggi Tempat dan Jenis Pakan pada PBBH dan Bobot Akhir Domba Wonosobo Lepas Sapih. Dengan hadirnya karya ilmiah tersebut diharapkan menjadi refrensi bagi peternakan dombos, yang bukan hanya untuk kelompok peternak di Desa Butuh, namun bagi peternak lain atau masyarakat secara luas.
ADVERTISEMENT
3. Peran Komunitas, NGO
Komunitas memiliki minat dan tujuan yang sama, dimana hadirnya paguyuban dombos dan juga Rumah Zakat sebagai NGO Nasional memiliki harapan dan cita - ciata yang sama yaitu dombos yang merupakan ternak asli Wonosobo dapat terus meningkat secara populasi dan lestari, sehingga anak cucu masyarakat Wonosobo pada khususnya terus membudidayakan dombos ini dan berdampak bagi perekonomian masyarakatnya. Komunitas diharapkan menjadi akselerator yang mempercepat proses pelestarian dombos ini. Untuk itu Rumah Zakat menerjunkan fasilitatornya atau yang dikenal dengan Relawan Inspirasi untuk mendampingi para peternak dombos binaan. Harapannya para peternak dapat mengimplementasikan ilmu yang didapatkan selama ini, sehingga budidaya dombos menjadi lebih terukur lagi.
4. Peran Pelaku Bisnis atau Badan Usaha
ADVERTISEMENT
Bisnis atau Badan Usaha pada kolaborasi pentahelix ini diharapkan berperan sebagai enabler, dengan harapan memberikan nilai tambah bagi budidaya dombos yang dilakukan oleh peternak dombos. Selain bobot dombos yang lebih besar dibandingkan domba lainnya, dombos juga dapat dimanfaatkan bulu (wol) nya sebagai bahan baku dalam industri tekstil. Pengolahan bulu (wol) hingga menjadi bahan baku tekstil dan menjadi produk jadi, seperti pakaian belum bisa dikelolah langsung oleh peternak, karena keterbatasan modal dan mesin. Maka disinilah peran pelaku bisnis/ badan usaha yang berfungsi sebagai off taker, terhadap bulu dombos yang rutin dipotong oleh peternak dalam menjaga kebersihan dan kesehatan dombos itu sendiri. Satu sisi dari Kesehatan dombos terjaga, disisi lain memberikan pemasukan tambahan bagi peternak dombos.
ADVERTISEMENT
5. Peran Media
Dalam kolaborasi pentahelix, media memiliki peran yang krusial sebagai sumber informasi setiap kegiatan budidaya dombos yang dijalankan. Melalui media baik cetak maupun elektronik, informasi terkait dombos dapat sampai ke masyarakat, seperti populasi dombos yang semakin menurun maupun kebijakan, kegiatan terkait sehingga menggugah kesadaran masyarakat untuk terus membudidayakan dombos. Hal tersebut sangat terasa sekali, saat kegiatan launching sentra dombos di Desa Butuh yang diresmikan oleh Wabup Wonosobo, Bersama Rumah Zakat, dimana pemberitaan akan kegiatan tersebut dimuat setidaknya di 7 media, baik skala lokal maupun nasional.
Kedua. Penerapan Good Breeding Practice (GMP) pada Dombos
Dari segi budidaya perlu kita perbaiki, sebagaimana kita ketahui bersama, rata – rata pada peternakan rakyat masih dikelola secara sederhana atau minim dalam menerapkan pedoman pembibitan yang baik. Untuk itu sebagai bentuk ikhtiar pelestarian Domba Wonosobo ini, perlu kita dorong untuk dilakukan penerapan Good Breeding Practice (GMP) secara komprehensif. Good Breeding Practice (GMP) sendiri mencakup 6 aspek yaitu (1) Prasarana dan Sarana, (2) Cara Pembibitan, (3) Kesehatan Hewan, (4) Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, (5) Sumber Daya Manusia dan (6) Aspek Pembinaan dan Pengawasan.
Kegiatan penimbangan dombos, dalam rangka penerapan GMP
Kami berkeyakinan jika penerapan Good Breeding Practice (GMP) pada Dombos ini diterapkan secara komprehensif, maka apa yang menjadi tujuan dari GMP itu sendiri dapat tercapai, yaitu terpenuhinya bibit dombos yang memenuhi standar. Jika bibit – bibit dombos yang dihasilkan memenuhi standar, tentunya akan berkorelasi dengan pemenuhan dombos secara kuantitas maupun kualitas, maka visi besar terkait pelestarian dombos yang berdampak ekonomi, InsyaaAlloh akan terwujud.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi pentahelix dan penerapan GMP menjadi pijakan dalam pelestarian Domba Wonosobo (Dombos). Salam pegiat dombos “Ora Dombos, Ora Joss!
Selamat Hari Tani, Jaya dan Sejahteralah Petani - Peternak Indonesia.