Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Cerita Horor Rumah Oei Tiong Ham dan Jejak Penomorduaan Perempuan
6 Januari 2025 13:55 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Ade Putra Suryana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Oei Tiong Ham
ADVERTISEMENT
Sejarah mencatat Oei Tiong Ham adalah seorang pengusaha terkaya di Asia Tenggara. Ia lahir di Semarang, 19 November 1866 dari pasangan Oei Tjie Sien yang berasal dari Tiongkok dan Tjan Bien Nio, perempuan peranakan kelahiran Jawa. Berasal dari keluarga pebisnis membuat Oei belajar banyak tentang bisnis. Ilmu ini yang kemudian ia terapkan untuk mengembangkan bisnisnya.
ADVERTISEMENT
Komoditas utama bisnisnya adalah gula dan candu, melalui bisnis tersebut Oei Tiong Ham berhasil mengumpulkan kekayaan hingga 200 juta gulden atau setara Rp.43,4 triliun. Saking kayanya, Oei punya banyak barang peninggalan sejarah—salah satunya adalah gedhong dhuwur yang berada di Bukit Simongan, Kota Semarang. Bangunan tersebut awalnya milik ayahnya yang dibeli dari seorang Yahudi asal Armenia. Di masa kejayaannya, gedung ini diurus oleh 100 pegawai. Pesta-pesta besar kerap digelar dan dihadiri oleh berbagai tokoh berpengaruh Semarang.
Bejo salah satu warga yang tinggal sejak kecil di rumah tersebut memberikan kesaksiannya terkait sisa kemegahan gedhong dhuwur. “Di belakang pas aku kecil itu ada wajan besar yang biasanya digunakan untuk sembahyang orang Cina, bahkan di pintu masuk itu dulu ada patung macan, tapi sekarang ga tau entah hilang kemana, mas.”
Kekayaannya yang banyak membuatnya memiliki banyak istri. Dikabarkan sang raja bisnis memiliki 8 istri dan 26 anak, tapi jumlah tersebut diperkirakan lebih banyak karena Oei memiliki banyak gundik. Anaknya, Oei Hui Lan, mengatakan kalau ayahnya punya lebih dari 46 anak dari gundik-gundiknya. Disebutkan bahwa poligami Oei dilakukan karena istri pertamanya yang bernama Goei Bing Nio keras kepala dan angkuh. Tidak disebutkan berapa gundik yang Oei punya dan dimana mereka tinggal.
ADVERTISEMENT
Terdapat indikasi kuat bahwa gedhong dhuwur menjadi salah satu tempat Oei menaruh gundik-gundiknya karena anaknya Oei Hui Lan mengatakan bahwa di rumah tersebut selalu diadakan pesta.
CERITA HOROR GEDHONG DHUWUR
Warga Semarang biasa memanggil gedung besar yang terletak di atas Bukit Simongan Semarang itu sebagai gedhong dhuwur. Gaya bangunan Eropa, ditandai dengan pilar besar yang menyangga, kamar yang banyak, lorong panjang, dan beberapa bagian yang roboh menambah aura keseraman. Walau terlihat kusam bangunan dua lantai tersebut ditinggali oleh beberapa keluarga. Setidaknya ada 6 KK yang terdaftar tinggal di lantai satu, sementara lantai dua dibiarkan kosong. Layaknya bangunan tua dimanapun terdapat cerita menyeramkan yang beredar di tengah masyarakat. Bejo salah satu warga yang tinggal di bangunan tersebut mengatakan pernah melihat sesosok hantu perempuan Tionghoa cantik, diikuti dengan wewangian terlihat mengelilingi gedung.
“Saya pernah itu dilihatin, pas saya jalan sekelibat ada yang lewat semacam bayangan gitu,” jawab salah satu warga ketika ditanya apakah pernah melihat penampakan di bangunan tua tersebut.
ADVERTISEMENT
Warga lain juga mengungkapkan hal yang senada.
“Kalau saya biasanya sering mencium bau wangi-wangian kemenyan gitu mas, pernah juga saya melihat burung banyak terbang mengelilingi bangunan ini”.
Gosip soal siapa hantu yang menggentayangi gedhong dhuwur itu simpang siur. Ada yang bilang kalau hantunya adalah anak dari Oei Tiong Ham, tapi ada juga yang mengatakan hantu itu adalah gundik Oei yang tidak terima atas perlakuan yang ia terima selama hidup.
PENOMORDUAAN PEREMPUAN
Pergundikan bisa terjadi karena sistem yang menganggap dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan adalah hal yang lumrah. Praktik pergundikan biasa terjadi karena masyarakat memandang pergundikan sebagai solusi untuk terlepas dari kemiskinan. Posisi para gundik yang lebih rentan dari istri sah membuat mereka rutin menjadi korban perilaku yang tidak menyenangkan, seperti kekerasan dan pelecehan.
ADVERTISEMENT
Mereka dianggap entitas rendahan yang tidak layak untuk dihormati, sehingga di dalam masyarakat mereka teralienasi secara penuh. Gundik juga dinilai tidak bisa memilih jalan hidupnya karena kehidupan mereka sepenuhnya tergantung pada pria yang mereka layani.
Inilah yang menjadi basis kenapa hantu-hantu perempuan sering muncul di budaya populer. Ia adalah perlawanan alam bawah sadar kepada sistem sosial yang mengakar di masyarakat. Hantu perempuan digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan yang lebih kuat karena ada perasaan tertindas. Dalam periode 1970-2019 terdapat 60,47% film yang menghadirkan sosok perempuan sebagai hantu yang menyeramkan. Sebaliknya laki-laki yang berperan sebagai pemuka agama memiliki fungsi untuk mengusir hantu dan bersifat lebih kuat dibandingkan hantu perempuan. Masyarakat digiring untuk memberikan interpretasi bahwa perempuan sebagai sosok yang menyeramkan harus patuh dan taat kepada seorang laki-laki yang memiliki kekuatan yang lebih besar.Fenomena tersebut menjadi bukti bahwa film menjadi salah satu faktor dalam melanggengkan subordinasi perempuan.
Penggambaran semacam ini membuat pengontrolan kepada perempuan bahwa mereka harus menjadi entitas yang lemah, mengikuti apa kata laki-laki, serta menjadi menyeramkan ketika melawan. Semakin masuk akal kenapa masyarakat sering menggambarkan hantu yang muncul di gedhong dhuwur adalah seorang perempuan Tionghoa yang biasanya diikuti oleh bau wangi. Masyarakat telah menerima berbagai informasi yang menggambarkan bahwa wanita adalah sesosok yang lemah dan harus tunduk kepada laki-laki. Ketika mereka hendak melakukan perlawanan mereka digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan berwujud hantu.
ADVERTISEMENT
Smone de Beauvoir seorang tokoh feminis kontemporer mengatakan "Sangat alami bagi perempuan masa depan untuk merasa marah pada batasan yang ditetapkan oleh jenis kelaminnya. Pertanyaan sebenarnya bukanlah mengapa dia harus menolaknya: masalahnya adalah mengerti mengapa dia menerimanya." Perempuan harus mulai sadar apa yang terjadi pada mereka, bahwa terdapat upaya menomorduakan mereka di berbagai sektor. Bersatulah perempuan untuk melawan!!!
Ade Putra Suryana
Peneliti Junior di Lingkar Kajian Kolaboratif (LKK)