Kisah Keluarga Asmani di Aceh: Anak Idap Gizi Buruk, Tak Ada Biaya

Konten Media Partner
1 Juli 2019 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asmani dan anaknya. Foto: Habil Razali/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Asmani dan anaknya. Foto: Habil Razali/acehkini
ADVERTISEMENT
Nabila Aziyati terus menggerakkan tangan dan kakinya sembari tidur terlentang. Bocah 3 tahun 4 bulan itu terus merengek-rengek--seperti menangis tapi tidak keluar air mata. Tubuhnya kurus, mulutnya tak henti bersuara, meski tidak jelas kata yang terucap. Bola matanya agak sulit dibuka dan kerap tertutup.
ADVERTISEMENT
Acehkini menjenguk bocah asal Desa Sua-Sua, Kecamatan Teupah Tengah, Kabupaten Simeulue, itu di rumah singgah di Lamprit, Kota Banda Aceh, Senin siang (1/7). Nabila dan sang ibu, Asmani, sudah tinggal tiga hari di sana. Sebelumnya, Asmani menyewa sebuah kamar tempat menetap sembari berobat rawat jalan di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh.
Nabila mengidap gizi buruk dan penyakit komplikasi berupa katarak, jantung, dan telinga hidung tenggorokan (THT). Komplikasi penyakitnya bertambah parah, karena keluarganya terpaksa harus menunda pengobatannya selama dua tahun akibat terkendala biaya.
Kabupaten Simeulue letaknya di pulau tersendiri dan terpisah dengan Aceh daratan, sehingga keluarga Nabila harus menabung lebih untuk mencukupi biaya transportasi dan pengobatan ke Banda Aceh. Dari Simeulue, butuh 18 jam perjalanan menggunakan jalur darat dan laut untuk tiba di Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Asmani menceritakan kisah ini di teras rumah singgah. Nabila sebetulnya lahir dengan berat normal 2,1 kilogram pada 15 Februari 2016. Anak keempat Asmani dari hasil pernikahannya dengan Ali Rahman itu diketahui mengidap gizi buruk sejak umurnya 1,5 bulan.
Saat itu, tampak pada mata sebelah kiri Nabila timbul bola putih. Asmani kemudian membawa putrinya tersebut ke Puskesmas. Di sana, dokter menjelaskan, Nabila mengidap katarak. Belum sembuh katarak mata kiri, pada umur tiga bulan, katarak turut menyerang mata sebelah kanan Nabila.
"Tumbuh kembang seperti anak normal lain belum ada sama Nabila. Dia hanya tidur-tidur saja, berbaring pun enggak ada," cerita Asmani, Senin (1/7).
Nabila mengidap gizi buruk sejak 1,5 bulan. Foto: Habil Razali/acehkini
Pada usia sembilan bulan, kondisi Nabila semakin parah karena menderita kelainan jantung dan penyakit THT. Tubuh Nabila semakin kurus, berat badannya hanya sekitar 6 kilogram.
ADVERTISEMENT
Asmani membawa Nabila ke Rumah Sakit Umum Simeulue. Dokter di sana menyarankan Nabila dirujuk ke Banda Aceh. Dokter beralasan karena rumah sakit kekurangan alat dan kondisi Nabila semakin parah.
Asmani hanyalah guru honorer di SD Negeri 1 Teupah Tengah. Gajinya kurang dari sejuta per bulan. Sementara, pendapatan Ali Rahman, sang suami, dari hasil penjualan ikan juga tak menentu. Inilah yang menjadi kendala bagi keluarganya untuk mengobati Nabila.
Keluarga Nabila pun dengan terpaksa menunda membawanya ke Banda Aceh. Asmani berusaha menabung dari jerih payahnya sebagai guru honorer. Ia bahkan harus bermain julo-julo dengan teman agar biaya pengobatan segera terkumpul.
Selama menabung, keluarga membawa Nabila berobat rawat jalan ke RSUD Simeulue. Asmani tak pernah meminta bantuan kepada orang lain atau pemerintah untuk memenuhi biaya pengobatan.
ADVERTISEMENT
Tabungan untuk biaya pengobatan tersebut baru dianggap cukup setelah dua tahun kemudian. Jumlah tabungannya terkumpul sekitar Rp 6,5 juta. "Jumlah itu kami hitung-hitung cukup untuk membawa Nabila agar dirujuk ke Banda Aceh," kata Asmani.
Perhitungan Asmani bukan hanya untuk pengobatan, tetapi termasuk ongkos transportasi laut dan darat, serta tempat penginapan selama di Banda Aceh. Pada Mei lalu, Nabila pun akhirnya dirujuk ke RSUZA Banda Aceh. Keluarganya tinggal di sebuah kamar kos dengan biaya sewa Rp 500 ribu per bulan.
Pada Sabtu (29/6), ada mahasiswa asal Simeulue yang mengetahui kondisi dan keberadaan Nabila serta keluarganya di Banda Aceh. Lantas, mahasiswa tersebut mengusulkan agar Nabila tinggal di rumah singgah Blood For Life Foundation (BFLF) di Lamprit, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Selama di Banda Aceh, Nabila harus melakukan pemeriksaan ke RSUZA sebanyak 2-4 kali dalam sepekan. Pemeriksaan itu pun menurut penyakit. Misalnya pemeriksaan katarak, kelainan jantung, dan THT diperiksa pada tempat, dokter, dan waktu yang berbeda.
Asmani punya harapan besar untuk kesembuhan putri bungsunya itu. Selama di rumah singgah, dia merasa terbantu karena makanan dan asupan gizi Nabila ditanggung pengurus rumah singgah. Kini, berat Nabila mulai ada peningkatan.
"Pada umur 3,4 tahun (3 tahun 4 bulan), beratnya kini 7,5 kilogram. Mulai ada peningkatan selama mendapat perawatan di Banda Aceh," ujar Asmani. []
Reporter: Habil Razali