Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
"Pencurian" dan Rekayasa Ulang Pesawat Bom Tercanggih milik AS oleh Uni Soviet
17 Oktober 2020 1:28 WIB
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selama ini, dunia selalu menyebut hanya bom atomlah yang membuat Jepang kalah pada Perang Dunia Kedua. Padahal, ada peran Boeing B-29 Superfortress yang amat penting dalam mematahkan punggung Jepang. Beberapa bulan sebelum Bockscar mengirimkan muatan terakhir perang, ratusan B-29 Amerika Serikat (AS) telah terbang melintasi Pasifik dalam ribuan serangan mendadak untuk menghancurkan kota-kota Jepang serta kemampuan mereka untuk bertempur.
ADVERTISEMENT
Boeing B-29 Superfortress yang merupakan pesawat paling canggih saat itu membuat iri setiap bangsa. Dengan kecanggihannya, pesawat ini bisa mengendalikan senjata dari jarak jauh, memiliki kompartemen bertekanan, roda ganda, tiga roda pendarat, juga mesin yang luar biasa kuat. Boeing B-29 bisa membawa hingga 9.071 kilogram bom dan menjatuhkannya ke sasaran, yang jauhnya 4.828 kilometer. Ia bisa terbang dengan kecepatan 350 Mph pada ketinggian lebih dari 9.144 meter —jauh dari jangkauan sebagian besar pesawat dan senjata Jepang.
B-29 adalah generasi lebih depan dari Junkers Ju 290 Luftwaffe, dan bahkan lebih dari B-17 dan B-24 milik Boeing sendiri. Jepang bahkan tidak memiliki pengebom berat, dan pengebom paling canggih dalam inventaris Uni Soviet masih menggunakan aileron berlapis kain.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali, pemimpin Uni Soviet, Josef Stalin, meminta Presiden AS, F. D. Roosevelt, untuk memasok Uni Soviet dengan B-29 di bawah program bantuan militer AS —kesepahaman di antara negara-negara Sekutu untuk berbagi makanan, minyak, dan bahan di antara mereka sendiri.
Lantas, di bawah program tersebut, AS mengirim Soviet USD 11 miliar bahan, termasuk lebih dari 400.000 jip dan truk, 12.000 kendaraan lapis baja, 11.400 pesawat, hampir 2.000 lokomotif, 2,6 juta ton bensin dan minyak, dan 1,75 juta ton makanan. Satu-satunya permintaan yang mereka tolak adalah pengebom berat. AS tidak cukup mempercayai Stalin untuk membekalinya dengan teknologi yang dapat digunakan untuk melawan mereka.
Beruntung bagi Stalin, awak B-29 diperintahkan untuk mendarat di Rusia jika terjadi keadaan darurat. Pada musim panas 1944, keadaan darurat seperti itu menimpa tiga B-29 selama serangan bom ke Jepang. Ketiga pesawat yang mendarat di Vladivostok. Soviet segera membawa pasukan yang mengemudikannya ke sebuah fasilitas di Moskow. Para kru dikirim kembali ke rumah, sementara tuntutan untuk mengembalikan pesawat diabaikan.
ADVERTISEMENT
Rupanya, dengan ketiga pesawat ini, insinyur Soviet memulai salah satu proyek rekayasa ulang paling kompleks dan berani yang pernah ada. Dari ketiganya, yang satu dibongkar, yang kedua digunakan sebagai referensi dan yang ketiga digunakan untuk uji terbang.
Stalin memerintahkan agar B-29 disalin dengan tepat, hingga ke detail terkecil. Namun ternyata, Uni Soviet tidak memiliki kemampuan produksi untuk mereproduksi banyak bagian. Misalnya, B-29 menggunakan kulit aluminium 1/16 ″, sementara Soviet menggunakan sistem metrik, sehingga lembaran aluminium dengan ketebalan itu tidak tersedia bagi mereka.
Selain itu, Suku cadang harus direkayasa ulang untuk mengimbangi perbedaan kecil, kemudian memastikannya pas, dan seluruh pesawat bekerja seperti yang diharapkan. Tantangan terbesar adalah menduplikasi sistem kendali tembakan pusat yang rumit.
ADVERTISEMENT
Andrei Tupolev, insinyur utama proyek, terkejut ketika para insinyurnya melakukan hal yang mustahil dan luar biasa untuk menyelesaikan proyek ini. Dalam waktu kurang dari dua tahun, Benteng Super Soviet Tupolev Tu-4, sudah siap. Meskipun banyak tantangan, prototipe Tu-4 hanya memiliki berat sekitar 340 kg lebih banyak dari B-29, perbedaannya kurang dari 1 persen. Itu terlihat hampir identik dengan B-29. Ia memiliki lebar sayap, panjang badan pesawat, dan bahkan kecepatan, jangkauan, muatan yang sama, juga batas layanan yang sedikit lebih tinggi.
Pesawat itu terbang pertama kali pada 19 Mei 1947. Selanjutnya, pada 3 Agustus tahun yang sama, Uni Soviet mengadakan Hari Penerbangan di lapangan terbang Tushino di barat laut Moskow. Perwakilan dari semua angkatan udara utama hadir.
ADVERTISEMENT
Saat para diplomat Amerika berdiri menonton, mereka mendengar dengung yang familiar. Mereka melihat apa yang tampaknya merupakan tiga B-29 yang ditangkap. Lalu, saat pesawat keempat muncul, dunia tahu bahwa Soviet telah berhasil meniru Superfortress.
Tu-4 akhirnya diproduksi massal, dan pada tahun 1952, ketika produksi berakhir, sekitar 850 pengbom telah dibuat. Pengalaman berharga yang diperoleh selama desainnya meluncurkan program pengbom strategis Soviet, dan pada awal 1960-an, Tu-4 sudah ditarik, digantikan oleh pesawat yang lebih canggih. Varian Tu-4, Tu-4A, digunakan untuk membawa dan menjatuhkan bom nuklir Soviet pertama.