Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Berkenalan Dengan Morgan, Orang Asia Pertama dengan Sindroma Down Bicara di PBB
19 Juli 2024 18:22 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ade Tuti Turistiati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
The University of Sydney Quadrangle nampak ramai dipenuhi mahasiswa internasional dari berbagai negara (19/7). Dilihat dari wajah dan bahasa yang digunakan dapat dipastikan mayoritas mahasiswa asing yang akan mulai berkuliah minggu depan berasal dari Asia, tepatnya China. Wajah-wajah sumringah menghiasi para muda-mudi dalam acara orientasi mahasiswa baru tersebut.
Di tengah keramaian, serombongan pemuda asal Indonesia datang bergabung. Mereka adalah mahasiswa S2 atau yang mengambil program master atas beasiswa LPDP. Yang menarik, kehadiran Morgan Maze bersama ibunya dari Jakarta menambah hangat suasana. Morgan dan ibunya, Dewi Tjakrawinta terbang dari Brisbane setelah mereka menjadi pembicara pada acara World Down Syndrome Congress 2024. Di Indonesia Dewi dan Morgan dikenal sebagai aktivis gerakan disabilitas. Kedatangan Morgan ke USyd karena sang ibu bermaksud memperkenalkan Morgan pada Umar Syahroni mahasiswa LPDP kandidate PhD dari USyd dan juga aktivis disabilitas.
Morgan Maze adalah pemuda penyandang sindroma Down, berusia 25 tahun. Menurut Dewi, banyak orang salah persepsi bahwa kata Down dalam Down syndrome sebagai lawan dari kata up, jadi penyandang sindroma Down dianggap rendah. Padahal, istilah Down syndrome berasal dari nama penemunya Dr. John Langdon Down.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan penyandang sindroma Down lainnya, Morgan yang berayah asal Prancis dapat berkomunikasi dengan baik. Bahkan, Morgan tidak hanya berbahasa Indonesia tetapi juga dapat berbicara dalam bahasa Inggris dan bahasa Prancis. Selain itu, Morgan juga suka memasak. Morgan bekerja di sebuah kafe gallery di Jakarta dan bercita-cita memiliki kafe sendiri.
Tahun 2019 Morgan menjadi orang Asia pertama dengan sindroma Down berbicara di kantor PBB di Jenewa. Ia mengangkat soal pekerjaan bagi penyandang sindroma Down di Indonesia. Sejak tahun 2019 juga Morgan ditunjuk oleh organisasi Down Syndrome International (DSi) menjadi country representative self-advocate yang kemudian disebut DSi ambassador dari Indonesia. Ia bersama Ibu dan kawan-kawan Ibunya yang aktivis perempuan pada tahun 2017 mendirikan sebuah organisasi penyandang disabilitas(OPDis) yaitu Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI), sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup para penyandang sindroma Down.
Morgan pemuda cerdas dan santun. Ia mengulas artikel untuk penyandang sindroma Down, yang ditulis dalam easy language, bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas intelektual. Bahasa tersebut menggabungkan kata-kata sederhana untuk dipahami dan bila perlu mencari gambar yang sesuai agar kata atau kalimat lebih mudah dimengerti.
ADVERTISEMENT
Morgan menempuh pendidikan secara homeschooling. Hal ini dilakukan karena menurut Dewi sistem pendidikan di Indonesia untuk penyandang disabilitas intelektual masih sangat buruk. Semoga di masa yang akan datang, anak-anak dan pemuda seperti Morgan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang lebih baik.
“I choose not to place “DIS”, in my ability.” ― Robert M Hense