Konten dari Pengguna

Bijak Bermedia Sosial: Kenali Beda Misinformasi, Disinformasi, dan Malinformasi

Ade Tuti Turistiati
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Purwokerto. Alumni SSEAYP 89. Senang menulis tentang kisah perjalanan, budaya, pendidikan, dan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Hobi main pingpong dan membaca.
5 Agustus 2024 21:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade Tuti Turistiati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital, kemudahan dan kecepatan akses terhadap beragam informasi seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, kondisi ini berdampak positif atau menguntungkan. Namun, di sisi lain kondisi tersebut berakibat negatif, merugikan, atau membahayakan. Dengan adanya informasi dalam genggaman, semakin mudah orang menyebarluaskan informasi yang diterimanya walaupun kebenarannya masih dipertanyakan alias belum tentu benar. Informasi yang salah dapat menyesatkan dan berpotensi menimbulkan provokasi, pencemaran nama baik, permusuhan. Bahkan, yang lebih ekstrim bisa saja menimbulkan kematian, jika informasi terkait misalnya pengobatan ternyata salah.
Ilustrasi anti hoax dan fake news. Sumber: www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anti hoax dan fake news. Sumber: www.freepik.com
Ada tiga istilah umum yang berkaitan erat dengan penyebaran informasi keliru, yaitu misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Perbedaan yang mendasar dari istilah tersebut adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Misinformasi
Misinformasi adalah informasi yang salah. Informasi itu disebarkan oleh orang yang percaya bahwa informasi itu benar. Jadi, dalam hal ini orang yang menyebarluaskan informasi tidak tahu bahwa informasi tersebut salah. Dengan kata lain tidak ada unsur kesengajaan dari orang tersebut menyebarluaskan berita yang salah.
Misalnya, seseorang mengirim ucapan ulang tahun untuk temannya di group WhatsApp. Ia yakin bahwa tanggal ultah temannya tanggal 30 Agustus. Namun, ternyata ia salah, seharusnya tanggal 31 Agustus. Contoh lain, seorang ketua kelas menyampaikan informasi dari dosen mengenai hari libur. Ia yakin apa yang disampaikannya itu benar. Ternyata sang ketua kelas salah dengar.
Disinformasi
Disinformasi adalah informasi yang salah. Informasi tersebut sengaja disebarluaskan oleh orang yang tahu bahwa informasi tersebut salah. Ia menyebarluaskan informasi salah tersebut dengan maksud untuk menyesatkan atau memanipulasi orang lain. Penyebar disinformasi biasanya memiliki motif tertentu, misalnya menggiring opini, memengaruhi persepsi, menciptakan kepanikan atau kecemasan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, A mengirim pesan tertentu pada B bahwa jika pesan tersebut tidak disebarluaskan B ke sepuluh orang maka B akan mengalami kecelakaan. Dalam hal ini A tahu pesan tersebut tidak benar. A bermaksud membuat cemas B. Contoh lain, X menyebarluaskan informasi di media sosial bahwa warung bakso Y membuat bakso dicampur daging babi. X tahu bahwa informasi tersebut salah. X bermaksud agar orang yang beragama Islam tidak membeli bakso di warung Y sehingga bisnis Y jatuh.
Malinformasi
Malinformasi adalah informasi yang benar atau berdasarkan realitas tapi digunakan untuk merugikan orang, kelompok, organisasi, atau bahkan negara. Mirip dengan disinformasi, umumnya malinformasi disebarluaskan dengan motif untuk merugikan pihak lain.
Contohnya, ilustrasi kejadian banjir di Jakarta tahun 2007 kemudian disebarluaskan pada tahun 2024, seolah-olah banjir tersebut baru saja terjadi. Hal ini dilakukan dengan motif untuk misalnya menjatuhkan pejabat tertentu atau membuat masyarakat cemas.
ADVERTISEMENT
Kita perlu lebih berhati-hati dan cermat dalam menerima dan menyebarluaskan informasi. Jangan terburu-buru menyebarluaskan informasi ke orang lain sebelum kita yakin akan kebenarannya. Pastikan informasi yang kita bagikan bukan tergolong misinformasi, disinformasi, ataupun malinformasi.
Ingat, salah satu sifat komunikasi itu irreversible, artinya sulit bahkan tidak bisa ditarik kembali. Maksudnya, informasi yang terlanjur dibagikan sulit ditarik kembali karena dalam hitungan detik bisa jadi informasi tersebut telah disebarluaskan oleh orang lain. Jika informasi itu salah atau benar tapi disalahgunakan, maka bisa berdampak negatif dan merugikan orang lain bahkan diri sendiri.
Kelas Akademi Digital Lansia di Solo. Sumber: Tim Tular Nalar
Untuk membangun dan mengingatkan agar masyarakat bijak bermedia, termasuk bermedia sosial, berbagai elemen berperan serta, diantaranya kerjasama konsorsium MAFINDO (Masyarakat Antifitnah Indonesia), Maarif Institute, dan Love Frankie. Mereka mengusung program Tular Nalar dengan mengadakan workshop, training luring/daring, kampanye, dan edukasi terkait literasi digital. Tular Nalar bertujuan menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis dalam mencerna informasi dengan cara yang asyik dan menyenangkan. Berfokus pada penyediaan materi yang relevan, guna membantu publik menavigasi tantangan yang dihadapi di lingkungan sehari-hari.
Kelas Tular Nalar. Sumber: Tim Tular Nalar
Think before posting or sharing! Apakah informasi tersebut benar? Apakah informasi tersebut bermanfaat? Apakah informasi itu harus segera dibagikan? Mari bijak bermedia sosial.
ADVERTISEMENT