Konten dari Pengguna

Organisasi Profesi Apoteker di Era UU17/2023: Reposisi dan Relevansi

Ilham Hidayat
Apoteker Ber STR Kemenkes RI - Komisaris Klinik Pratama Monhal Persada - Founder Komunitas AI Farmasi (PharmaGrantha AI)-Pemerhati Kebijakan Kesehatan
11 Mei 2025 13:49 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kredit gambar: Ilustrasi buatan AI menggunakan ChatGPT/DALL·E oleh Ilham Hidayat (dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Perubahan besar sedang berlangsung dalam lanskap regulasi kesehatan Indonesia. Sejak disahkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, tatanan perizinan dan peran organisasi profesi (OP) tidak lagi sama. Di satu sisi, digitalisasi layanan publik melalui Satusehat SDMK dan Mall Pelayanan Publik (MPP) Digital mempercepat birokrasi dan memangkas ketergantungan pada jalur konvensional. Di sisi lain, peran OP yang dulunya lekat dengan kewenangan administratif seperti pengurusan STR dan SIP kini mengalami reposisi yang cukup fundamental.
ADVERTISEMENT
Di tengah perubahan ini, muncul pertanyaan krusial: masih relevankah OP apoteker jika tidak lagi menjadi pintu masuk perizinan? Apakah organisasi profesi hanya akan menjadi simbol tanpa fungsi konkret, atau justru menjelma sebagai pilar penting dalam penguatan kompetensi, advokasi, dan etika profesi?
Tulisan ini hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut, dengan memetakan kembali peranan dan fungsi organisasi profesi apoteker di era -UU 17/2023. Mulai dari perannya dalam mendampingi proses digitalisasi layanan, mengadvokasi keadilan kerja sama, hingga merancang sistem pembelajaran berkelanjutan yang mudah, murah, dan mandiri—OP dituntut untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bertransformasi dan memimpin perubahan.

Deregulasi Perizinan dan Tantangan Literasi Regulasi

Transformasi besar terjadi dalam sistem perizinan tenaga kesehatan, termasuk profesi apoteker. Saat ini, Surat Tanda Registrasi (STR) tidak lagi diurus melalui organisasi profesi, melainkan langsung oleh pemerintah melalui Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) menggunakan platform digital Satusehat SDMK. STR kini berlaku seumur hidup, dan biaya pengurusannya masuk dalam skema Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan tarif yang sangat terjangkau—Rp250.000 untuk penerbitan pertama, dan gratis untuk peralihan dari sistem sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Setelah STR diterbitkan, pengurusan Surat Izin Praktik (SIP) dilakukan melalui platform Mall Pelayanan Publik (MPP) Digital, yang dikelola oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di tingkat kabupaten/kota. Seluruh proses ini bersifat digital, gratis, dan tidak lagi melibatkan OP dalam tahapan administratifnya.
Kondisi ini menandai berakhirnya kewenangan OP dalam aspek administratif perizinan. Namun di balik itu, tantangan baru justru muncul: rendahnya literasi digital dan pemahaman regulasi di kalangan sebagian anggota. Di sinilah peran OP tetap sangat penting—sebagai fasilitator edukasi, pendamping teknis, dan jembatan informasi antara sistem baru dan para anggotanya. OP harus memastikan bahwa setiap anggotanya mampu menjalani proses baru ini dengan lancar, tanpa kesalahpahaman atau ketertinggalan informasi.
ADVERTISEMENT

Advokasi Legalitas Fasilitas dan Praktik Kolaboratif

Di luar perizinan, praktik keprofesian apoteker juga kerap beririsan dengan aspek legalitas fasilitas dan kerja sama dengan pihak lain. Dalam hal ini, OP memiliki peran penting sebagai pendamping dan penjaga kepentingan profesional anggotanya.
Pertama, dalam hal pendirian dan operasionalisasi fasilitas, OP dapat memberikan bimbingan teknis dan advokasi dalam proses pengurusan:
• Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),
• Sertifikat Laik Fungsi (SLF),
• Izin operasional dan NIB sesuai klasifikasi usaha apotek atau klinik.
Kedua, OP juga berperan aktif dalam telaah Perjanjian Kerja Sama (PKS), baik dalam konteks:
ADVERTISEMENT
Dalam dua konteks tersebut, OP berfungsi sebagai penyaring risiko eksploitasi dan ketimpangan relasi kuasa, serta menjamin bahwa hak, tanggung jawab, dan otoritas profesional apoteker tetap terlindungi dan dihormati dalam struktur kerja sama yang berlaku.

Pembelajaran Berkelanjutan dan Penguatan Kompetensi

Dalam era praktik yang semakin kompleks, kemampuan apoteker tidak boleh berhenti pada ijazah dan pelatihan awal. Justru sebaliknya, dibutuhkan sistem pembelajaran yang terus berkembang dan relevan dengan kebutuhan nyata di lapangan. Di sinilah organisasi profesi memegang peran vital sebagai arsitek pembelajaran berkelanjutan.
OP dapat merancang dan menyelenggarakan program-program peningkatan kompetensi yang:
Lebih jauh, OP bisa menjadi katalis pembelajaran lintas sektor dengan menyusun materi berbasis studi kasus, sesi mentoring antar sejawat, diskusi tematik, dan forum ilmiah terbuka. Dengan begitu, anggota tidak hanya mendapatkan pengetahuan teknis, tetapi juga keterampilan komunikasi, manajerial, dan etika yang sangat dibutuhkan dalam praktik profesional masa kini.
ADVERTISEMENT
Dalam kerangka kelembagaan yang baru, peran pengembangan keilmuan dan kompetensi apoteker juga disiapkan oleh pemerintah tanpa kehilangan independensinya dalam pengembangan ilmu kefarmasian melalui Kolegium Farmasi (KolFar) sebagai alat kelengkapan dari Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). Kolegium bertanggung jawab menyusun standar kompetensi dan kurikulum pembelajaran berbasis praktik yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat.
Untuk itu, OP perlu bersinergi dengan Kolegium Farmasi secara erat dan strategis—membangun kemitraan akademik dan praktik, memperkuat jejaring keilmuan, serta mendorong inovasi kurikulum dan sertifikasi profesi. Kolaborasi ini harus didasari semangat kebaruan dan keberanian untuk meningkatkan marwah profesi apoteker di tengah dinamika transformasi sistem kesehatan.
Pendek kata, OP perlu bertransformasi menjadi pusat belajar profesional yang dinamis, menjawab kebutuhan anggota bukan berdasarkan kewajiban administratif, melainkan kebutuhan riil untuk tetap relevan dan unggul.
ADVERTISEMENT

Sosialisasi Strategi SKP: Mudah, Murah, Mandiri

Dengan diterapkannya sistem digital nasional, pelaporan dan pencapaian SKP (Satuan Kredit Profesi) kini menjadi bagian integral dari platform resmi pemerintah. Melalui SKPPlatform dan Plataran Sehat yang terintegrasi dalam Satusehat SDMK, tenaga kesehatan, termasuk apoteker, kini dapat:
Dalam konteks ini, Organisasi Profesi memiliki peran penting dalam menyosialisasikan dan membimbing penggunaan sistem resmi tersebut kepada para anggotanya. OP harus memastikan bahwa sejawat:
ADVERTISEMENT
Namun, bila terdapat aplikasi tambahan yang bersifat sukarela, hanya digunakan untuk perekapan pelaporan internal, dan tidak menggantikan sistem resmi, maka penggunaannya tetap diperbolehkan sebagai pilihan pribadi.
Dengan pendekatan ini, SKP dapat dikelola sebagai bagian dari penguatan kompetensi yang nyata, bukan sekadar formalitas administratif. OP hadir untuk memastikan SKP menjadi alat pemberdayaan, bukan beban yang memberatkan.

Penegakan Etika dan Pelindung Profesi

Selain aspek administratif dan pembelajaran, peran paling mendasar dari organisasi profesi adalah menjaga nilai, martabat, dan integritas profesi itu sendiri. Dalam konteks ini, OP bertugas sebagai penjaga garda etik dan pelindung profesionalisme sejawat.
UU No. 17 Tahun 2023 beserta turunannya, termasuk Permenkes No. 13 Tahun 2024, telah menetapkan pembentukan Majelis Disiplin Profesi (MDP) sebagai lembaga yang bertugas menangani penegakan disiplin praktik tenaga kesehatan. MDP berada di bawah struktur Konsil Kesehatan Indonesia dan memiliki peran resmi dalam menindaklanjuti pelanggaran etik dan disiplin profesi berdasarkan kerangka hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya MDP, mekanisme penegakan etik menjadi lebih terstruktur, formal, dan terlembagakan. Namun hal ini tidak menghilangkan fungsi OP. Justru sebaliknya, OP berperan sebagai mitra strategis dalam:
OP juga tetap menjadi ruang mediasi jika terjadi konflik antar sejawat, serta bertanggung jawab menjaga marwah profesi di ruang publik. Dalam ekosistem baru ini, OP dan MDP harus saling melengkapi, bukan tumpang tindih. MDP bertindak sebagai penegak hukum etik formal, sementara OP berperan sebagai penjaga budaya etik kolegial.
Dengan demikian, keberadaan OP tetap krusial untuk memastikan bahwa apoteker tidak hanya menjadi profesional teknis, tetapi juga panutan moral dalam sistem kesehatan nasional yang makin kompleks dan terbuka.
ADVERTISEMENT

Penutup

Reposisi organisasi profesi apoteker di era UU No. 17 Tahun 2023 bukanlah akhir dari perannya, melainkan awal dari fungsi yang lebih strategis dan substantif. Ketika perizinan administratif sudah digital, gratis, dan tidak lagi menjadikan OP sebagai pintu wajib, maka justru terbuka ruang untuk OP tampil sebagai penguat kompetensi, penjaga etika, dan mitra sejati anggota dalam menghadapi tantangan praktik profesional.
OP apoteker harus mampu menyesuaikan diri dari peran birokratis ke peran advokatif, edukatif, dan kolaboratif. Dengan demikian, keberadaannya akan terus relevan, dibutuhkan, dan dihormati oleh anggotanya, pemerintah, maupun masyarakat.
Kini saatnya OP mengambil peran baru dalam sejarahnya—bukan sekadar organisasi, melainkan ekosistem profesional yang hidup dan berdampak.