Kematian Tragis Kapten Paris, Usai Kelewang Aceh Membelah Dadanya (13)

Konten Media Partner
18 November 2021 10:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kelewang Aceh, salah satu senjata jarak dekat paling ditakuti selain rencong dalam sejarah perang Belanda di Aceh. Banyak kisah tertulis tentangnya, salah satunya dalam kisah kematian Kapten J Paris.
Kapten J Paris. Foto repro dari buku The Dutch Colonial War in Aceh
Kapten J Paris, salah satu perwira Belanda yang fasih berbahasa Aceh. Ia tewas dalam pertempuran jarak dekat dengan pasukan Cut Ali di Bakongan, Aceh Selatan pada 3 April 1926. Dalam pertempuran tersebut, Kapten Paris mati bersamanya dua orang kadet dan tiga orang marsose, sementara 12 orang serdadu lainnya luka parah.
ADVERTISEMENT
Tjoetje dalam bukunya Perkuburan Belanda Peutjoet Membuka Tabir Sejarah Kepahlawaban Rakyat Aceh (1972) mengisahkan, pertempuran jarak dekat itu terjadi di Gampong Sapek, Bakongan, Aceh Selatan.
Cut Ali merupakan pemimpin gerilyawan perang Aceh di bagian barat selatan yang sangat ditakuti. Kelompok pejuang ini sering menyerang patroli Belanda secara tiba-tiba, kemudian meninggalkan mayat-mayat tentara Belanda begitu saja dan membawa lari senjata-senjatanya. Karena itu pula, Belanda menjuluki kelompok Cut Ali ini dengan sebutan ‘de jahat’ di Bakongan.
Saat pertempuran, kelompok Cut Ali berhasil membuat Kapten Paris tewas. Ia dibacok dengan kelewang oleh pejuang Aceh, tebasan pertama kelewang mengenai lengannya, oleh Belanda ini disebut sebagai eerster houw atau bacokan pertama.
ADVERTISEMENT
Sementara tebasan selanjutnya disebut houw bovenop yakni tebasan puncak dari leher membelah rongga dada. Bacokan kedua inilah yang menyebabkan Kapten Paris hoyong dan jatuh tak berdaya.
Kelewang yang dipakai warga Aceh, 1900. Dok. KITLV
Sebelumnya, Kapten Paris kerap lolos dalam beberapa pertempuran, dia diisukan memiliki ilmu kebal. Namun hal itu dibantah oleh Kolonel Du Croo dan Scmidt dalam buku Generaal Swart: Pacipicator Van Atjeh. Bantahan yang sama juga diungkapkan dalam buku Peringatan 50 Tahun Marsose Aceh yang ditulis oleh panitia khusus pimpinan Redactuerschap Mayor P Doup.
Berbeda dengan para opsir dan perwira Belanda lainnya yang mati di Aceh dan dikuburkan di Kerkhof Peucut. Namun, Kapten Paris dimakamkan di Kota Hastings, Inggris atas permintaan istrinya. Mayatnya dibawa dari Bakongan ke Kutaraja (Banda Aceh) lalu ke Sabang dan dengan Kapal Samoedra dibawa pulang ke Inggris.
ADVERTISEMENT
Pada kuburan Kapten Paris diukir dua kepingan surat. Satu dalam bahasa Inggris dari istrinya, satu lagi dalam Bahasa Belanda dari tiga komandan marsose di tiga bivak, yakni Komandan bivak Jeuram, komandan bivak Lamie, dan komandan bivak Kuala Bhee. Ketiga bivak ini tunduk kepada Divisi Marsose I Meulaboh, tempat Kapten Paris pernah menjadi komandannya. []
Perkampungan warga di Bakongan, Aceh Selatan. Dok. KITLV