Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pahami 'Mayam' Sebelum Menikahi Perempuan Aceh Seperti Tommy dan Roger
21 November 2019 12:47 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
ADVERTISEMENT
Beberapa kawan saya di luar Aceh masih kerap bertanya tentang mayam, istilah mahar emas sebagai syarat menikah dengan perempuan Aceh. Mayam terdengar asing di telinga orang-orang luar Aceh, istilah ini sempat mencuat saat Tommy Kurniawan menikahi pramugari asal Aceh, Lisya Nurahmi pada 18 Februari 2018 lalu.
ADVERTISEMENT
Prosesi pernikahan mereka berlangsung di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Istilah mayam masuk dalam ijab kabul Tommy, yang dinikahkan oleh ayah Lisya untuk anaknya.
“Saya terima nikahnya anak kandung bapak untuk saya dengan mahar 15 mayam emas, tunai," ujar Tommy saat akad nikah, terdengar ke seluruh ruangan masjid.
Pernikahan artis Roger Danuarta dengan Cut Meyriska, asal Aceh, pada 17 Agustus 2019 lalu di Medan, tak memakai istilah mayam untuk mahar dalam ijab kabulnya. Tetapi memakai istilah gram. Mereka menikah dengan mahar 150 gram.
Tetapi setelah itu, Chika, panggilan akrab Cut Meyriska sempat melontar kata mayam ketika ditanya awak media. "Emas 50 mayam itu adat Aceh, enggak ada arti apa-apa," jelasnya kala itu. Takaran 50 mayam sama dengan 150 gram.
ADVERTISEMENT
Dalam adat istiadat Aceh, mayam dipakai untuk nilai emas. Satu mayam berkisar 3,3 gram, sebagian lagi memakai takaran 3 gram. Artinya mahar pernikahan Tommy sekitar 49,5 gram atau kalau dibulatkan menjadi 50 gram.
Dalam Bahasa Aceh, mahar juga disebut jeulame atau penghargaan untuk pengantin perempuan.
Tarmizi Abdul Hamid, pemerhati adat istiadat Aceh mengatakan dalam adat, mahar juga menentukan strata sosial dan ekonomi.
“Semakin tinggi nilai mayam yang dikeluarkan, maka semakin tinggi strata sosial dan ekonomi pengantin,” katanya kepada acehkini, Kamis (21/11).
Dalam adat Aceh, selain nilai mayam emas yang disebut dalam akad nikah, pihak pengantin laki-laki juga kerap memberikan sejumlah uang atau benda lainnya kepada pihak perempuan. Biasanya ini untuk keperluan kenduri atau pesta.
ADVERTISEMENT
Pihak pengantin perempuan, biasanya menyiapkan peralatan isi kamar pengantin untuk mereka lalui bersama di malam pertama.
“Berapa mayam maharnya, dan uang yang diserahkan, tergantung kesepakatan keluarga,” jelas Tarmizi.
“Yang jelas, mahar emas selalu ada dan masuk dalam akad nikah, berapa pun mayam-nya,” tambahnya.
Sesuai adat Aceh, umumnya proses menuju pernikahan ditempuh dengan jalan lumayan panjang. Dimulai dari perkenalan, mengutus keluarga, membawa tanda jadi (semacam tunangan) sampai kepada pernikahan. Selain keluarga, proses juga melibatkan tetua kampung.
Alasan itu pula, menyebabkan ikatan pernikahan jika dilangsungkan secara adat Aceh, sulit untuk berpisah alias cerai.
“Karena ikatan bukan hanya keluarga, tapi juga kampung atau wilayah. Pasti akan ada rasa tidak enak atau malu dengan perangkat kampung kalau cerai. Kalaupun berpisah, itu kuasa Allah,” jelas Tarmizi.
ADVERTISEMENT
“Tapi saat ini, proses panjang tersebut mulai pudar di kota-kota,” sambungnya. []