Bersembunyi dalam Kode, Upaya Jacobites Mengembalikan Kekuasaan Raja James II

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
17 Januari 2021 23:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jacobites | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Jacobites | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Pada abad ke-18, sebagian besar negara Eropa, termasuk Inggris, memiliki konflik keagamaan antara Katolik dan Protestan. Dua kepercayaan ini, punya banyak sekali perdebatan, bahkan mengarah kepada permusuhan dan saling intoleransi.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Inggris diperintah oleh Raja James II yang beragama Katolik. Sebagai seorang Raja, ia juga langsung ikut memerintah sebagian wilayah yang diisi oleh Protestan. Sebenarnya, orang-orang Protestan di sana tidak menerima hal tersebut, namun mereka bisa memberikan sedikit kelonggaran, setelah diketahui bahwa putri Raja James II ternyata beragama Protestan.
Sampai kemudian tahun 1688, ketika Raja James II memiliki seorang putra yang mengikuti kepercayaan ayahnya, memunculkan banyak ketakutan di antara penduduk protestan. Mereka percaya bahwa suatu hari nanti akan ada dinasti Katolik yang mengarah kepada “Kepausan” di wilayah mereka.
Saat melihat adanya kesempatan, menantu Raja James II, yakni Pangeran William, lantas membawa armada besar dari Belanda ke pantai Inggris untuk melakukan pemberontakkan. Raja James II seketika melarikan diri saat mengetahui rencana ini, sehingga Parlemen menyerahkan mahkota kepemimpinan kepada William, dan menjadikannya Raja William III yang sah di Inggris.
Pemberontakan Jacobites 1945 | Wikimedia Commons
Bagaimanapun, pengikut setia Raja James II, yang dikenal sebagai Jacobites, masih berharap agar Raja James II dapat kembali di tempat yang semestinya. Hal tersebut sayangnya tidak dapat terealisasikan sampai Raja James II meninggal dunia di tahun 1701. Para Jacobites pun mengalihkan kesetiaan mereka kepada putranya, James Francis Edward Stuart.
ADVERTISEMENT
Untuk mengembalikan kursi raja, para Jacobites harus menyembunyikan identitas asli mereka. Mereka sering kali memanfaatkan banyak kode dan rahasia untuk melakukan komunikasi dan melancarkan serangan. Mulai dari penggunaan kacamata, penggunaan gelas anggur, bahkan cara bersulang, para Jacobites ini menyisipkan beragam kode rahasia dalam tindakannya.
Kesuksesan cita-cita dari Jacobites baru menemukan celahnya ketika Raja William III meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan berkuda. Situasi ini menjadikan Anne, putri Raja James II (saudari Mary) menjadi Ratu yang memimpin Inggris. Garis keturunan Raja James II pun kembali mengendalikan kekuasaan tertinggi di Inggris, tetapi dengan tameng agama Protestan yang tidak mendukung eksistensi Jacobites.
Setelah itu, Jacobites kemudian menyebar ke beberapa tempat sambil meninggalkan barang-barang yang biasanya menjadi kode dalam perjuangan mereka, seperti gelas, kacamata, baki, dan lain sebagainya. Peninggalan yang ditegaskan sebagai bukti perjuangan mereka.
ADVERTISEMENT
Jacobites, seiring waktu, semakin berkembang pesat di Inggris. Bermula dari sebuah kedai minuman pada tahun 1715, pertemuan rahasia saat itu menjadi sebuah pemberontakkan terbuka. Mereka membawa sekitar 16.000 pasukan dari Skotlandia. Namun, pemberontakkan ini gagal karena kalah jumlah.
Dari sini Jacobites sama sekali belum putus asa, bahkan mereka tetap melanjutkan perjuangan sampai dipimpin langsung oleh cucu Raja James II, yakni Bonnie Prince Charlie. Setelah pemberontakan pada tahun 1745 yang juga gagal, Jacobites semakin bersembunyi dalam kerahasiaan. Keberadaan mereka kian samar-samar dan hampir tidak diketahui lagi.