Tradisi Mengikat Kaki di China, Demi Keindahan dan Status Sosial

Absal Bachtiar
Pencinta Cerita dan Asal-usul Kata
Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 13:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Absal Bachtiar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kondisi kaki yang sudah terlalu lama diikat dan memakai sepatu lotus | Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi kaki yang sudah terlalu lama diikat dan memakai sepatu lotus | Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Penemuan jasad Huang Sheng, seorang istri kaisar China yang meninggal tahun 1243, adalah salah satu bukti awal dari suatu tradisi unik di China. Para ahli arkeologi menemukan kaki kecilnya berbentuk tidak biasa dan dibungkus kain kasa. Mereka awalnya mengira itu sebagai cacat, tetapi kemudian menyadari bahwa para kaum wanita di China tempo dulu juga memiliki bentuk yang sama.
ADVERTISEMENT
Tak lain, kondisi itu ialah akibat praktik lama yang kerap mematahkan dan mengikat kaki para gadis muda secara erat; dan mengubah bentuk serta ukurannya dengan menggunakan sepatu lotus kecil, yang lebih mirip sepatu boneka ketimbang untuk manusia.
Sepatu lotus | Wikimedia Commons
Praktik mengikat kaki disebutkan terinspirasi dari seorang penari di istana kaisar China pada abad ke-10. Ia adalah Yao Niang. Ia berusaha memikat Kaisar Li Yu dengan cara mengikat kakinya dan menari di atas jari kaki. Karena mengikat kakinya, gaya berjalan Yao Niang juga berubah: ia mengandalkan otot paha dan bokong sebagai penopang. Ia tampak lebih menarik saat berjalan.
Lambat laun, para wanita di istana mulai meniru dan mengikat kaki mereka seperti Yao Niang. Semakin lama diikat, kaki mereka menjadi lebih kecil. Mereka pun menjadikannya sebagai simbol status sosial.
Seorang wanita yang menjalankan tradisi ikat kaki di China | Wikimedia Commons
Tradisi mengikat kaki di China agak berbeda dengan praktik pinggang mungil di Inggris pada Era Victoria (yang melambangkan tingkat kehalusan wanita). Lebih dari sekadar soal penampilan, di China, ukuran kaki wanita bagaikan nilai mata uang. Semakin kecil ukuran inci kaki maka semakin mahal ia sebagai seorang pengantin wanita.
ADVERTISEMENT
Huang Sheng pun bukanlah satu-satunya wanita bangsawan China yang mengikuti tradisi pengikat kaki. Sekurang-kurangnya, ada tiga tokoh wanita lainnya yang cukup masyhur dan penting posisinya di China, yaitu Shangguan Wan'er (664-740 M), Li Qing-Zhao (1084-1151 M), dan Liang Hongyu (1100-1135 M), yang juga memiliki bentuk dan ukuran kaki tak biasa.
Fungsi dari tradisi itu mulanya ialah dorongan modis yang kemudian berubah menjadi ekspresi identitas orang-orang Han (suku mayoritas di China), setelah Mongol menginvasi China tahun 1279. Wanita China menjadikan praktik tersebut menjadi semacam kebanggaan etnis.
Hasil pindai bentuk tulang kaki wanita yang sudah terlalu lama diikat dan memakai sepatu lotus | Wikimedia Commons
Meskipun sempat ada upaya agar praktik mengikat kaki ini dihilangkan, seperti yang dicoba oleh Dinasti Manchu pada abad ke-17, namun usaha ini gagal karena nilai-nilainya sudah telanjur mengakar sebagai warisan budaya.
ADVERTISEMENT
Bagi orang Tionghoa, praktik itu adalah bukti keunggulan budaya mereka terhadap bangsa lain yang memerintah mereka. Ini menjadi suatu paham dari Konfusianisme, titik perbedaan lain antara Han dan seluruh dunia. Pada dasar nilainya, tradisi ini juga bentuk kepatuhan wanita terhadap keluarganya.