Konten dari Pengguna

Ancaman Penyakit dari Kuburan yang Bocor

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
30 Oktober 2018 16:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Memilih kuburan di lokasi dan kondisi tanah yang buruk, akan memberikan polusi bagi masyarakat di sekitarnya.
Ancaman Penyakit dari Kuburan yang Bocor
zoom-in-whitePerbesar
Foto: commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Selama ribuan tahun, manusia telah menyisihkan tempat-tempat khusus untuk mereka yang telah wafat. Tempat spesial itu terus meluas, seiring populasi yang kian tumbuh. Semakin banyak yang dikubur, ancaman polusinya pun sebetulnya konsisten meningkat.
"Pemakaman dapat dianggap sebagai jenis tempat pembuangan sampah khusus," tulis World Health Organization (WHO) dalam laporannya pada 1998. Tubuh manusia sebagian besar terbuat dari air, karbon, dan garam, mengandung kalsium, kalium, zat besi, dan senyawa lain, yang jika konsentrasinya terlalu banyak pada sebuah wilayah dapat menimbulkan risiko kerusakan tanah.
Ketika manusia meninggal, tubuhnya mulai membusuk dan berubah menjadi cairan asin yang dikenal sebagai necroleachate. Baunya cenderung amis, dan pada pemakaman tertentu di mana penguraian tubuh tidak dapat berlangsung baik (seperti tanah berpasir atau berkerikil) akan menyumbangkan masalah kontaminasi di udara.
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-19, misalnya, beberapa kasus pemakaman dengan kondisi tanah kurang bagus di Eropa telah mengkontaminasi pasokan air di perkotaan. Di Paris, Prancis, air di dekat area kuburan kala itu terasa manis dan berbau amis. Sementara di Berlin, Jerman, orang-orang yang tinggal di dekat pemakaman memiliki risiko lebih tinggi terkena tifus.
Beberapa patogen juga cenderung masih dapat bertahan meski telah dikubur bersama mayat di bawah tanah. Eunice Ubomba-Jaswa, manajer kualitas sumber daya air di Komisi Penelitian Air Afrika Selatan, menyebutkan escherichia coli , salmonella, clostridium perfringens , dan bacillus anthracis (pembawa anthrax), termasuk ke dalam daftar patogen yang resistan itu.
Daya tahan e-coli bahkan lebih dahsyat ketimbang jenis mikroba lainnya. Sebab selain kebal terhadap obat, e-coli masih mampu selamat dari biosida yang seharusnya membunuh mereka takala dikubur tanah.
ADVERTISEMENT
Sering kali, kuburan terletak di daerah rawan banjir, di dekat sumur, atau di tempat-tempat sensitif yang kemudian digunakan untuk perumahan dan industri. Di sinilah letak keteledoran manusia, yang menurut Matthys Dippenaar, ahli hidrogeologi di Universitas Pretoria, "Kuburan sering salah dianggap sebagai risiko (polusi) terendah."
Cara kuburan diletakkan dan dirancang pula memperburuk masalah tersebut. Khususnya pada pemakaman modern yang lebih mengandalkan penutupan mayat dengan peti mati atau tembok, ketimbang membiarkan mayat dikubur seutuhnya dengan tanah sepenuhnya. Sehingga saat kuburan modern ini bocor, tak ada penyaring untuk polusinya.
Semakin jauh dari perumahan penduduk, itulah lokasi pemakaman yang lebih ideal. Ditimbun dalam tanah yang subur, di area terpencil yang jauh dari populasi manusia. Agar mereka boleh terurai dengan baik dan tenang.
ADVERTISEMENT
Sumber: who.int | ncbi.nlm.nih.gov | bbc.co.uk