Kisah Barista Tunarungu di Aceh: Ajarkan Isyarat Lewat Segelas Kopi

Konten Media Partner
28 Februari 2021 11:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nanda, barista kopi
zoom-in-whitePerbesar
Nanda, barista kopi
ADVERTISEMENT
Selayaknya barista yang telah bersahabat dengan mesin kopi, Nanda tampak lihai meracik kopi arabika di stan 'Teman Tuli Kopi', satu dari 30 stan yang ikut dalam Festival Kopi Kutaraja di Amel Convention Hall, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Aceh. Sekilas tidak ada yang lain dari lelaki 31 tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Keunikannya, justru baru terlihat tatkala Nanda sudah selesai meracik segelas kopi. Ia lantas berbincang dengan Reza Fahlevi (20 tahun) dan Tari Tiaralita Putri (23 tahun) yang berada dalam satu stan. Dari perbincangan itu, tak ada suara yang terdengar. Sebab, mereka sedang bertutur dalam bahasa isyarat dengan menggerakkan jari-jari tangan.
Nanda, Reza, Tari, bersama sejumlah temannya yang mengelola stan itu merupakan orang-orang penyandang disabilitas tunarungu. Mereka tergabung dalam komunitas Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Aceh.
Stan 'Teman Tuli Kopi'. Foto: Suparta/acehkini
"Daripada tunarungu, kami lebih sering dipanggil 'teman tuli'," kata Nanda dalam bahasa isyarat, yang kemudian diterjemahkan Febby, 27 tahun, kepada acehkini, Sabtu (27/2) malam. Febby sudah 1,5 tahun menjadi penerjemah bahasa isyarat di Gerkatin Aceh.
ADVERTISEMENT
Panggilan itulah kemudian yang mereka tabal sebagai nama stan di Festival Kopi Kutaraja: Teman Tuli Kopi. Selain menyediakan beragam kopi arabika khas Aceh, di stan tersebut mereka ingin mengajak pengunjung belajar bahasa isyarat. "Dengan nama Teman Tuli, kalau disingkat bakal menjadi Mantul," ujar Nanda, tersenyum.
Meracik kopi. Foto: Suparta/acehkini
Berdiri sejak 2010, anggota Gerkatin Aceh sekarang mencapai dua ribu orang yang tersebar di seluruh Tanah Seulanga. Sementara di Kota Banda Aceh, anggotanya sekitar 50 orang.
Beberapa waktu lalu, 16 anggota Gerkatin Aceh, termasuk Nanda, mendapat kesempatan belajar menjadi barista di Balai Latihan Kerja (BLK) Aceh. Mereka dilatih oleh pemerintah agar punya keahlian baru. Setelah dididik selama 1,5 bulan, Nanda dan teman-temannya mengaku sudah lihai meracik minuman kopi.
ADVERTISEMENT
"Insyaallah setelah mengikuti pelatihan itu, kami sudah mampu meracik kopi seperti espresso, latte, sanger, dan lain-lain. Hanya, yang resepnya agak ribet itu belum bisa," tutur Nanda.
Nanda, barista kopi tunarungu. Foto: Suparta/acehkini
Ketika Nanda dan teman-temannya selesai mengikuti pelatihan di BLK, Pemerintah Aceh menggelar Festival Kopi Kutaraja selama tiga hari: 27 Februari-1 Maret 2021. Bagi mereka, festival itu sebuah ajang penting untuk menunjukkan kelihaian meracik kopi yang diterima selama ini. "Mereka sedang bersemangat-semangatnya menjadi barista," sebut Febby.
Selama menjadi barista di stan Teman Tuli Kopi, Nanda dan teman-temannya didampingi penerjemah bahasa isyarat, semisal Febby. Di tengah pandemi corona yang membuat setiap orang memakai masker, Nanda kesulitan membaca maksud obrolan orang-orang yang gerak bibirnya terhalang penutup hidung dan mulut itu. "Jadi penerjemah memudahkan komunikasi dengan pengunjung," kata Nanda.
Festival Kopi Kutaraja di Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Jika festival itu usai, Nanda dan teman-temannya ingin mengubah 'Teman Tuli Kopi' dari sebuah stan menjadi sebuah kafe. Menurutnya, pemerintah telah menyediakan sebuah toko untuk mewujudkan keinginan mereka itu. "Namun, peralatan di dalam toko yang masih kurang," ujar Nanda. "Saya ingin lewat kopi bisa mengajarkan orang-orang berbahasa isyarat." []
ADVERTISEMENT