Karakter Wonder Woman Diciptakan Psikolog yang Terobsesi Feminisme

5 Juni 2017 13:39 WIB
ADVERTISEMENT
Wonder Woman, film pahlawan super tahun 2017. (Foto: Dok. Warner Bros)
“…mencetak rekor debut tertinggi untuk film yang disutradarai wanita.’
ADVERTISEMENT
Apa kesamaan dari dua kalimat yang menjadi potongan berita di atas? Keduanya sama-sama mengistimewakan objek wanita.
Wonder Woman lebih dari sekadar karakter superhero yang (diharapkan) menjadi mesin uang bagi para penerbit komik dan studio besar Hollywood. Dia bisa menjadi simbol feminisme, gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki.
Ketika Perang Dunia Kedua, tokoh Superman dan Batman populer sebagai simbol pop dari kekuatan dan moralitas. Penerbit yang kemudian menjadi DC Comics, butuh sebuah antidot yang disebut psikolog Harvard sebagai kejahatan terburuk dari buku komik superhero, yakni ‘maskulinitas yang menakutkan.’
Sang psikolog, William Moulton Marston, punya rencana yang bisa jadi solusi. Tokoh Diana lahir ke dunia yang menurut dia dan para feminis, ada dalam belenggu egoisme kekuatan pria. Saat itulah emansipasi harus lebih disuarakan melalui jalur-jalur yang ngepop. Salah satunya, melawan propaganda patriarki melalui komik.
ADVERTISEMENT
Gal Gadot sebagai Wonder Woman (Foto: Dok. Warner Bros)
William Moulton Marston disebut punya dua sisi kepribadian: seorang psikolog yang diakui membantu terciptanya alat pendeteksi kebohongan, dan seorang feminis radikal. William percaya bahwa cara yang tersisa untuk menyelamatkan dunia dari perang, adalah menempatkan wanita untuk memimpin dunia, dan laki-laki seharusnya bisa lebih berperilaku seperti wanita.
Noah Berlatsky merupakan salah satu tokoh yang mengangkat isu feminisme Wonder Woman dan karakter pembuatnya. Ahli komik ini membuat buku berjudul ‘Wonder Woman: Bondage and Feminism in Marston/Peter Comics, 1941-1948.’
Noah menyebut bahwa komik Wonder Woman merupakan ekspresi dari penyaluran hasrat William kepada dua hal; feminisme dan ‘women in bondage’ atau wanita dalam kurungan. Buku tersebut membawa pembaca pada perjalanan liar melalui komik Wonder Woman di tahun 1940-an, yang mempresentasikan kekuatan dan seksualitas wanita secara berani.
ADVERTISEMENT
William Marston —yang hidup bersama pacar dan istrinya dalam satu rumah—menciptakan alam semesta yang ramah terhadap seksualitas dan gaya hidup yang aneh; lesbianisme hingga cross-dressing.
'Wonder Woman: Bondage and Feminism in Marston/Peter Comics 1941-1948’ juga mengungkapkan bagaimana komik Wonder Woman membahas masalah serius, bahkan tabu seperti pemerkosaan dan inses.
Awalnya, William tak berpikir untuk menghadirkan karakter wanita untuk menyejajarkan kekuatan Superman. Hingga kemudian dia mendapatkan solusi alami.
ADVERTISEMENT
William menjual karakter Wonder Woman kepada All-American/Detective Comics dengan persetujuan bahwa cerita yang diangkap berfokus pada ‘kekuatan wanita yang terus tumbuh’. Dia bekerja sama dengan artis pria—bukannya wanita—Harry G. Peter untuk membuat desain tiara dan kostum yang berkilauan.
Desain cover komik pertama Wonder Woman (Foto: DC Comics)
Wonder Woman pertama kali muncul dalam All-Star Comics No 8, menggunakan gelang yang mirip dengan yang dipakai Bryne, mantan murid William yang kemudian jadi pacarnya. Kritik pada karakter Wonder Woman dan penciptanya, juga tertuang dalam buku ‘The Secret History of Wonder Woman’ karya Jill Lepore.
ADVERTISEMENT
Gal Gadot sebagai Wonder Woman (Foto: Warner Bros.)
Tokoh Wonder Woman, setelah 76 tahun, akhirnya naik ke layar lebar dengan pemeran utama Gal Gadot, pemenang kontes kecantikan Miss Israel 2004.
Film Wonder Woman yang disutradarai Patty Jenkins, berhasil membukukan debut pendapatan 100,5 juta dolar AS di bioskop Amerika dan Kanada akhir pekan lalu.