Hukum Cambuk di Aceh: Pernah Mendera 6 Warga Kristen dan 3 Buddha

Konten Media Partner
3 Agustus 2019 1:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah seorang warga dicambuk di halaman Masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh, Kamis (1/8). Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Salah seorang warga dicambuk di halaman Masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh, Kamis (1/8). Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Hukuman cambuk di Aceh kembali mendera salah seorang penganut agama Buddha, berinisial RO. Pria asal Sumatera Utara itu divonis bersalah karena terbukti ikhtilath atau bermesraan dengan pasangan tidak sah. Tindakannya melanggar Pasal 25 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
ADVERTISEMENT
RO ditangkap oleh Polisi Syariat atau Wilayatul Hisbah (WH) bersama pasangannya yang beragama Islam, NM, di sebuah hotel di Banda Aceh. Keduanya dicambuk dengan 27 kali cambukan di halaman Masjid Baitussalihin, Ulee Kareng, Banda Aceh, Kamis (1/8/2019).
Bukan hanya RO, penganut Buddha yang pernah merasakan hukum cambuk di Aceh, tetapi ada 2 lainnya penganut Buddha, dan 6 penganut kristen yang dicambuk karena melanggar Qanut Jinayat.
Cambuk pertama untuk warga nonmuslim, dikenakan kepada penganut Kristen, berinisial RS (60 tahun). Dia dicambuk 28 kali pada 12 April 2016, di Takengon, Aceh Tengah. Perempuan tersebut terbukti menjual minuman keras di sana, dan ditangkap polisi syariah.
Selanjutnya menimpa AS (57 tahun) dan AA (60 tahun), dua pria keturunan Tionghoa beragama Buddha. Mereka dicambuk masing-masing 9 dan 7 kali, di Kota Jantho, Aceh Besar pada 10 Maret 2017. Mereka terbukti terlibat dalam permainan judi sabung ayam.
ADVERTISEMENT
Pada 19 Januari 2018, giliran JS yang beragama Kristen dicambuk 36 kali di halaman Masjid Baitussalahin, Ulee Kareng. JS sebelumnya tertangkap menjual minuman keras di Banda Aceh.
Kemudian hukuman cambuk dengan rotan juga dirasakan DS (61 tahun) dan TNH (45 tahun), warga Banda Aceh beragama Kristen, pada 27 Februari 2018. Mereka meminta sendiri hukuman cambuk di depan hakim Mahkamah Syariah Banda Aceh, saat persidangan kasus.
DS dan THH masing-masing dicambuk 8 dan 7 kali, karena terbukti bermain judi. Eksekusi terhadap mereka dilaksanakan di halaman Masjid Babussalam, Lampaseh Aceh, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.
Selanjutnya giliran Kejaksaan Negeri Kabupaten Nagan Raya, Aceh, menggelar eksekusi cambuk terhadap TZ, warga Kristen. Ia didera 45 kali cambuk karena terbukti menjual minuman keras. Pelaksanaan hukuman berlangsung pada 15 Mei 2018, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Meulaboh.
ADVERTISEMENT
Kemudian seorang penganut Kristen berinisial DN (56 tahun) juga dicambuk karena terbukti menyimpan dan menjual minuman keras. Dia didera 17 kali cambuk di Stadion Tunas Bangsa, Kota Lhokseumawe, pada 7 Agustus 2018.
Hukum cambuk untuk warga selain Islam ikut diatur dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Pasal 5 berbunyi, Qanun ini berlaku untuk:
a. Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah (tindak pidana-red) di Aceh;
b. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat;
c. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan
ADVERTISEMENT
d. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh. []
Reporter: Adi Warsidi