Kondisi Hutan di Aceh pada 2019: Sehari Hilang 41 Hektare

Konten Media Partner
30 Januari 2020 18:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Data kehilangan hutan Aceh tahun 2019. Foto: Adi Warsidi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Data kehilangan hutan Aceh tahun 2019. Foto: Adi Warsidi/acehkini
ADVERTISEMENT
Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAKA) merilis data terbaru kondisi hutan Aceh, di Banda Aceh, Kamis (30/1/2020). Hasil tersebut sesuai pantauan mereka sepanjang 2017 sampai 2019.
ADVERTISEMENT
GIS Manager Yayasan HAKA, Agung Dwinurcahya, mengatakan pantauan yang dilakukan rutin dengan metode citra satelit menggunakan Landsat, Sentinel, Planet dan bantuan peringatan dini kehilangan tutupan pohon, GLAD alerts dari Global Forest Watch (GFW), menerbangkan drone sampai melihat langsung ke lokasi.
Hasilnya, laju hilangnya tutupan hutan di Provinsi Aceh periode 2019 adalah sebesar 15.140 hektare. Angka ini tidak jauh berbeda dibandingkan tahun 2018, kehilangan hutan sebesar 15.071 hektar. Sementara di tahun 2017, Aceh kehilangan 17.829 hektare. “Tahun-tahun sebelumnya lebih banyak lagi,” kata Agung.
Wilayah Desa Lesten, Gayo Lues, kawasan yang akan dibangun bendungan untuk PLTA Tampur. Foto: acehkini
Menurutnya, area hutan yang hilang di tahun 2019 setara dengan 2,5 kali luas Kota Banda Aceh, atau 14 ribu kali luas lapangan sepak bola. “Diperkirakan 41 hektar hutan hilang di Aceh per harinya pada tahun 2019,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kerusakan hutan tertinggi terpantau di Kabupaten Aceh Tengah (2.416 hektare) disusul Aceh Utara (1.815 hektar) dan Aceh Timur (1.547 hektar). Secara umum, sekitar 60 persen hilangnya tutupan hutan terjadi di Kawasan Hutan Aceh sesuai SK/MenLHK No. 103/Men-LHK-I1/2015 maupun SK/MenLHK No. 580/Men-LHK II/2018, dan 40 persen lainnya terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL).
Sementara itu, di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh yang menjadi fokus area kerja HAKA, tercatat mengalami penurunan angka kerusakan tutupan hutan pada tahun 2019 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perhitungan tim HAKA, angka tutupan hutan di dalam KEL Aceh sebesar 5.395 hektar, menurun 290 hektar dibandingkan dengan tahun 2018.
Salah satu potret kawasan hutan yang menjadi area perkebunan. Foto: Adi Warsidi/acehkini
"Dalam 5 tahun terakhir Yayasan HAKA memantau tutupan hutan KEL via citra satelit. Tahun 2019 adalah tahun terendah untuk laju deforestasi KEL," sebut Agung. Penurunan angka kerusakan hutan juga terjadi di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) wilayah Aceh.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Yayasan HAKA, Badrul Irfan, menyebutkan walaupun angka kehilangan tutupan hutan relatif stabil, namun luas tutupan hutan Aceh terus berkurang dari tahun ke tahun. “Ini pertama sekali dalam sejarah di mana luas tutupan hutan Aceh menjadi di bawah 3 juta hektar,” katanya.
Luas hutan Aceh yang tersisa di tahun 2019 tercatat sebesar 2.989.212 hektare, sementara tahun 2018 tercatat 3.004.352 hektare dan tahun 2017 sebesar 3.019.423 hektare.
“Kami berharap upaya perlindungan dan pengelolaan kawasan hutan di Aceh terus ditingkatkan agar hutan tetap bisa menjadi sumber kehidupan untuk masyarakat Aceh,” kata Badrul.
Agung memaparkan data luas hutan Aceh dalam 3 tahun terakhir. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Titik Api
HAKA juga memantau titik api di Aceh sepanjang 2019, ditemukan mengalami penurunan. Data titik api ini diunduh langsung dari website FIRMS (Fire Information for Resource Management System), NASA.
ADVERTISEMENT
Tahun 2019 terpantau 1.957 titik api dari sensor VIIRS, sementara tahun sebelumnya, ada sebanyak 3.128 titik api. Sedangkan jika analisis digunakan memakai sensor MODIS, terpantau 255 titik api di tahun 2019, sementara tahun sebelumnya 482 titik api.
“Ini membuktikan bahwa Aceh telah cukup berhasil mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tahun 2019,” jelas Agung.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Aceh, TM Zulfikar, ikut memaparkan kondisi gambut di Aceh. "Kawasan gambut sering luput dalam diskusi perlindungan lingkungan di Aceh, padahal lahan gambut mempunyai peran penting untuk menyerap karbon dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,” katanya.
Kondisi lahan gambut di Rawa Tripa, menjadi perkebunan sawit. Foto: Adi Warsidi
YEL saat ini fokus pada advokasi isu-isu yang berkaitan dengan gambut. Menurut Zulfikar, pihaknya sedang terlibat menyusun Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Ekosistem Gambut (RPPEG), yang akan menjadi pedoman instansi pemerintah di Aceh untuk masa depan ekosistem gambut. []
ADVERTISEMENT