Kisah Anak di Kota Sabang: Cerita Orang Tua Usai Bayi Mendapat Gaji (2)

Konten Media Partner
6 Oktober 2021 11:53 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Anak-anak diberikan gaji sejak lahir oleh Pemerintah Kota Sabang, dengan sejumlah syarat. Alhasil, orang tua pun pintar merawat anak dan kunjungan ke Posyandu meningkat drastis.
Tugu Kilometer Nol, Sabang. Foto: Suparta/acehkini
Tanvir Alfariski (7 bulan) tak rewel saat dipindahkan dari gendongan ibunya ke timbangan ayunan. Kader Posyandu memandu, sambil mencatat detil berat badan di kartu pencatatan khusus untuk merekam perkembangannya.
ADVERTISEMENT
Beratnya 9 kilogram, angka normal untuk bayi seusianya. Selesai urusan di ayunan yang tergantung pada pintu masuk, Tanvir dibawa ke dalam untuk dibaringkan di sebuah alat pencatatan tinggi badan, lalu dicatat lagi.
Sesaat kemudian, para petugas kesehatan dan ahli gizi dari Puskesmas berkomunikasi dengan ibu Tanvir, Ulfia Rahmi (32 tahun). Membahas soal makanan bergizi, hingga terkait tumbuh kembang si bayi. Usai giliran Tanvir, puluhan ibu dan bayi lainnya antre untuk mendapatkan perlakuan sama.
Begitulah suasana Posyandu di Gampong Paya Seunara, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Kamis pagi awal Juni 2021. Lokasinya memanfaatkan bangunan meunasah gampong, difungsikan sebulan sekali. “Di Paya Seunara sendiri ada 3 Posyandu, selain di sini ada 2 di tempat lain, dan 1 Pokbang (Kelompok Penimbang) yang aktif setiap bulan,” jelas Nurbaiti, Kader Posyandu Paya Seunara sekaligus Tim Validasi Data Geunaseh.
ADVERTISEMENT
Baca laporan sebelumnya:
Geunaseh adalah singkatan dari Gerakan untuk Anak Sehat, sebuah program unggulan di Kota Sabang untuk menekan angka stunting dan gizi buruk anak, digulirkan sejak 2019 disupervisi UNICEF dan Flower Aceh. Kebijakan disertai dengan bantuan dana tunai sebesar Rp 150 ribu setiap bulannya kepada semua anak berusia 0 hingga 6 tahun. Orang tua diwajibkan ikut semua layanan yang terintegrasi dengan Geunaseh, seperti Posyandu, konseling gizi dan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak), sanitasi lingkungan dan kegiatan lainnya untuk tujuan kesehatan dan kesejahteraan anak guna menciptakan generasi sehat, kuat dan cerdas.
Kegiatan Posyandu di Paya Seunara, Kota Sabang. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Nurbaiti sibuk mengkoordinir ibu-ibu yang terus berdatangan ke Posyandu, memastikan yang datang dan berhalangan. Dari catatanya hari itu, semua anak dengan jatah pemeriksaan bulanan di lokasi meunasah, komplet dengan jumlah 76 balita.
ADVERTISEMENT
Uniknya, bayi-bayi tak semua dibawa ibunya tapi juga oleh ayahnya. “Ada tiga ayah tadi yang membawa bayinya, mungkin si ibu berhalangan,” jelas Nurbaiti.
Kalaupun ada yang tak hadir, Nurbaiti akan menghubungi orang tua anak untuk menanyakan kendala mereka tak hadir ke Posyandu. Jika sakit, akan dikawal untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas. “Kadang saya ke rumah mereka yang berhalangan, kadang juga meminta menimbang dan mengukur tinggi badan anak, dan hasilnya dikirim ke saya untuk mengisi data perkembangan anak.”
Selama Geunaseh digulirkan, kata Nurbaiti, ibu-ibu patuh untuk ramai-ramai ke Posyandu saban bulan. Di wilayah kerjanya, kunjungan rata-rata di atas 95 persen, hal yang jarang terjadi sebelumnya. Ini memudahkan kader untuk memantau perkembangan anak sekaligus memberikan berbagai bekal ilmu mendidik anak kepada orang tua.
ADVERTISEMENT
Selain pemeriksaan kondisi anak, Posyandu memfasilitasi berbagai kegiatan konseling, seperti; penyuluhan Bina Keluarga Balita (BKB), Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), gizi, PMBA, dan lainnya. Alhasil, semua orang tua di Sabang pintar merawat anak.
***
Ulfia Rahmi, ingat betul proses pengurusan administrasi bagi anaknya, Tanvir agar mendapatkan layanan Geunaseh dari Pemerintah Kota Sabang. Segala keperluan dokumen disiapkan bersama suaminya, Mulyadi, yang sehari-hari berkerja sebagai sopir.
Tanvir anak ketiga mereka, lahir pada 12 November 2020, dua lainnya adalah Rayyan (8 tahun) dan Safira (12 tahun). “Hanya Tanvir yang masuk program Geunaseh,” sebut Ulfia.
Artinya, hanya Tanvir yang menerima gaji sejak lahir setelah program Geunaseh diluncurkan pada 2019. Sementara Rayyan dan Safira mendapat beasiswa pendidikan, yang telah digulirkan Pemerintah Kota Sabang sejak 2013.
Mengukur tinggi anak di Posyandu Paya Seunara, Kota Sabang. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Setelah Tanvir lahir, Ulfia dan Mulyadi diingatkan perangkat gampong dan tetangga tentang layanan Geunaseh. Sejumlah kelengkapan administrasi mereka siapkan, dari akte kelahiran, Kartu Keluarga, nomor rekening dan lainnya. Tepat 26 November 2020, mereka membawa berkas ke Dinas Kesehatan Sabang, lalu dimasukkan ke sistem data penerima manfaat setelah melalui serangkaian verifikasi.
ADVERTISEMENT
Bulan Desember, mereka dihubungi untuk diminta mengecek tabungan dan dana untuk pemenuhan kebutuhan esensial bagi Tanvir telah masuk. Selanjutnya, Tanvir rutin dibawa ke Posyandu untuk mendapat layanan terintegrasi lainnya.
Berbagai ilmu mengasuh bayi diterima Ulfia sebagai modal. Berbagai pelatihan diikutinya lengkap dengan pengajaran soal ASI Ekslusif, BKB, PHBS, gizi, PMBA, pola pengasuhan, perkembangan anak dan lainnya. “Setelah ada program ini, saya sudah pintar mengurus anak termasuk pemberian ASI ekslusif. Dulu, Rayyan (kakak Tanvir) nggak dapat (ASI eklusif),” kata Ulfia.
Dia juga sudah mengerti tentang makanan bergizi bagi bayi dan sanitasi lingkungan. “Dulu karena nggak ngerti, kakak Tanvir kami kasih pisang saat bayi. Dulu buang pampers sembarangan melempar ke saluran, sekarang tidak lagi karena sudah mengerti.”
ADVERTISEMENT
Soal sanitasi, semua rumah warga di Kota Sabang diminta menyediakan tempat sampah, dan menjaga kebersihan lingkungan. Kebijakan ini masuk dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan inovasi Pemerintah Kota Sabang lainnya yaitu Gerakan Bersama Sanitasi Tuntas (Geber Santun), berjalan beriringan dengan Geunaseh.
Manfaat juga dirasakan keluarga Dedi Kurniawan dan Nana Artati (36 tahun), orang tua dari Jihan Desti Wahyuni (18 bulan). Keluarga kelas menengah ke bawah ini punya tiga anak, dua lain sudah bersekolah.
“Dana bantuan ini sangat bermanfaat buat kami,” kata Nana. Dia mengaku menggunakannya khusus membeli makanan bergizi bagi Jihan, seperti buah-buahan, sayur, roti, buah dan lainnya. Mereka juga tak perlu menggunakan dana jika anak-anaknya sakit, karena pelayanan di Puskesmas dan rumah sakit gratis.
ADVERTISEMENT
Praktis, hampir segala kebutuhan anak disediakan pemerintah. Orang tua hanya diminta mengasuh dengan baik. Karenanya, Nana tak pernah absen menggendong Jihan ke Posyandu saban bulan, untuk mengetahui data tumbuh kembangnya. Jika ada kendala, kader kesehatan siap memberi wejangan.
Bukan hanya kalangan ekonomi menengah ke bawah yang merasakan dampak program terintegrasi Pencegahan dan Penanganan Malnutrisi di Kota Sabang, tapi juga dari kalangan mapan. Seperti yang dirasakan Yaumil Akmalia (30 tahun) dan Adi Kurniawan. Keduanya bekerja sebagai pegawai dengan dua anak, Aleesa Samira (18 bulan) dan M Wildan (2 tahun).
Keduanya anak terdata sebagai penerima manfaat program. “Dana yang kami terima, kami Kelola khusus untuk kebutuhan si bayi, membeli makanan baru dan bergizi yang disukai anak,” kata Yaumil, sehari-hari bekerja sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas Balohan, Sukajaya.
ADVERTISEMENT
Dia paham bagaimana menjaga perkembangan kesehatan anak, juga soal gizi. Maka sesibuk apapun, Yaumil maupun suaminya selalu menyempatkan diri membawa anak ke Posyandu. Di tempat itu pula, menjadi ajang ibu-ibu berkumpul berbagi pengalaman, membahas solusi merawat buah hati.
Sebagai tenaga kesehatan, Yaumil aktif memetakan berbagai isu tentang kesehatan anak. Penilaiannya, kunjungan ke Posyandu dan Puskesmas semakin meningkat disertai kesadaran warga yang tumbuh seiring berjalannya program. “Sudah jarang dapat bayi stunting, per bulan selalu naik berat badan,” jelasnya.
Ketua PKK Aceh, Dyah Erti Idawati menggendong anak saat mengunjungi Rumoh Gizi Gampong di Kota Sabang. Foto: Abdul Hadi/acehkini

Pengasuhan Bersama, Suami Mandikan Anak

Saban hari, Suryadi (38 tahun) punya tugas rutin di rumahnya. Aktivitas ini dimulai sejak pagi, membereskan segala keperluan anak ke sekolah bersama istrinya, Muharti (37 tahun). “Kadang ikut memandikan bayi, saat istri beres-beres rumah,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
Suryadi tinggal di Gampong Cot Bak U, Sukajaya Sabang. Dia bekerja sebagai pendamping desa tingkat kecamatan, sementara istrinya bertugas di dinas kesehatan. Mereka mapan, berpendidikan dan paham dalam pengasuhan anak. Tapi, keduanya orang tua sibuk.
Pasangan ini punya empat orang anak, dua di antaranya sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Sementara dua lainnya adalah Azzan (2,5 tahun) dan Revan (5 tahun) yang masih mendapatkan layanan Geunaseh.
Saat keduanya sibuk bekerja, si kecil dititipkan ke pengasuh anak di penitipan PAUD. Kesibukan kerja bukan alasan mengabaikan segala kebutuhan anak. Membawa mereka berekreasi di akhir pekan menjadi agenda rutin Suryadi. Waktu refreshing ini sangat dinikmati anak-anaknya. “Tidak ada kendala dalam pendampingan dan pengasuhan, kami melakukan bersama,” kata Suryadi.
ADVERTISEMENT
Pola Asuh menjadi bagian tak terpisahkan dari program Geunaseh di Sabang. Kelas pengasuhan positif teritegrasi dengan Bina Keluarga Balita (BKB) selalu muncul di Posyandu, PAUD, maupun dibuat khusus oleh Pemko Sabang. Salah satu tujuannya menghilangkan pameo negatif yang kerap terdengar dulunya, “urusan menjaga anak kerjaan perempuan (istri), laki-laki (suami) urusan cari uang.”
Ungkapan ini masih lekat diingat Ulfia Rahmi, sejak awal membina rumah tangga 13 tahun silam. Dulu, menjadi hal biasa di lingkungan masyarakat Sabang, bahkan di seluruh Aceh.
Masjid Agung Babussalam, Kota Sabang. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Ulfia punya cara sendiri membantahnya. Suatu ketika, dia mendapat kesempatan mengikuti pelatihan untuk penguatan program Geunaseh, bertema ‘Pola Pengasuhan Orang Tua Hebat Berbasis Kearifan Lokal Aceh’. Ada 13 modul yang dibawa pulang, sesuai pelatihan hampir sepekan.
ADVERTISEMENT
Modul itu tak dibacanya sendiri, tapi juga diberikan kepada suaminya untuk membaca terutama bagian pola pengasuhan bersama. Hasilnya terlihat jelas, suaminya kemudian paham dan aktif terlibat mengasuh anak, bahkan ikut memandikannya. Pameo itu perlahan hilang.
Sama dirasakan Nana Artati. “Awalnya, harus marah-marah dulu baru suami mau jaga anak, sekarang hal itu tidak ada lagi. Suami sudah paham tentang pengasuhan bersama,” kisahnya tersenyum. [bersambung]