Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Elemen Sipil Aceh Protes Jam Malam: Seperti Operasi Militer di Masa Konflik
2 April 2020 19:58 WIB
ADVERTISEMENT
Sejumlah elemen masyarakat sipil Aceh protes terhadap pemberlakukan jam malam , yang sedang berlangsung di Aceh dalam upaya pencegahan virus corona atau COVID-19.
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, menilai pemberlakuan jam bukanlah langkah tepat dalam melawan virus corona. “Seharusnya karantina wilayah dengan operasi kesehatan, jangan seperti operasi militer di masa konflik Aceh,” kata Hendra Saputra, Koordinator Kontras Aceh, Kamis (2/4/2020).
Menurut Hendra, jam malam yang diberlakukan dengan menutup jalan-jalan protokol, penutupan warung dan toko-toko, hampir persis dialami saat penerapan Darurat Militer di Aceh dulunya. “Suasana malam seperti masa konflik dulu, dikhawatirkan menimbulkan trauma warga,” sebutnya.
Jam malam bukan upaya efektif mencegah penyebaran virus, karena aktivitas masyarakat berlangsung seperti biasanya saat siang hari. “Keramaian pada siang hari terlihat di beberapa titik perbelanjaan dan lokasi lainnya, jadi buat apa diberlakukan jam malam," katanya.
KontraS meminta apa pun sikap pemerintah dalam mencegah virus corona dapat mempertimbangkan dampak ekonomi masyarakat. Memberikan solusi bagi mereka yang berdampak, serta memastikan pemenuhan kebutuhan dasar mereka.
ADVERTISEMENT
KontraS Aceh juga meminta pemerintah tegas membatasi jalur masuk dan keluar dari Aceh, baik jalur darat, laut dan udara. Pembatasan itu harus dikecualikan untuk distribusi logistik dan yang terkait dengan kebutuhan medis. Pemerintah Aceh juga perlu melakukan upaya preventif untuk penyebaran COVID-19 dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menampung Orang Dalam Pengawasan (ODP) yang baru pulang dari luar Aceh.
Sementara itu, Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN) meminta Forkopimda Aceh untuk segera meninjau ulang kebijakan jam malam dengan mencabut maklumat tersebut. “Tidak efektif, malah berdampak negatif bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,” kata Fadli Espece, Sekjen KMPAN.
Menurutnya, jam malam justru mengingatkan suasana trauma masa konflik di Aceh, apalagi saat ini beredar wacana Darurat Sipil dari pemerintah pusat. Pelarangan harusnya mengarah kepada acara yang menimbulkan keramaian dan mengumpulkan banyak orang, bukan melarang keluar malam secara total. “Banyak orang yang harus mencari rezeki untuk keberlangsungan hidupnya di waktu tersebut akan dirugikan,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Melarang masyarakat untuk keluar di malam hari justru cacat secara logika. Secara tidak langsung pemerintah sedang mensosialisasikan seolah-olah virus corona hanya bekerja di malam hari, padahal virus itu tidak bekerja dengan sistem shift pagi dan shift malam.
Kata Fadli, perlu disadari bahwa semua virus corona yang menyebar di Aceh hari ini merupakan produk impor dari luar daerah dan luar negeri. Oleh karena itu, jika pemerintah serius bekerja untuk menghentikan penyebaran wabah ini, segera melakukan penutupan total semua jalur darat, laut, dan udara yang merupakan pintu masuk ke provinsi Aceh, bukan dengan cara penerapan jam malam.
“Orang dari luar Aceh justru masih dapat masuk bebas seperti TKA Asing yang ditolak di Nagan Raya beberapa waktu yang lalu,” kata Fadli.
ADVERTISEMENT
Maklumat jam malam di Aceh dikeluarkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh sejak Minggu (29/3), berlangsung sampai Jumat (29/5). Jam malam berlaku pada pukul 20.30 WIB sampai pukul 05.30 WIB. []
Bagaimana suasana Kota Banda Aceh saat pemberlakuan jam malam? Lihat video berikut: