news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ledakan Bulan 1178, Fenomena Alam atau Imajinasi Biarawan?

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
16 Januari 2021 22:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Free-Photos dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, biarawan Gervase menyatakan bahwa pada sore hari tanggal 18 Juni 1178, lima biarawan dari Canterbury melihat bulan sabit baru dan melihat bagian atasnya "terbelah dua" akibat ledakan. Ahli geofisika Jack Hartung lantas mengaikatkannya sebagai tabrakan asteroid di Bulan, yang memunculkan kawah Giordano Bruno sepanjang 22 kilometer.
ADVERTISEMENT
Jika benar, maka apa yang disampaikan oleh penulis abad ke-13 (Gervase) dan ahli geofisika dari Universitas Negeri New York adalah penegasan bawah kelima biarawan di Canterbury merupakan saksi awal dari penciptaan kawah di Bulan. Hal ini karena periode waktu pembentukannya sesuai dengan tanggal fenomena yang diamati.
Akan tetapi, terdapat masalah pada teori Hartung. Pertama, kawah Giordano Bruno tidak mungkin terbentuk hanya 800 tahun yang lalu. Menurut astronom Tomokatsu Morota, kawah Giordano Bruno berusia antara satu hingga sepuluh juta tahun.
Kosmogeolog Jörg Fritz juga memperkirakan usia kawah itu lebih dari satu juta tahun, dan menambahkan bahwa kawah semuda 800 tahun masih akan menunjukkan tanda-tanda kemudaannya, seperti peningkatan suhu akibat benturan. Sedangkan kawah Giordano Bruno tidak menunjukan tanda-tanda tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terbentuknya sebuah kawah dengan intensitas yang sangat besar akan menimbulkan sejumlah puing yang memicu badai meteor di Bumi hingga seminggu lamanya. Jika orang-orang pada tahun 1178 telah menyaksikan pembentukan kawah Giordano Bruno, mereka seharusnya juga menyaksikan hujan meteor yang hebat pada malam-malam berikutnya. Faktanya, tidak ada yang mencatat kejadian hujan meteor dalam sejarah astronomi mana pun dari seluruh dunia pada saat itu, termasuk di Eropa, Cina, Arab, Jepang, dan Korea. Hal ini menunjukkan bahwa para biksu tidak menyaksikan tabrakan asteroid.
Jadi apa sebetulnya yang dilihat para biarawan itu? Paul Withers, dari Lunar and Planetary Laboratory Universitas Arizona, yakin orang-orang itu hanya melihat meteorit meledak di atmosfer bumi sebelum cakram bayangan Bulan.
ADVERTISEMENT
Withers menyatakan bahwa para biksu kebetulan berada di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat, untuk melihat ke langit dan melihat meteor yang berada tepat di depan bulan langsung menuju ke arah mereka. Meteor tersebut terbakar di atmosfer bumi. Ia mendesis, menggelegak, dan berceceran.
Lebih jauh, Withers berpendapat bahwa orang-orang itu tidak melihat apa-apa sama sekali, karena bulan belum terlihat dari Canterbury pada tanggal 18 Juni 1178.
Kawah Giordano Bruno | Wikimedia Commons
Mungkinkah tanggalnya salah? Atau mungkin seluruh episode fantastis itu hanya dibuat-buat? Sejarawan astronomi, Peter Nockolds, percaya bahwa cerita Gervase adalah sebuah fantasi lengkap.
Para biarawan memiliki kebiasaan menghubungkan penampakan surgawi dengan kemenangan Kristen di Perang Salib. Gervase sendiri pernah mengaitkan fenomena atmosfer tahun sebelumnya dengan kekalahan tentara Islam.
ADVERTISEMENT
Fenomena bulan yang digambarkan pada tanggal 18 Juni 1178 dapat menjadi bagian dari propaganda, yang menahan prospek kekalahan Islam jika Frederick Barbarossa, Kaisar Romawi Suci, ikut campur. Bagaimanapun, kebenaran dari fenomena tersebut mungkin tidak akan pernah diketahui.