Konten dari Pengguna

Melawan Seksisme dalam Pemikiran dan Aksi Feminisme

Abrar Rizq Ramadhan
Hanya seorang pelajar yang tenggelam di lautan Humaniora. Mahasiswa Ilmu Sejarah - FIS - Universitas Negeri Semarang
15 Oktober 2023 15:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abrar Rizq Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi demonstrasi kaum feminis. (foto: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi demonstrasi kaum feminis. (foto: pexels.com)
ADVERTISEMENT
Hidup di zaman modern seperti saat ini, pergerakan dan kebangkitan pemikiran terkait kesetaraan gender merupakan sebuah hal yang umum. Kaum-kaum feminis dan SJW (Social Justice Warrior) menjadi marak dan menyebarkan segala argumen-argumennya demi mewujudkan dunia dengan situasi di mana patriarki bisa mati dan kesetaraan terhadap gender bisa terwujud.
ADVERTISEMENT
Sejatinya pemikiran ini telah lahir dan populer semenjak abad 19. Bahkan satu abad sebelumnya, tepatnya di akhir abad 18, perempuan telah memberikan peran penting bagi gerakan-gerakan revolusioner seperti kehadirannya dalam revolusi borjuis paling megah sedunia yakni Revolusi Prancis.
Revolusi yang terkenal dan disebut paling berpengaruh bagi dunia modern itu turut mengembangkan pemikiran kesetaraan gender, utamanya kehadiran kaum wanita dalam berlangsungnya peristiwa melegenda tersebut.
Maju ke beberapa periode setelahnya, feminisme kemudian semakin berkembang. Kehadirannya juga turut disamakan dan ditempatkan terhadap pemikiran-pemikiran kiri lainnya. Tidak jarang beberapa tokoh marxis juga ikut mendukung gerakan-gerakan kesetaraan gender. Karl Marx sendiri sebagai pencetus utama marxisme, menyebut bahwa revolusi dapat disokong dengan keterlibatan peran wanita didalamnya.
ADVERTISEMENT
Tidak sampai di situ, Vladimir Lenin selaku pendiri negara buruh Uni Soviet juga beranggapan dengan nada serupa, bahwasannya salah satu cara dalam membebaskan wanita dari patriarki adalah dengan mewujudkan revolusi proletariat di bawah panji-panji sosialisme serta mewujudkan prinsip kolektif bagi kelas pekerja.
Ilustrasi 3 wanita menyuarakan hak-haknya. (Foto: Pexels.com)
Sementara di era modern saat ini, gerakan feminis kian memuncak pada setiap aksi-aksi demonstrasi baik secara lapangan maupun media sosial. Contohnya secara praktik aksi lapangan adalah digelarnya Women’s March Jakarta yang menimbulkan banyak kontroversi dengan dibersamainya aksi tersebut dengan bendera LGBTQ+.
Selain dari praktik aksi lapangan, kita sebagai netizen media sosial tentunya juga sadar dengan beberapa komentar-komentar dari kaum feminis yang kerap meresahkan. Yang menjadi sebuah kemirisan adalah bahwa di era saat ini, feminisme justru terkesan seksis alias mendiskriminasi satu gender demi kepentingan kaum hawa.
ADVERTISEMENT
Karenanya, penulis di sini mencoba untuk membedah pemikiran feminisme secara tepat dan murni sehingga harapannya seksisme tidak mencampuri pemikiran tersebut yang berpotensi menjadi ekstrimis keras.

Konsep dan Tujuan Feminisme

Palang demo bertajuk "Hack the Patriarchy". (foto: pexels.com)
Apa sih makna dan tujuan dari pemikiran feminisme? Mengapa gerakannya di anggap perlu dalam keberlangsungan aksi revolusi? Secara sederhana, feminisme memiliki konsep dasar kesetaraan gender terhadap kaum perempuan yang secara sosial berada di bawah belenggu patriarki.
Perempuan juga memiliki hak dalam bersosial dan merasa bahwa dirinya setara dengan kaum adam. Tujuan dari feminisme adalah kematian patriarki sebagai pemegang strata sosial tertinggi sehingga wanita bisa berdiri sejajar dan duduk sama rata bersama laki-laki.
Dari konsep tujuan yang telah dijelaskan di atas dapat kita pahami dan tempatkan bahwa feminisme merupakan pemikiran revolusioner yang mengimpikan kesetaraan bagi wanita dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan hal-hal lainnya. Pemikiran ini bermula dari mimpi-mimpi feminis demi bisa menempatkan diri dalam kesejajaran strata sosial.
ADVERTISEMENT
Jika berpikir secara praktis, maka feminisme bukanlah hal yang buruk selagi pemikiran tersebut masih dalam keadaan utuhnya. Seorang idealis dan pemikir kiri juga pasti akan beranggap demikian bahwasannya perempuan juga memiliki hak dalam bersosial seperti memiliki pekerjaan diluar pengurus rumah tangga.
Feminisme memberikan sedikit cahaya bagi kaum perempuan bahwa mereka juga berhak untuk memiliki pekerjaan professional dan tidak selalu menjadi ibu rumah tangga. Anggapan bahwa perempuan hanya berakhir di rumah merupakan pemikiran usang yang datang dari budaya kolot sehingga menimbulkan paradigma bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh hidupnya berakhir sebagai ibu rumah tangga.
Pemikiran usang ini yang harus dilawan baik oleh kaum feminis maupun pihak progresif lainnya karena perempuan bisa lebih dari sekadar ibu rumah tangga. Karenanya feminisme sejatinya merupakan paham progresif yang ideal utamanya bagi kaum hawa.
ADVERTISEMENT
Namun yang menjadi permasalahan dan keresahan adalah bahwa kaum feminis kini justru berperilaku seksis yang menjadikan bumerang bagi mereka sendiri. Karena bagaimana bisa kesetaraan gender terwujud dari diskriminasi?
"Fight Sexism" (foto: pexels.com)
Yang sangat dikhawatirkan terhadap perkembangan feminsime adalah hadirnya seksisme di dalamnya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa feminisme di era saat ini telah tercemari seksisme atau diskriminasi gender.
Dari yang awal tujuannya berfokus pada menyetarakan gender antara wanita dan laki-laki, seksisme justru memecah keduanya menjadikan ketimpangan kelas sosial. Dari yang awalnya ingin mewujudkan sebuah tempat yang menerima wanita di dalam stratifikasinya, seksisme justru menimbulkan situasi di mana wanita dengan bebas melakukan aksi diskriminasi terhadap laki-laki dengan alasan mewujudkan feminisme.
ADVERTISEMENT
Sebuah alasan yang tidak masuk akal karena menyimpang dari tujuannya. Bagaimana mungkin kesetaraan gender bisa terwujud jika salah satu gender mendominasi? Termasuk dari kalangan perempuan. Karenanya seksisme tidak bisa ditempatkan dalam gerakan murni feminisme.
Feminisme adalah pemikiran progresif revolusioner, namun sebaiknya jangan terlalu radikal. Pada dasarnya semua yang masuk ke ranah radikal tidaklah baik. Sosialis radikal akan menjadi komunis. Nasionalis radikal akan menjadi fasis. Begitu juga dengan feminis yang harus dijaga kemurniannya.
Lagipula, feminisme tidak baik jika 100 persen terwujud. Bagaimana bisa jika beberapa pekerjaan terkhusus seperti kuli bangunan, dan pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya dilakukan oleh perempuan. Bukan bermaksud merendahkan, namun ada perasaan skeptis jika beberapa pekerjaan tersebut dikerjakan oleh perempuan.
ADVERTISEMENT
Ditambah masih ditemukan kasus di mana beberapa perempuan yang mengeluh jika dirinya tidak mendapatkan tempat duduk di dalam transportasi umum seperti Busway dan KRL, dan malah menyalahkan laki-laki yang tidak memberikan tempat duduk.
Dari kasus tersebut terlihat bagaimana kaum feminis tidak memaksimalkan pemikiran mereka. Kecuali memang dalam keadaan tidak mendukung seperti datang bulan yang mengharuskan perempuan untuk duduk.
Perempuan berhak dalam meraih pekerjaan di luar rumah tangga, namun pekerjaan kasar kiranya tidaklah cocok. Pekerjaan seperti advokat, tenaga didik, sekretaris dinilai cocok dan mumpuni bagi perempuan.
Hal tersebut dikarenakan beberapa pekerjaan tersebut tergolong ringan dari segi fisik sehingga perempuan bisa mengisi lubang tersebut dan menunjukkan keprakarsaannya sebagai feminis. Dengan seperti itu, seksisme bisa mati dan feminisme secara murni dapat terwujud tanpa perlu ada diksrimnasi antar gender.
ADVERTISEMENT