Dedy Yansyah, Pegiat Konservasi Aceh Raih Whitley Awards 2022 di Inggris

Konten Media Partner
29 April 2022 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dedy Yansyah, pegiat konservasi Aceh dari Forum Konservasi Leuser (FKL) menerima penghargaan Whitley Awards 2022 di Inggris. Foto: Dok. WFN
zoom-in-whitePerbesar
Dedy Yansyah, pegiat konservasi Aceh dari Forum Konservasi Leuser (FKL) menerima penghargaan Whitley Awards 2022 di Inggris. Foto: Dok. WFN
ADVERTISEMENT
Pegiat konservasi Aceh, Dedy Yansyah, dari Forum Konservasi Leuser (FKL) menjadi salah satu dari enam pemenang Whitley Awards 2022. Dedy menerima penghargaan dari badan amal konservasi satwa liar Inggris, Whitley Fund for Nature (WFN), dalam upaya penyelamatan spesies badak Sumatera dari ancaman kepunahan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh.
ADVERTISEMENT
Dedy bersama lima pemenang lainnya dari berbagai negara menerima penghargaan tersebut pada perhelatan Whitley Awards yang digelar di London, Inggris, pada Rabu (27/4/2022). Hal itu disampaikan FKL melalui keterangan tertulis pada Jumat (29/4).
Dijelaskan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama FKL dan organisasi mitra menginisiasi Rencana Aksi Darurat (RAD) Badak Sumatera lewat upaya penyatuan individu-individu yang terisolir ke Suaka Badak Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary/SRS) pertama di Aceh yang sedang dalam proses pembangunan. SRS Aceh nantinya diharapkan dapat mengikuti kesuksesan SRS Way Kambas di Lampung dalam program pengembangbiakan badak Sumatera dimana baru-baru ini individu badak Sumatera berhasil dilahirkan di tempat tersebut.
"Kemungkinan besar upaya ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menyelamatkan sisa populasi badak Sumatera dari kepunahan,” kata Dedy usai menerima penghargaan Whitley Awards 2022.
Badak Sumatera. Foto: Dok. KLHK
Selain itu, Dedy menyebutkan bahwa populasi badak di Leuser semakin terisolir dan terpisah satu sama lain sebagai akibat dari berbagai pembangunan jalan, perambahan dan penebangan yang membelah kawasan hutan. "Hal ini telah mempersulit populasi untuk berkembang biak secara alami di habitat aslinya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, menurut Dedy, untuk menyelamatkan populasi badak diperlukan upaya penyatuan populasi yang tersisa.
Ia menambahkan, RAD ini juga untuk memastikan perlindungan intensif dari populasi badak liar melalui pengawasan ekstra yang terus dilakukan. KEL adalah salah satu harapan bagi populasi badak Sumatera di dunia yang sedang menghadapi risiko kepunahan. Berbagai ancaman telah mendorong spesies ini menuju jurang kepunahan dengan kondisi sisa populasi saat ini kurang dari 80 individu.
Dedy menjelaskan, perburuan cula badak menjadi penyebab awal penurunan drastis ini, namun berbagai upaya intensif dari tim patroli FKL yang mendukung otoritas Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh telah berhasil menjaga dan mempertahankan tingkat perburuan badak tetap 'di angka nol'.
ADVERTISEMENT
Dengan menerima penghargaan Whitley Awards 2022, Dedy akan bekerja sama dan mendukung upaya pemerintah dalam pemantauan dan patroli hutan untuk mencegah perburuan dan mengamankan habitat badak di Leuser. Whitley Awards ini diberikan kepada tokoh-tokoh di garda terdepan dari seluruh dunia yang bekerja dekat dengan masyarakat di akar rumput untuk kelestarian keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim, dan kesejahteraan manusia dengan total hadiah mencapai £40,000.
Dedy menambahkan, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) telah dikenal dunia sebagai tempat terakhir di bumi di mana badak, gajah, harimau, dan orang utan hidup berdampingan di alam liar. Masing-masing memainkan peran vital bagi kelangsungan ekosistem, badak memainkan perannya dengan meregenerasi memakan buah-buahan kemudian menyebarkan kotoran yang kaya nutrisi, penuh dengan benih tumbuhan, ke seluruh penjuru hutan.
ADVERTISEMENT
Ia menyampaikan bahwa simbiosis mutualisme antara eksistensi badak-hutan ini tidak dapat digantikan oleh spesies lain, yang berarti kepunahan badak akan berdampak besar pada bentang alam, mencakup 2,2 juta hektare hutan di Aceh di mana 4 juta masyarakat Aceh menggantungkan hidupnya.
"Kita sering lupa betapa manusia sangat bergantung pada alam. Ketika kita berbicara tentang melestarikan lingkungan, kita benar-benar berbicara tentang menjaga masa depan kita, karena alam menyediakan sumber daya penting untuk kelangsungan hidup kita dan generasi berikutnya," ujar Dedy.