Konten Media Partner

Mengenal Pahlawan Nasional dari Aceh

10 November 2019 9:23 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Makam Sultan Iskandar Muda. Foto: Ahmad Ariska/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Makam Sultan Iskandar Muda. Foto: Ahmad Ariska/acehkini
ADVERTISEMENT
Penanggalan 10 November, saban tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional Indonesia. Ini untuk mengenang jasa pahlawan yang berjuang melawan penjajahan di masa lalu, sehingga Indonesia Merdeka.
ADVERTISEMENT
Di Aceh, semangat perlawanan terhadap penjajahan sangat tinggi. Sehingga Aceh menjadi daerah yang tak pernah ditaklukkan oleh Belanda secara keseluruhan di Nusantara. Tentu banyak pahlawan Aceh yang gugur saat berjihad di medan perang.
Dari seluruh penjuru Nusantara, sangat banyak orang-orang yang telah berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasa mereka, negara menggelar mereka sebagai Pahlawan Nasional.
Sejak penetapan Pahlawan Nasional pada tahun 1959, hingga tahun 2019, terhitung ada 8 sosok Pahlawan Nasional berasal dari Aceh. Berikut acehkini rangkum dari berbagai sumber:
1. Laksamana Malahayati
Keumala Hayati. Dok. wikipedia
Bernama asli Keumala Hayati, Laksamana Malahayati adalah seorang perempuan pejuang pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Pada tahun 1585–1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (pasukan perang perempuan Aceh) untuk berperang. Pada 11 September 1599, Malahayati membunuh pimpinan pasukan perang Belanda, Cornelis de Houtman dalam sebuah pertempuran di atas kapal di perairan laut Aceh.
Makam Laksamana Malahayati berada di bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Ia digelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.
2. Sultan Iskandar Muda
Iskandar Muda. Dok. Univ, Abulyatama
Paduka Seri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam atau Sultan Iskandar Muda lahir tahun 1583 di Bandar Aceh Darussalam. Semasa ia menjadi sultan, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyatukan seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu di bawah panji kebesaran Kerajaan Aceh Darussalam
ADVERTISEMENT
Selama lebih kurang 30 tahun masa pemerintahannya, yaitu (1606-1636 M) dia telah berhasil membawa Kerajaan Aceh Darussalam ke atas puncak kejayaannya, hingga mencapai peringkat kelima di antara kerajaan Islam terbesar di dunia.
Indahnya makam Iskandar Muda. Foto: Ahmad Ariska/acehkini
Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 M dan makamnya terletak dalam komplek Kandang Mas di Banda Aceh yang telah pernah dihancurkan Belanda. Yang ada sekarang ini merupakan duplikatnya hasil petunjuk Pocut Meurah isteri Sultan Mahmudsyah.
Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Sultan Iskandar Muda sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 14 September 1993.
3. Teungku Chik di Tiro
Tgk Chik Di Tiro. Dok. wikipedia
Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman lahir di Tiro, Pidie, pada 1 Januari 1836. Ia merupakan seorang ulama Aceh yang berjuang melawan penjajah Belanda. Ia adalah tokoh yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda.
ADVERTISEMENT
Teungku Chik di Tiro membangkitkan semangat perlawanan rakyat Aceh dengan berjihad dalam Prang Sabi. Ia gugur pada Januari 1891 di Aneuk Galong, Aceh Besar. Makamnya terletak di Manggra, Indrapuri, Aceh Besar.
Kompleks makam Tgk Chik Di Tiro. Foto: Windy Phagta/acehkini
Teungku Chik di Tiro diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 087/TK/Tahun 1973 tertanggal 6 November 1973.
4. Cut Nyak Dhien
Cuk Nyak Dhien dalam bingkai foto di rumahnya. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, Aceh Besar, pada 1848. Ia adalah istri dari Teuku Umar, yang juga Pahlawan Nasional asal Aceh. Mereka dikenal sebagai suami istri yang tangguh melawan penjajah Belanda, terlibat banyak perang.
Setelah Teuku Umar meninggal pada 11 Februari 1899 di Meulaboh, Aceh Barat, Cut Nyak Dhien terus memimpin pasukan Aceh bergerilya dari hutan ke hutan.
ADVERTISEMENT
Setelah bertahun-tahun memimpin perang, kesehatannya menurun dan penglihatannya mulai kabur. Salah seorang panglimanya, Pang Laot Ali merasa iba dengan kondisinya, lalu membuat perjanjian dengan Belanda. Syaratnya, Belanda harus merawat Cut Nyak Dhien.
Belanda setuju, lalu ditawankan Cut Nyak Dhien dan dibawa ke Banda Aceh. Dalam pengawasan Belanda, Cut Nyak Dhien masih berkomunikasi dengan para pejuang. Hal ini diketahui penjajah, lalu mengasingkannya ke Sumedang, Jawa Barat pada 1906.
Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 di pengasingan dalam usia 60 tahun, makamnya terawat baik di Sumedang hingga kini. Sebagai penghargaan terhadap perjuangan Cut Nyak Dhien, pemerintah mengangkat Cut Nyak Dhien sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964.
ADVERTISEMENT
5. Teuku Umar
Teuku Umar. Dok. Wikipedia
Teuku Umar lahir di Meulaboh, tahun 1854. Ia merupakan suami dari Cut Nyak Dhien. Ia punya strategi perang gerilya yang sangat ditakuti musuh. Teuku Umar pernah berpura-pura bekerjasama dengan Belanda, lalu melawannya ketika telah mengumpulkan senjata dan uang.
Teuku Umar gugur dalam perlawanan dengan pasukan Belanda, yang dipimpin Van Heutsz di Suak Ujong Kalak, Meulaboh, pada 11 Februari 1899. Ia dimakamkan di Desa Mugo Rayuek, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat.
Teuku Umar diangkat Pahlawan Nasional pada tahun 1955 dengan Surat Keputusan Presiden Nomor 217/1955.
6. Cut Nyak Mutia
Cut Meutia. Dok. wikipedia
Cut Nyak Mutia adalah seorang pejuang perempuan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Ia lahir di Keureutoe, Aceh Utara, pada 15 Februari 1870. Pada masa hidupnya, Cut Meutia berjuang bersama pasukan Inong Balee melawan penjajah Belanda.
ADVERTISEMENT
Ia gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Alue Kurieng, Aceh Utara, pada 24 Oktober 1910. Makam Cut Mutia berada di kawasan hutan lindung Gunung Lipeh, Ujung Krueng Kereuto, Pirak Timur, Aceh Utara.
Ia menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964. Pada Desember 2016, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikannya dalam pecahan uang kertas rupiah baru Republik Indonesia, pecahan Rp1.000.
7. Teuku Nyak Arif
Teuku Nyak Arief. Dok. wikipedia
Teuku Nyak Arief lahir di Ulee Lheue, Banda Aceh, pada 17 Juli 1899. Ia pernah menjadi Residen Aceh, pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan surat ketetapan No. 1/X dari Gubernur Sumatra, Teuku Muhammad Hasan.
Teuku Nyak Arif meninggal pada tanggal 4 Mei 1946 di Takengon, Aceh. Jenazahnya dibawa ke Kutaraja dan dikebumikan di tanah pemakaman keluarga pada tepi sungai Lamnyong di Lamreung, Aceh Besar, dua kilometer dari Lamnyong, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Pada 1974, Teuku Nyak Arif dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1974.
8. Teuku Muhammad Hasan
Teuku Muhammad Hasan. Dok. wikipedia commons
Teuku Muhammad Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 4 April 1906. Ia merupakan Gubernur Wilayah Sumatra pertama setelah Indonesia merdeka tahun 1945.
Pada 7 Agustus 1945, Teuku Muhammad Hasan dipilih menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Soekarno. Setelah merdeka ia diangkat menjadi Gubernur Wilayah Sumatra pertama dengan ibukota di Medan.
Semasa hidupnya, Teuku Muhammad Hasan pernah menulis buku dan mendirikan Universitas Serambi Mekkah di Banda Aceh. Ia meninggal dunia pada 21 September 1997 di Jakarta.
Ia lalu diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2006 oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006.
ADVERTISEMENT
Selamat Hari Pahlawan. []