Konten Media Partner

Problematik Qanun Jinayat Aceh: Berdua Bermesraan Tapi Hukuman Cambuk Beda (1)

19 Januari 2022 9:36 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seorang pejabat di Aceh Timur dan pasangan tidak sahnya dijatuhi hukuman cambuk karena melanggar Qanun Jinayat. Hukuman untuk keduanya berbeda, publik bertanya-tanya kok bisa?
Ilustrasi hukuman cambuk. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukuman cambuk. Foto: Suparta/acehkini
Seorang laki-laki, pejabat, di Kabupaten Aceh Timur, Aceh, berinisial TS dicambuk 15 kali karena dalam persidangan terbukti melakukan ikhtilat (bermesraan dengan pasangan belum menikah). Sedangkan pasangan tidak sahnya, perempuan berinisial RJ, dijatuhi hukuman lebih berat: 100 kali cambuk karena dalam persidangan terbukti melakukan zina.
ADVERTISEMENT
Mereka dicambuk di muka umum di halaman kantor Dinas Syariat Islam Aceh Timur, Idi, pada Kamis (13/1). Setelah eksekusi selesai, pelbagai komentar pun mencuat di tengah masyarakat. Sebagian orang menganggap ada kejanggalan dalam kasus ini: sama-sama 'berbuat' kok hukumannya bisa senjang.
Wakil Ketua Mahkamah Syar'iyah Idi, Anas Rudiansyah, menyebut putusan hakim sesuai dengan fakta yang terbukti dalam persidangan. "Apa yang disumpah, apa yang diakui dalam persidangan itulah yang terbukti," katanya seusai pelaksanaan cambuk, Kamis lalu.
Anas menguatkan hal tersebut dengan melanjutkan bahwa kasus ini sudah melalui tiga tahap persidangan: tingkat pertama di Mahkamah Syar'iyah Idi, banding di Mahkamah Syar'iyah Aceh, hingga berujung ke meja kasasi di Mahkamah Agung.

Sulit Memahami Pertimbangan Hakim

Bagi Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, kesenjangan hukuman ini juga menjadi sesuatu yang sulit dipahami. "Perempuan diakui berzina dengan laki-laki. Kalau laki-laki itu tidak diakui (berzina) berarti kan tidak terjadi zina," kata Teungku Faisal Ali, Ketua MPU Aceh, kepada acehkini, pada Senin (17/1).
ADVERTISEMENT
Secara normatif, menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Khairil Akbar, hukuman yang diberikan seharusnya sama. "Kalau dilihat dari segala aspek sama, idealnya hukuman juga sama. Artinya tidak boleh orang dibedakan karena status tertentu," ujarnya, pada Senin.
Tapi, dalam persidangan terkadang terungkap hal-hal lain yang bersifat meringankan terdakwa. "Itu yang mungkin membuat hakim mengambil keputusan yang berbeda," kata Khairil. Hakim diberi kebebasan mengambil keputusan dalam setiap persidangan. "Tidak ada batasan bahwa kasus yang sama hukumnya juga harus sama."
Ihwal laki-laki tidak mengaku berzina dan perempuan mengaku berzina, menurut Khairil hal tersebut memang problematik dalam Qanun Jinayat yang berlaku di Aceh. "Bahwa ya hanya perempuan yang bisa dicambuk berdasarkan jarimah zina," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau perempuan ingin si laki-laki juga dicambuk dengan jarimah zina, si perempuan harus membuktikan bahwa dia telah berzina dengan si laki-laki. Kalau tidak bisa dibuktikan, malah perempuan bisa ditambah dengan qadzaf karena dianggap menuduh. Ini memang problem di Qanun Jinayat."
Rotan yang digunakan untuk mencambuk pelanggar syariat di Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Teungku Faisal dan Khairil Akbar sama-sama meminta acehkini meninjau pertimbangan hakim agar terang benderang ihwal beda vonis meski satu pasangan. "Ini harus ditelusuri," kata Khairil.
Pejabat Hubungan Masyarakat Mahkamah Syar'iyah Aceh Darmansyah Hasibuan mengaku belum menerima salinan putusan kasus ini. "Saya belum menguasai pertimbangan hukumnya," katanya, pada Senin. Itu sebabnya, ia enggan berkomentar lebih banyak.
Apakah kesenjangan hukuman seperti ini kerap terjadi dalam putusan pelanggaran syariat Islam? "Belum sering, masih beberapa kejadian. Jarang terjadi seperti itu," ujar Darmansyah.
ADVERTISEMENT
Pada Maret 2021, acehkini sempat membaca kronologi mesum TS dan RJ di Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Syar'iyah Idi. Kasus TS tercatat dengan nomor perkara 3/JN/2021/MS.Idi dan RJ dengan nomor perkara 4/JN/2021/MS.Idi.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan kasus itu terjadi pada Oktober 2018 ketika TS mendatangi rumah RJ di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. Di sana, RJ seorang diri karena suaminya sedang keluar. Keduanya diduga bercumbu.
JPU mendakwa TS melanggar pasal khalwat (berduaan dengan pasangan tidak sah) dan ikhtilat (bermesraan dengan pasangan tidak sah) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Sementara terhadap RJ, JPU memberikan empat dakwaan, yaitu dua dakwaan ikhtilat, khalwat, dan zina.
Setelah berita acehkini tayang, dakwaan tersebut menghilang di laman web Mahkamah Syar'iyah Idi. Nama terdakwa pun kemudian disamarkan. Hingga Selasa (18/1), salinan putusan tingkat kasasi TS dan RJ belum dapat ditemukan di laman Direktori Putusan Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT