Konten Media Partner

Tragedi Jambo Keupok di Aceh, 19 Tahun Sudah Pembantaian 16 Warga Sipil

17 Mei 2022 21:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tragedi Jambo Keupok sudah berlalu 19 tahun lalu. Korban pembantaian warga Aceh itu belum bersua dengan keadilan.
Tugu nama-nama mereka yang menjadi korban di Jambo Keupok. Foto: KontraS Aceh/acehkita
zoom-in-whitePerbesar
Tugu nama-nama mereka yang menjadi korban di Jambo Keupok. Foto: KontraS Aceh/acehkita
Desa Jambo Keupok yang tenang tiba-tiba berdarah pada 17 Mei 2003, persis 19 tahun silam. Pukul 7 pagi, sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia dengan senjata lengkap masuk ke kampung di Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, Aceh, itu.
ADVERTISEMENT
Teriakan tentara pagi itu pecah di kampung pedalaman itu. Tentara memerintahkan semua warga Jambo Keupok keluar dari rumahnya masing-masing. Penduduk disuruh berkumpul di rumah Suma/Dedi.
Tentara menanyakan warga keberadaan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Siapa pun menjawab tidak tahu hari itu kena pukulan, tendangan, dan tusukan dengan ujung senjata.
12 pria kemudian dipisahkan dari penduduk lain, dikumpulkan di depan rumah Suma. Posisinya berbaris mengarah ke rumah Daud. Dan…, tentara menembak kaki mereka, lalu membawanya ke rumah Daud.
Dalam rumah itu, 12 pria tersebut dibakar hidup-hidup. Tiada seorang pun selamat.
Adegan ini bukanlah cuplikan film aksi. Ini kejadian nyata yang kini dikenal peristiwa Jambo Keupok. Pembantaian rakyat sipil ini terjadi dua hari menjelang Darurat Militer mulai diterapkan di Aceh sejak 19 Mei 2003. Konflik Aceh meletus dari 1976 dan berakhir damai pada 2005.
Infografik: Tragedi Jambo Keupok. Dok. KontraS
Peristiwa Jambo Keupok dipicu informasi dari cuak atau informan ke anggota TNI bahwa pada 2001-2002 desa itu jadi basis GAM. Aparat menindaklanjuti kabar itu dengan menyisir kampung.
ADVERTISEMENT
Dalam pembantaian itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia menyatakan 12 penduduk meninggal akibat dibakar hidup-hidup dan 4 orang meninggal karena ditembak. Data itu dimuat dalam Laporan Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Jambo Keupok Aceh, dirilis 14 Maret 2016.
Komnas HAM menyebutkan korban meninggal dibakar hidup-hidup adalah Nurdin–meninggal dalam kondisi terbakar–ada lubang di kepala dan punggung sebelah kanan--,Asri, Saili, Dullah Adat, Amiruddin,Tarmizi, Muktar, Usman, Abdul Rahim, Mukminin, Suandi, dan Bustami.
Adapun empat orang meninggal ditembak, yaitu Khalidi di bagian punggung, perut, dan kepala; Kasturi meninggal di samping sekolah dasar; Burahman ditembak oleh 15 orang TNI di kepala, dada kiri, paha kiri, dan betis kanan di jalan depan musala sehingga meninggal; dan Budiman ditembak hingga meninggal.
ADVERTISEMENT
"Para korban yang dimaksud merupakan penduduk sipil berjumlah 16 orang yang diidentifikasi oleh pelaku sebagai anggota atau simpatisan GAM yang berada di Desa Jambo Keupok tanpa bukti yang sah," tulis Komnas HAM.
Komnas HAM menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Tiga bentuk perbuatan dan pola kejahatan dalam kasus itu adalah pembunuhan, penyiksaan, dan penganiayaan.
14 Maret 2016, Komnas HAM menyerahkan berkas Jambo Keupok ke Kejaksaan Agung sebagai penyidik untuk mengusut kasus ini. Komnas HAM menyebut beberapa pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas kasus itu, antara lain Panglima TNI 2003, Dandim 0107 Aceh Selatan 2003, Danramil Bakongan 2003, Komandan Pemukul Reaksi Cepat dari Batalyon 502 Linud Divisi II Kostrad, Komandan Satuan Gabungan Intelijen, Pimpinan Para Komando, Bupati Aceh Selatan 2003, Kapolsek Bakongan 2003, dan seorang cuak.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 16 Januari 2020, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebutkan berkas Jambo Keupok sudah dikembalikan ke penyelidik atau Komnas HAM. Berkas disebut belum lengkap.
Sejauh ini, belum ada kabar yang memihak ke korban dari pengusutan kasus ini.
Divisi Advokasi dan Kampanye Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, menilai kasus ini jadi bola pimpong di tangan pemerintah. "Meskipun telah melewati tahap penyelidikan oleh Komnas HAM. Namun, belum mendapat pengakuan," katanya, Selasa (17/5).
Sikap pemerintah begitu dinilai langkah meremehkan sejarah panjang Indonesia, terutama Aceh. Dampak dari pengakuan yang tak kunjung datang ini adalah hak yang belum didapat korban sampai kini.
ADVERTISEMENT
Ia kecewa ke Presiden Jokowi yang belum memenuhi janjinya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. "Jika luka masa lalu tidak disembuhkan bagaimana mungkin dapat membangun sumber daya manusia Aceh dengan sebaik-baiknya," ujarnya.