Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Merawat Senyum Si Anak Sumbing, Kisah Rahmad di Pelosok Aceh
26 Desember 2021 18:52 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Rahmad Maulizar masih ingat betul kisah hidupnya di masa kecil. Lahir dengan fisik tak sempurna atau bibir sumbing, dia sering kali mendapat bullyan dan ledekan dari kawan-kawan sepermainan. Dia anak kelima dari pasangan Ozer dan (Almh) Nurhayati, warga Desa Suak Ribe, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat.
ADVERTISEMENT
“Hidup dengan bibir sumbing itu tidak nyaman, apalagi dengan wajah yang dilihat, karena kita kalau mau berbicara atau mau berkomunikasi dengan orang, itu pasti orang melihat dengan wajah kita,” kata lelaki 28 tahun kepada acehkini, Minggu (19/20) lalu.
Kini, Rahmad dikenal sebagai relawan bibir sumbing yang namanya tak asing lagi di Aceh. Kegemarannya adalah menerobos pelosok Aceh untuk mencari dan memotivasi anak-anak bibir sumbing agar mau dioperasi.
Rahmad berkisah, menjadi relawan bibir sumbing merupakan hikmah setelah tsunami yang meluluhlantakkan desanya pada 2004 silam. Saat itu, selama 18 tahun, Rahmad hidup dengan kelainan bibir sumbing dan langit-langit mulut. Hingga akhirnya pada tahun 2008 ia mengenal dr. Muhammad Jailani, seorang dokter ahli bedah plastik di Aceh, yang menawarkan Rahmad untuk menjalani operasi bibir sumbing gratis tanpa syarat.
ADVERTISEMENT
“Kisah ini berawal setelah tsunami, Allah itu memang baik, saya bertemu dengan dokter Jailani. Alhamdulillah 2008 sampai 2011 saya menjalani lima kali operasi gratis tanpa syarat, itu hikmah di balik semuanya,” ujarnya.
Menjadi penderita bibir sumbing bukanlah hal mudah. Selama 18 tahun, ia harus menerima semua ejekan dan bullyan yang dilakukan orang-orang sekitarnya baik langsung maupun tidak langsung. Hingga saat itu membuat Rahmad harus bersikap sedikit arogan agar saat mendapat ledekan, Rahmad langsung marah dan membuat teman-temannya takut.
“Sebelumnya saya memang pernah mendapat bullyan dan dikucilkan di masyarakat, secara psikologis orang yang mengalami bibir sumbing itu psikologisnya tertekan, jadi kita butuh proses tantangan untuk menghadapi semua ini, apalagi penderita bibir sumbing yang sudah dewasa kayak saya,” katanya.
Lalu kemana pergi, Rahmad selalu bawa ketapel. “Kalau ada yang mengejek langsung saya ketapel dia, makannya dulu waktu SMP dan SMA, saya terkenal dengan anak sering kelahi, karena bawa senjata ketapel dan pasir saya bawa kemana-mana,” lanjut Rahmad tertawa mengenang.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya setelah menjalani operasi, dia berhasil mendapatkan senyum dan harapan baru dalam hidup. Karena hal itulah, Rahmad tergerak hatinya untuk memberi semangat baru dengan menyebarkan informasi mulai dari tetangga sekitar tentang adanya operasi bibir sumbing dan langit-langit gratis dari Smile Train Indonesia.
Setelah menjalani operasi lengkap sepanjang 2008 sampai 2011, di sela sela itulah Rahmad menyebarkan informasi kepada masyarakat khususnya di daerah sendiri, dengan membawa pasien ke Banda Aceh supaya mereka mendapat senyum baru. Semua dilakukannya dengan sukarela dan ikhlas.
Dengan modal semangat membantu sesama penderita bibir sumbing, nasib baik terus bersama Rahmad, hingga pada 2015 dia bisa bergabung di Smile Train Indonesia. Kesempatan itu pun tidak dia sia-siakan, Rahmad kemudian bertekad untuk berkeliling ke pelosok desa sampai ke pulau terpencil dan terluar di Aceh demi menyebarkan senyum dan harapan baru bagi pasien bibir sumbing.
ADVERTISEMENT
Mulai dari dataran rendah hingga ke Kawasan pegunungan, tak ada daerah yang belum dikunjungi Rahmad di Aceh. Tanpa henti-hentinya, brosur dan spanduk ditempelkan sebagai upaya sosialisasi. Dukungan pun terus mengalir dari berbagai pihak, hingga membuatnya semakin bersemangat melanjutkan usahanya tersebut.
Tantangan Memburu Anak Berbibir Sumbing
Dalam melakukan sosialisasi tersebut, lanjut Rahmad, tantangan dan hambatan dialaminya. Banyak masyarakat di Aceh khususnya di pedalaman menganggap penderita bibir sumbing dan langit-langit bocor merupakan aib yang tidak bisa disembuhkan. Karena itu, tidak sedikit orang tua yang menolak anaknya di operasi dan menganggapnya sebagai takdir.
“Tidak gampang untuk meyakinkan orang tuanya untuk operasi bibir sumbing, saya datangi ke rumahnya dengan melakukan pendekatan yang humanis, mengajak ngobrol, selalu berkomunikasi dan menampilkan hasil foto-foto anak yang sudah selesai operasi,” kata Rahmad.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya yang dihadapi adalah medan jalan untuk sampai ke lokasi. Mulai dari jalan setapak dan menerobos jalan berlumpur. Bahkan harus mengarungi sungai, hanya demi melihat langsung anak penderita bibir sumbing di pedalaman Aceh.
“Pengalaman yang sangat saya ingat, saya pernah dibocorkan ban mobil, ban motor, pernah tidur di tengah jalan, tapi semua saya nikmati, selagi masih memiliki kesempatan hidup, saya tetap akan melakukan kegiatan ini secara door to door, dengan mendatangi setiap keluarga pasien,” katanya.
Peran Rahmad di Smile Train Indonesia dalam mencari serta memberikan pendampingan bagi penderita bibir sumbing dan langit-langit terbilang besar. Sebelum dia bergabung atau sekitar rentang 2007-2011, warga yang mau dioperasi lebih kurang tercatat 1.000-an.
ADVERTISEMENT
Sejak Rahmad bergabung menjadi relawan, tercatat lebih kurang 5.000 lebih kegiatan operasi telah dilakukan dr Jailani dengan dibantu tiga dokter lainnya hingga 2021. Ia memperkirakan, jumlah kegiatan pasien operasi secara garis tersebut akan terus bertambah setiap tahunnya, mengingat angka kelahiran penderita bibir sumbing di Aceh tersebut tinggi, bahkan dalam seminggu mencapai dua sampai tiga kasus kelahiran.
“Kami setiap hari minggu tetap melaksanakan operasi bibir sumbing, di Rumah Sakit Malahayati Banda Aceh,” katanya.
Selain telah membantu operasi ribuan pasien bibir sumbing di Aceh, kegiatan Rahmad juga banyak mendapat dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak, salah satunya penghargaan bertaraf nasional dari ASTRA. Dia menjadi salah satu dari 6 orang lainnya di Indonesia yang menerima apresiasi dari ASTRA untuk anak muda pembawa perubahan dalam 12th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2021.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, berkat dukungan orang tua, istri dan sahabat semua, bertepatan dengan peringatan 93 tahun Hari Sumpah Pemuda, saya mendapat penghargaan anak muda pembawa perubahan, tentunya hal ini juga menjadi semangat saya kedepan," katanya.
Penghargaan adalah semangat baginya untuk terus berkomitmen membantu. Dia terus mengajak warga untuk berperan aktif membantu program mereka dengan cara mensosialisasikan operasi bibir sumbing gratis kepada masyarakat lainnya. Terutama masyarakat yang tidak bisa mendapatkan informasi melalui media sosial.
Sebab menurutnya, program yang dijalani Smile Train Indonesia ini sangat bermanfaat bagi anak-anak penderita bibir sumbing untuk mendapatkan senyum harapan barunya. “Karena itu kita butuh kolaborasi semua pihak untuk menyampaikan informasi ini kepada tetangga atau keluarga pasien,” jelas Rahmad.
ADVERTISEMENT
Imbauan juga kepada orang tua yang mempunyai anak istimewa bibir sumbing, agar tidak usah khawatir. “Insyaallah akan dibantu melalui program Smile Train. Rawatlah bayi dengan sebaik-baiknya, jaga pertumbuhannya agar bayi tersebut bisa secepatnya bisa kita bantu operasi di Banda Aceh,” pungkasnya.
Salah seorang keluarga pasien, Suhaepi, mengatakan dengan adanya program operasi bibir sumbing gratis yang diadakan Smile Train Indonesia sangat membantu dan bermanfaat bagi keluarga pasien. Karena ia menyebut jika mengingat biaya operasi secara pribadi tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan setiap harinya.
“Kami dari masyarakat kecil ini sangat-sangat bersyukur dan terharu, kalau seandainya kita operasi secara pribadi, otomatis orang orang kecil seperti saya ini sudah putus asa, tidak mungkin,” kata warga Desa Batu Raja, Kecamatan Tadu Raya, Nagan Raya.
ADVERTISEMENT
Ia mengisahkan, saat pertama kali melihat hasil Ultrasonografi (USG) ketika pemeriksaan usia kandungan tujuh bulan istrinya, Suhaepi syok karena kata dokter anaknya akan lahir dengan kondisi kelainan bibir sumbing. Dari situlah ia mencari informasi dan menemukan adanya brosur operasi bibir sumbing gratis.
“Liat anak bibir sumbing, Ya pastinya orang tua syok, bagaimana pun sudah pasrah, kita mikir buat masa depan anak inilah bagaimana, kalau dia sudah besar nanti pasti merasa tersisihkan, beda sama anak yang lain, ya udah pasrah ajalah,” ujarnya.
Setelah anaknya lahir dan memungkin untuk operasi, Suhaepi mendapat informasi adanya operasi bibir sumbing gratis dari brosur yang ditempel di jalan-jalan. Ada nama Rahmad Maulizar lengkap nomor ponselnya di sana. “Alhamdulillah aktif begitu saya telepon, besoknya langsung ke rumah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, anak Suhaepi pun telah selesai menjalani operasi. Dia bersyukur kepada Allah yang telah memberi jalan bagi anaknya untuk mendapat senyum baru. “Agar anak kami tidak tersisih dari anak-anak yang lainnya,” tutupnya. []