Konten dari Pengguna

5 Gender dalam Tradisi Masyarakat Bugis

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
17 Juli 2021 19:58 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selain laki-laki dan perempuan pada umumnya, tradisi masyarakat Bugis juga mengenal gender calalai, calabai, dan bissu.
Ilustrasi masyarakat Bugis yang masih teguh memegang tradisi. (Wikimedia Commons/Tropenmuseum)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masyarakat Bugis yang masih teguh memegang tradisi. (Wikimedia Commons/Tropenmuseum)
Suku Bugis, suku terbesar di Sulawesi Selatan, tinggal di sekitar Kota Makassar dan pedesaan. Banyak dari mereka menanam padi di sebelah utara kota.
ADVERTISEMENT
Kehebatan mereka sebagai pelaut dan pedagang membangun pengaruh di seluruh Indonesia dan Kepulauan Melayu. Meskipun hanya berjumlah sekitar enam juta di negara berpenduduk 270 juta, orang Bugis sering kali memunculkan sosok berpengaruh: contoh yang menonjol termasuk Jusuf Kalla, wakil presiden Indonesia; dan Najib Razak, mantan perdana menteri Malaysia.
Sharyn Graham Davies, seorang antropolog di Universitas Monash di Melbourne, Australia, menjelaskan bahwa dalam masyarakat Bugis ada lima jenis kelamin yang berbeda. Selain laki-laki dan perempuan pada umumnya, masyarakat Bugis juga mengenal calalai dan calabai.
Calalai dilahirkan dengan tubuh perempuan, tetapi mengambil peran gender tradisional laki-laki; mereka mungkin memakai kemeja dan celana panjang, merokok, memakai rambut pendek, dan melakukan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Calabai dilahirkan dengan tubuh laki-laki, tetapi mengambil peran gender perempuan, mengenakan gaun dan riasan dan menumbuhkan rambut panjang mereka.
Calabai tidak meniru wanita, Davies menjelaskan, tetapi menunjukkan rangkaian perilaku feminin mereka sendiri yang akan disukai oleh wanita pada umumnya. Dalam masyarakat Bugis, orang calabai dan calalai mungkin tidak disetujui di beberapa tempat, tetapi mereka ditoleransi secara luas, bahkan dianggap memainkan peran penting dalam masyarakat bugis. Perlakuan umum, dari komunitas mereka sendiri, pula tidak menyerang atau menganiaya mereka.
Jenis kelamin Bugis yang selanjutnya adalah bissu, yang dianggap bukan laki-laki atau perempuan, tetapi mewakili totalitas spektrum gender. Bissu, seperti calabai dan calalai, menunjukkan identitas mereka melalui pakaian: mereka sering memakai bunga, simbol tradisional feminin, tetapi membawa keris yang terkait dengan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Banyak bissu memang terlahir interseks. Tetapi, istilah tersebut memiliki implikasi di luar biologi. Sementara gender lainnya dalam tradisi Bugis sering digambarkan sebagai spektrum, bissu dianggap berada di atas klasifikasi ini: makhluk spiritual yang tidak berada di tengah-tengah antara pria dan wanita, melainkan mewujudkan kekuatan keduanya sekaligus.
Menurut kepercayaan masyarakat bugis, ketika bissu turun dari surga, mereka tidak berpisah dan menjadi laki-laki atau perempuan, seperti kebanyakan orang, tetapi tetap merupakan kesatuan suci dari keduanya. Dengan demikian, mereka dianggap sebagai perantara antar dunia dan menempati peran seperti dukun dalam agama Bugis. [*]