Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Film Horor 'Mereka yang Tak Terlihat' Raih Rekor MURI
12 Oktober 2017 8:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Museum Rekor Indonesia (MURI) menganugerahkan penghargaan kepada film 'Mereka yang Tak Terlihat' sebagai film drama horor dengan pemeran karakter makhluk astral terbanyak. Film produksi Skylar Pictures itu memuat sekitar 67 tokoh makhluk astral dengan berbagai rupa.
ADVERTISEMENT
Ditemui usai media screening film 'Mereka yang Tak Terlihat' di Kemang Village XXI, Jakarta Selatan, Billy Christian selaku sutradara pun berkisah mengenai hal tersebut.
Menurut Billy yang juga berperan dalam pembuatan skenario, sejujurnya ia tak menghitung jumlah makhluk astral dalam keseluruhan cerita. Billy mengaku bahwa ia dan timnya tak sengaja menciptakan begitu banyak tokoh makhluk astral agar mampu meraih rekor MURI.
"Oh, enggak (disengaja). Saya menulis skenario, kami develop, kemudian saya bikin desain hantunya. Sebenarnya, pada saat menulis skenario, honestly, saya pun enggak menghitung," ujar Billy, baru-baru ini.
Ketika film rampung digarap, barulah sang produser memberi tahu Billy mengenai banyaknya tokoh makhluk astral dalam karya mereka.
"Tiba-tiba, pihak Skylar bilang, 'Bil, ini banyak lho, tokoh hantunya. Ada 67.' 'Hah, serius?' Saya enggak menghitung hantunya sebanyak itu. Pas terakhir-terakhir aja dikasih tahu, 'Bil, ini kita mau masukin MURI, hantu kita banyak," tutur Billy.
ADVERTISEMENT
Sebelum menulis skenario, Billy bersama segenap tim yang terlibat lebih dulu melakukan suatu riset. Bukan sembarang riset, mereka bahkan berhadapan langsung dengan anak indigo yang tengah dimasuki oleh para makhluk astral.
Frisly Herlind, salah seorang pemeran film 'Mereka yang Tak Terlihat' adalah salah seorang anak indigo yang terlibat dalam riset tersebut. Frisly bersedia menjadi medium, dalam arti dimasuki oleh makhluk astral.
Melalui tubuh Frisly, para makhluk astral tersebut berkisah mengenai siapa dan seperti apa kisah kematian mereka. Menggunakan handycam, Billy merekam hal itu dan menjadikannya inspirasi untuk menciptakan tokoh-tokoh makhluk astral dalam film.
"Waktu mendesain 'kan saya berdasarkan deskripsi dari anak-anak indigo. Saya gambar aja. Ketika dijembrengin, ternyata ada banyak banget," ucap sutradara berusia 33 tahun ini diakhiri tawa.
ADVERTISEMENT
Meski banyak cerita yang didapatnya dari para makhluk astral tersebut, pria yang menggarap film 'Petak Umpet Minako' ini tak serta-merta memasukkannya dalam skenario. Ia memilah sejumlah karakter makhluk astral berdasarkan beberapa pertimbangan.
"Ada yang dialami sendiri oleh Frisly. Menurut saya, itu menarik. Lalu, tentang bullying di sekolah. Kasus bunuh diri di sekolah banyak beredar, apalagi tentang bullying yang sampai sekarang masih kerap jadi perbincangan," tuturnya.
"Kasus-kasus itu, menurut pertimbangan kami, adalah yang memang tidak terlalu sadis untuk dibawa kepada khalayak, apalagi keluarga. Tadinya banyak banget, ada pembunuhan yang mutilasi, pemerkosaan, dan lainnya. Kami enggak mau pakai yang seperti itu," sambungnya.
Sementara itu, film 'Mereka yang Tak Terlihat' dipadati oleh tokoh perempuan. Billy mengaku punya alasan tersendiri terkait hal tersebut.
"Memang film ini semacam tribute untuk ibu saya. Sebenarnya 'mereka yang tak terlihat' di sini bisa jadi adalah sosok ibu dalam keseharian kita. Selain itu, dari awal memang film ini tentang hubungan ibu dan anak. It's a family drama, but horror. Baru kemudian, saya menciptakan karakter-karakter yang semuanya perempuan karena saya memang mau meng-highlight tentang perempuan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Uniknya, tantangan terbesar Billy ada pada dirinya sendiri. Sutradara film 'Rumah Malaikat' ini mengaku, ia adalah sosok yang penakut.
"Tantangan terberat, honestly, saya adalah orang yang penakut. Saya selalu bilang pada Frisly untuk make sure enggak ada yang mengikuti saya sampai rumah. Sebab, ketika bikin cerita, saya merasa ada yang menunggu di belakang saya untuk menyampaikan ceritanya. Padahal, sesi itu sudah selesai," tutupnya.