Sokushinbutsu, Memumifikasi Diri Sendiri

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
28 Desember 2018 17:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mereka meminum teh beracun demi membuat tubuh tak dapat dimakan oleh belatung
Foto: mumifikasi sokushinbutsu di Thailand | commons.wikimedia.org
ADVERTISEMENT
Praktik sokushinbutsu kali pertama dirintis oleh Kuukai lebih dari 1.000 tahun yang lalu di area kuil Gunung Koya, Prefektur Wakayama, Jepang. Dia ialah pendiri sekte Budha Shingon yang muncul dengan gagasan bahwa pencerahan dapat diraih melalui hukuman fisik dan memufikasi diri sendiri merupakan cara mengakhiri hidup.
Dalam metodenya, sokushinbutsu dimulai dengan 1.000 hari diet khusus yang hanya memakan kacang-kacangan dan biji-bijian. Proses ini diikuti dengan aktivitas fisik yang ketat demi menghilangkan lemak tubuh.
Selama 1.000 hari berikutnya para biksu hanya memakan kulit kayu dan akar. Kemudian, mereka mulai minum teh beracun dari getah pohon urushi, yang lazimnya digunakan untuk membuat mangkuk. Teh beracun ini memaksa muntah yang menghilangan cairan tubuh dengan cepat dan membuat tubuh terlalu beracun untuk dimakan oleh belatung (setelah mati).
ADVERTISEMENT
Pada tahap akhir, pengikut sekte Budha Shingon akan mengunci diri di makam batu yang sangat pas dengan ukuran tubuhnya, di mana dia tidak dapat bergerak. Setiap hari biksu ini akan membunyikan lonceng agar orang-orang tahu bahwa dia masih hidup; ketika bel berhenti berdering maka makam disegel.
Setelahnya, biksu-biksu lain akan menunggu 1.000 hari lagi sampai akhirnya membuka makam untuk melihat apakah mumifikasi telah berhasil. Dari rutusan biksu yang menjalani sokushinbutsu, dipercaya hanya sekitar 16 dan 24 saja yang muminya bertahan.
Ajaran dari Kuukai itu telah dilarang oleh pemerintah Jepang, bahkan tidak dipraktikkan lagi oleh sekte Buddha mana pun. Sementara sisa mumi-muminya masih terjaga di sekitar Prefektur Yamagata dan juga di beberapa kuil di Thailand.
ADVERTISEMENT
Sumber: japantimes.co.jp | atlasobscura.com