Sidang Gugatan PLTA Tampur, Perusahaan Belum Relokasi Warga

Konten Media Partner
25 Juni 2019 20:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saksi disumpah sebelum memberikan keterangannya. Dok. Walhi Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Saksi disumpah sebelum memberikan keterangannya. Dok. Walhi Aceh
ADVERTISEMENT
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Banda Aceh, Aceh, menggelar sidang lanjutan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) atas Gubernur Aceh terkait pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan PLTA Tampur-I kapasitas 443 MW di Kabupaten Gayo Lues, Aceh.
ADVERTISEMENT
Sidang gugatan bernomor 7/G/LH/2019/PTUN.BNA dengan agenda mendengar keterangan saksi dari pihak penggugat digelar Selasa (25/6). Persidangan ke-13 ini dipimpin majelis hakim: Muhammad Yunus Tazryan, Fandy Kurniawan Pattiradja, dan Miftah Saad Caniago.
Pada sidang tersebut, kuasa hukum penggugat menghadirkan saksi fakta warga Gampong Lesten, Kecamatan Pining, Gayo Lues. Pria yang namanya tak ingin ditulis ini, menyebut PT Karmizu --perusahaan yang mendapat izin membangun PLTA Tampur-- mengabaikan nilai keadilan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Di awal survei, perusahaan mengatakan akan merelokasi warga. “Ini janji pertama mereka,” ujar saksi di hadapan majelis. Selain itu, warga akan dibangun rumah tipe 45, masjid, TK, SD, SMP, kantor desa, dan sarana olah raga.
“Sampai sekarang belum ada realisasinya, dan belum jelas akan direlokasi ke mana,” terang saksi. Usai mendapat janji dari perusahaan tersebut, sejumlah masyarakat memilih tidak lagi bercocok tanam, apalagi tanaman yang tumbuh lama.
ADVERTISEMENT
Saksi tersebut juga menuturkan, selama ini pihak perusahaan telah melakukan kegiatan di lokasi, seperti pengeboran tanah untuk pengambilan sampel, mengukur lahan area pembangunan proyek dan area pemukiman warga yang disebut perusahaan akan direlokasi. “Di awal-awal THR (tunjangan hari raya) pernah diberikan tiga kali berturut-turut, berupa roti dan sirup,” ujar saksi menjawab pertanyaan dari majelis hakim.
Sebelum PT Karmizu hadir di Gayo Lues, menurut saksi, pada 1982 sebuah perusahaan juga pernah datang untuk melakukan kegiatan serupa. Belakangan, perusahaan tersebut keluar tanpa pamit.
Saksi menambahkan, satwa liar masih sering terlihat di sekitar kampungnya tak jauh dari lokasi PLTA Tampur-I. "Harimau, rangkong, dan orang utan, serta gajah sering memakan pohon pisang milik warga, kalau korban tidak ada,” terang saksi.
ADVERTISEMENT
Usai mendengar keterangan saksi, persidangan lanjutan akan digelar lagi pada Selasa, 2 Juli 2019, dengan agenda mendengar keterangan saksi ahli dari penggugat.
Sebelumnya, Walhi Aceh menggugat Gubernur Aceh atas penerbitan Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian IPPKH dalam rangka pembangunan PLTA Tampur-I (443 MW) seluas lebih kurang 4.407 hektare atas nama PT KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh tanggal 09 Juni 2017.
PLTA Tampur-I memiliki luasan genangan mencapai 4.070 hektare dengan ketinggian bendungan mencapai 193 meter. Izin tersebut diterbitkan oleh Gubernur Aceh periode sebelumnya, Zaini Abdullah di akhir masa jabatannya. Dalam hal ini, Walhi mengajukan gugatan ke Gubernur Aceh yang tengah menjabat saat ini, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pemerintahan di Aceh.
ADVERTISEMENT
Dalam melayangkan gugagat tersebut, Walhi menggandeng sembilan pengacara dan bekerja sama dengan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA). Walhi menilai Gubernur Aceh telah melampaui kewenangan dan perusahaan yang ditunjuk belum melunasi kewajibannya. []
Reporter: Habil Razali