Konten dari Pengguna

‘Solusi Dua Negara’ adalah Opsi Terbaik Perdamaian Palestina

Acep Mujib Ichlasul Amal
Alumni Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 September 2024 15:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Acep Mujib Ichlasul Amal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konflik Gaza, Palestina (hosnysalah via pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Konflik Gaza, Palestina (hosnysalah via pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel telah berlangsung sangat lama. Konflik tersebut dimulai dari penyerahan mandat wilayah Palestina oleh Inggris sekitar tahun 1940 an kepada bangsa Yahudi.
ADVERTISEMENT
Penyerahan mandat wilayah tersebut terjadi karena banyaknya pengungsi dari etnis Yahudi yang merupakan korban dari peristiwa holocaust pada saat berlangsungnya Perang Dunia Kedua.
Setelah penyerahan mandat atas wilayah Palestina kepada bangsa Yahudi, Inggris mulai meninggalkan wilayah Palestina secara bertahap, menyisakan berbagai macam konflik yang berujung kekerasan antar etnis antara etnis Arab dan Yahudi.
Dalam upaya meredakan konflik tersebut, terjadi pembagian wilayah yang diberikan kepada masing-masing etnis, baik Arab maupun Yahudi untuk membentuk negaranya masing-masing.
Namun, upaya tersebut berakhir gagal yang terbukti hanya satu negara yang berhasil eksis dan berdiri di wilayah yang disengketakan, yaitu Israel pada tahun 1948.
Merujuk pada sejarah, konflik panjang yang terjadi antara etnis Arab dan Yahudi yang berhasil mendirikan negara Israel mencapai puncaknya pada peristiwa Perang enam hari Arab-Israel.
ADVERTISEMENT
Hasil dari perang tersebut menyebabkan konflik kekerasan antar etnis semakin meningkat dan Israel berhasil memenangkan Perang melawan aliansi negara-negara Arab.
Mesir dan Yordania kemudian menandatangani Perjanjian perdamaian dengan Israel dan setelah kehilangan otoritas terhadap beberapa wilayah, yaitu Gaza, sinai, dan dataran Golan.
Pasca pecahnya Perang enam hari yang dimenangkan oleh Israel, tingkat kekerasan semakin meningkat. Terjadi berbagai macam peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa kelompok pejuang kemerdekaan Palestina yang berakhir dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Peristiwa Intifada, merupakan salah satu peristiwa berdarah yang dialami oleh warga Palestina yang dibantai dan diburu oleh pemerintah Israel.
Serangkaian usulan untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina terus disampaikan. Usulan pembentukan dua negara menjadi salah satu opsi atas solusi untuk menghentikan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Palestina.
ADVERTISEMENT
Usulan tersebut mendapatkan respon yang baik pada tahun 1993 oleh kedua belah pihak yang berseteru, Palestina yang diwakili oleh PLO (Palestine Liberation Organization/Organisasi Pembebasan Palestina) yang dipimpin oleh Yasser Arafat dan Israel yang saat itu dipimpin oleh Rabin Shimon Peres.
Meski pertemuan telah digelar dan menghasilkan Perjanjian Oslo, namun beberapa pihak baik dari Israel maupun Palestina masih menentang usulan tersebut.
Kedua belah pihak tetap bersikukuh berdiri atas keyakinan masing-masing terkait hak pendudukan wilayah Palestina/Israel. Penentangan tersebut diwujudkan dengan serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak hingga mencapai puncaknya dengan terbunuhnya Rabin Shimon oleh ekstrimis Yahudi.
Berdasarkan sejarah tersebut, PBB sebagai organisasi internasional terbesar yang menghimpun seluruh negara-negara di dunia tetap mengupayakan agar usulan solusi dua negara tersebut dapat diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya PBB, mayoritas dunia internasional sepakat bahwa solusi untuk penyelesaian serangkaian konflik di Palestina adalah dengan dibentuknya 'solusi dua negara'.
Meskipun usulan ‘solusi dua negara’ gencar disuarakan untuk diwujudkan, hal tersebut bukanlah solusi untuk mengakhiri konflik kekerasan yang terjadi di Palestina.
Meskipun banyak negara yang telah mengakui eksistensi Palestina sebagai negara, hingga detik ini tidak ada tindakan nyata satupun yang mampu menghentikan tindakan kekerasan yang terjadi di Palestina. Israel tetap eksis melakukan serangkaian tindakan pelanggaran HAM berat terhadap warga Palestina.
Terdapat satu persyaratan yang diajukan oleh Israel sebagai wujud dari komitmen negara tersebut untuk mengakhiri serangkaian kekerasan di Palestina.
Persyaratan tersebut adalah pemusnahan seluruh anggota Hamas yang merupakan ancaman bagi keamanan Israel. Serangkaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina hingga saat ini adalah upaya Israel untuk melenyapkan organisasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika pada akhirnya Palestina diakui sebagai sebuah negara berdaulat, konflik kekerasan tidak akan berhenti begitu saja. Penulis meyakini bahwa Israel akan terus melakukan penyerangan yang berakhir dengan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap warga sipil Palestina.
Dalam sudut pandang Israel, selama Hamas masih terus eksis, stabilitas keamanan wilayah Israel akan terus terancam. Dalam teori realisme, keamanan menjadi salah satu sektor penting dalam pembentukan kebijakan luar negeri sebuah negara.
Menurut realisme, hal terpenting bagi sebuah negara adalah kelangsungan hidup negara dan keamanan serta keselamatan rakyat. Dengan masih eksisnya Hamas di kawasan Palestina, maka sulit bagi Israel untuk menghentikan serangkaian tindakan kekerasan di Palestina.
Lantas, apabila solusi dua negara bukan merupakan akar penyelesaian masalah konflik Israel-Palestina, lalu apakah ada solusi lain? Menurut penulis, terdapat satu solusi lain yang memungkinkan penyelesaian konflik secara langsung namun sangat sulit terealisasi, yaitu Humanitarian Intervention atau intervensi kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Intervensi Kemanusiaan merupakan istilah yang dibahas dalam studi hubungan internasional terutama dalam hukum humaniter internasional sebagai salah satu upaya atau solusi menghentikan tindakan pelanggaran hak asasi manusia di suatu negara.
Intervensi kemanusiaan adalah suatu tindakan yang diambil oleh suatu organisasi atau aliansi yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia di suatu negara.
Jenis pelanggaran HAM yang senantiasa menjadi dasar untuk dilakukan intervensi kemanusiaan adalah kejahatan yang sistematis seperti pengusiran paksa, pembersihan etnis, dan genosida.
Landasan Hukum yang digunakan sebagai pembenaran dalam melakukan intervensi kemanusiaan adalah piagam PBB pasal 39-50. Meski demikian, perlu adanya persetujuan dari Dewan Keamanan apabila intervensi tersebut akan dilaksanakan.
Salah satu contoh tindakan intervensi kemanusiaan yang berhasil menghentikan serangkaian pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah pada saat perang Serbia-Bosnia.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, salah satu persyaratan sulit dalam melaksanakan intervensi kemanusiaan adalah persetujuan Dewan Keamanan PBB. Apabila tindakan tersebut harus diambil, maka Amerika Serikat yang merupakan sekutu Israel akan menolak opsi tersebut, sehingga tindakan tersebut akan sulit untuk terealisasi.
Meskipun bukan akar penyelesaian dari konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, ‘solusi dua negara’ merupakan salah satu opsi rasional yang terus diperjuangkan oleh dunia internasional yang diharapkan mampu menghentikan konflik tersebut.***
Referensi
Bell, D. (n.d.). humanitarian intervention. Britannica. https://www.britannica.com/topic/humanitarian-intervention
Bell, D. (n.d.). Realism. Britannica. https://www.britannica.com/topic/realism-political-and-social-science
Chapter VII: Action with Respect to Threats to the Peace, Breaches of the Peace, and Acts of Aggression (Articles 39-51). (n.d.). United Nations: Peace, dignity and equality on a healthy planet. https://www.un.org/en/about-us/un-charter/chapter-7
ADVERTISEMENT
Encyclopedia Britannica, T. E. o. (2024, August 23). two-state solution Israeli-Palestinian history. Britannica. Retrieved September 16, 2024, from https://www.britannica.com/topic/two-state-solution