Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Benarkah Buruh Anyer-Panarukan Tak Dibayar?
4 November 2024 13:49 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari abiyyu zhafran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahukah kalian! Pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan sepanjang 1000 Kilometers di pimpin oleh Gubernur Hindia Belanda Yaitu Herman Willem Deandels. Jalan itu di bernama De Grote Postweg. Pada saat itu Belanda sedang di bawah kekuasaan Prancis yang di pimpin oleh Napoleon Bonaparte.
ADVERTISEMENT
Napoleon mengutus Daendels untuk mempertahankan Hindia Belanda dari serangan Inggris. Usaha yang Daendels lakukan salah satunya dalam mempertahankan pulau Jawa yaitu Membangun Jalan Raya Poss Anyer Panarukan. Pembangunan tersebut di bagi menjadi 4 pos besar yaitu Banten, Batavia, Semarang dan Surabaya.
Latar Belakang Pembangunan
Pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan di latar belakangi dengan usaha pemerintahan Daendels mempertahankan Nusantara. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pergerakan militer dari ujung Barat ke ujung Timur pulau Jawa untuk menghadapi ancaman dari Inggris. Daendels juga membangun Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan untuk membantu penduduk mengangkut hasil pertanian. Sistem kerja paksa digunakan sebagai proses pembangunan Jalan raya pos Anyer-Panarukan, dimana pekerja di paksa bekerja tanpa di beri upah hingga memakan 12 ribu korban jiwa akibat pengerjaan jalan raya ini.
ADVERTISEMENT
Proyek Jalan Raya pos Anyer-Panarukan tidak sepenuhnya di bangun karna beberapa jalan telah di bangun. Daendels hanya memperlebar jalan Anyer-Batavia dan Pekalongan-Surabaya. Dalam pembangunan jalan tahap pertama dari Buitenzorg (Bogor) menuju Cirebon dan kemudian sampai Sumedang. Jalan ini masih terkendala oleh batu cadas yang berasal dari kondisi alam. Konstruksi secara resmi dimulai pada Mei 1808. Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan, yang berfungsi sebagai jalur ekonomi utama yang menghubungkan berbagai kota besar di seluruh Pulau Jawa, juga berfungsi sebagai awal modernisasi di Jawa.
Ada Kontroversi tentang Pembangunan Jalan Raya. Pemerintah Belanda sebenernya membayar para Pekerja sebanyak 30.000 gulden, tetapi penguasa Lokal yang menerima upah dari Daendels. Akibatnya upah tidak sampai kepada pekerja pembangunan jalan, yang menyebabkan banyak pekerja kehilangan pekerjaan. Dapat kita lihat salah satu contohnya yaitu penerapan sistem upah di wilayah Jawa Tengah. Daendels meminta para bupati menyiapkan sejumlah pekerja. Setiap pekerja yang sudah siap akan dibayar 10 sen, ditambah beras dan jatah garam setiap minggu. Namun sayangnya, catatan tentang pembayaran bupati kepada pekerja tidak ditemukan dalam arsip sejarah Indonesia, Belanda, dan Perancis.
ADVERTISEMENT
Setelah dana yang disiapkan Daendels untuk membayar tenaga kerja habis pada tahun 1808, Daendels pun menyerahkan pembangunan itu ke para penguasa pribumi. Dari hal ini, rakyat diwajibkan untuk kerja oleh para bupati untuk membangun jalan. Pembangunan jalan raya antara Cirebon dan Surabaya di jalankan dengan kerja wajib tanpa ada dana lagi untuk pembangunan proyek jalan, yang menyebabkan kerja paksa tanpa upah.
Penulis adalah Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Kom, FISIP Untirta