DPR Aceh Bentuk Panitia Khusus Revisi Ketiga Qanun Wali Nanggroe

Konten Media Partner
13 April 2022 15:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sidang paripurna di gedung DPR Aceh. Foto: Habil Razali/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sidang paripurna di gedung DPR Aceh. Foto: Habil Razali/acehkini
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh membentuk panitia khusus revisi ketiga Qanun Nomor 8/2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe. Panitia ini ditetapkan dalam sidang paripurna di DPR Aceh, Kota Banda Aceh, Selasa (12/4) malam.
ADVERTISEMENT
Panitia khusus tersebut akan membahas berbagai hal berkenaan dengan perubahan qanun. "Masa kerja panitia khusus berakhir setelah selesai seluruh proses pembahasan atau paling lama 30 september 2022," kata Sekretaris DPR Aceh, Suhaimi, Selasa.
Pelaksana Tugas Ketua DPR Aceh, Safaruddin, mengatakan sesuai aturan, pembentukan panitia khusus dilakukan dalam rapat paripurna atas usul anggota DPR Aceh dengan pertimbangan Badan Musyawarah DPR Aceh.
Pelaksana Tugas Ketua DPR Aceh, Safaruddin. Foto: Suparta/acehkini
Sejak disahkan pada 2012, Qanun Aceh tentang Lembaga Wali Nanggroe sudah mengalami dua kali revisi. Perubahan pertama 2013, kedua 2019. Revisi ketiga tersebut disebut bertujuan menguatkan Lembaga Wali Nanggroe.
Revisi Qanun Wali Nanggroe mulanya diusulkan oleh Panitia Khusus Lembaga Wali Nanggroe DPR Aceh dalam sidang paripurna, awal September 2021. Juru Bicara Panitia Khusus Lembaga Wali Nanggroe DPR Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya, kala itu menyebut tujuh alasan revisi qanun itu. "Salah satunya menyangkut periodesasi jabatan Wali Nanggroe," katanya.
ADVERTISEMENT
Menurut Saiful, periodesasi jabatan Wali Nanggroe tidak dibatasi paling lama dua periode (satu periode lima tahun). Sebab, jabatan itu berbeda dengan jabatan lain di pemerintahan yang tidak punya kewenangan keuangan dan eksekutorial.
Penghapusan batasan masa jabatan Wali Nanggroe karena kedudukannya mulia, individual, serta independen. "Sehingga tidak mudah mencari figur yang tepat dan dapat dihormati semua pihak baik di tingkat Aceh, tingkat nasional, maupun internasional," ujar Saiful.
Saiful Bahri mengatakan kewenangan Wali Nanggroe sebagai pemimpin adat akan diperkuat dalam qanun revisi sehingga berdampak dalam kehidupan masyarakat Aceh, sebagaimana peran Wali menjaga kekayaan khazanah dan perdamaian Aceh.
"Dalam hal adat, Wali Nanggroe sebaiknya diberi kewenangan yang cukup untuk bisa memanggil dan memberikan nasehat dan atau pendapatnya terhadap sebuah masalah yang ada dalam masyarakat Aceh," kata Saiful.[]
ADVERTISEMENT