Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Membandingkan Galih dan Ratna Era Rano Karno dan Versi Millenial
6 Maret 2017 9:55 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Banyak orang bilang masa-masa paling indah ada di SMA. Tapi bagi Galih dan Ratna, di sanalah kisah pilu mereka terjadi. Cinta yang terpaksa dipisahkan karena jurang status sosial dan perbedaan etnis.
ADVERTISEMENT
Tiada duka selara Galih dan Ratna. Tiada nostalgia seindah cinta di SMA.
Kini setelah 38 tahun berlalu, sutradara Lucky Kuswandi menulis ulang cerita cinta Galih dan Ratna, karakter yang dipopulerkan Rano Karno dan Yessy Gusman lewat film ‘Gita Cinta dari SMA’ (1979). Film yang menampilkan aktor pendatang baru Refal Hady dan Sheryl Sheinafia ini dijadwalkan tayang pada Kamis, (9/3) mendatang.
Film remake sulit untuk tak lepas dari bayang-bayang pendahulunya. Apalagi untuk ukuran film yang menjadi fenomena pop pada masanya. Oleh karena itu, kumparan akan sedikit memberikan perbandingan antara film garapan sutradara Arizal yang fenomenal, dengan Galih dan Ratna versi kekinian sentuhan Lucky.
Pertama-tama, mari bicara soal plot:
Versi Orisinal:
ADVERTISEMENT
Galih (Rano Karno) adalah bintang kelas yang menonjol di bidang olahraga dan pelajaran. Tapi jika berhadapan dengan wanita yang disukainya, Galih menjadi pribadi yang rendah diri karena tak berasal dari keluarga yang berada.
“Jangan. Kalau naik sepeda nanti kamu turun gengsi,” kata Galih yang beberapa kali menolak Ratna untuk pulang bersama.
Beruntung Ratna (Yessy Gusman) bukanlah perempuan yang silau harta, meski digoda pria lain yang naik mobil dan Vespa. Cinta menemukan jalannya.
Manisnya rasa cinta berubah pahit saat ayah Ratna mengetahui hubungan mereka. Ayah Ratna tak suka dengan Galih yang berdarah Sunda, dan tak berasal dari keluarga terpandang. Ayah Ratna, birokrat yang berkumis tebal itu lebih memilih menjodohkan putrinya kepada pria Jawa yang sedang kuliah di UGM Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan film ini begitu fenomenal pada masanya, mungkin karena plot yang begitu dekat dengan realitas. Berapa banyak cinta yang kandas karena tanpa persetujuan orang tua? Atau karena calon yang kita sukai sudah dijodohkan. Atau karena sentimen etnis? Atau karena perbedaan status sosial?
Mereka yang hatinya retak karena alasan sama, kemungkinan besar lebih menghayati cerita dalam film. Sejarah membuktikan bahwa kegetiran cinta dengan ramuan cerita yang pas, akan lebih diperbincangkan dan populer dibanding cerita cinta yang berakhir manis. Ingat Romeo dan Juliet, kan?
Versi Millenial:
Galih dan Ratna versi millenial memang dihadapi persoalan yang sama; cinta yang tak disetujui karena perbedaan status sosial. Tetapi sesungguhnya yang menjadi penggerak plot adalah cerita tentang Galih (Refal Hady) dan Ratna (Sheryl Sheinafia) yang berusaha membangun mimpi mereka bersama.
ADVERTISEMENT
Ratna terkesan dengan Galih yang introvert, cuek dan berbeda dari cowok kebanyakan. Di era digital yang semua terhubung internet, Galih memilih untuk mendengarkan musik dari kaset dan walkman yang terus dia bawa.
“Pokoknya dia beda,” kata Ratna memuji Galih. Perkenalan mereka terjadi di taman belakang sekolah saat Galih sedang belajar sekaligus mendengarkan lagu.
Tapi tokoh Galih versi millenial juga alergi dengan unsur materialistis dalam menyelesaikan masalah. Dalam sebuah adegan, Galih bertengkar hebat dengan Ratna setelah mengetahui bahwa kekasihnya itu secara diam-diam membantu kondisi finansial usaha yang dipertahankan Galih mengikuti idealisme ayahnya.
Nilai-nilai dalam cerita:
Versi Orisinal:
Sutradara Arizal menggambarkan bahwa Galih dan Ratna sama-sama siswa teladan di sekolah. Ketika berpacaran, mereka tetap menjaga norma kesopanan. Dalam mengutarakan cinta saja Galih mengungkapkan secara diam-diam melalui sajak yang ditulis dalam buku.
ADVERTISEMENT
Tapi namanya anak muda, Galih dan Ratna tetap curi-curi kesempatan untuk bertemu meskipun dilarang. Adegan itu membuat tokoh Galih terasa lebih manusiawi tanpa kesan membuat sosok tersebut sebagai lelaki sempurna nan salih bak malaikat. Seandainya Galih lahir dari keluarga berada, tentu dia akan jadi idaman seluruh calon mertua di muka bumi.
Sutradara Arizal menangkap momen kebiasaan anak-anak muda saat itu yang pergi tamasya ke gunung sambil nyanyi bersama. Kesenangan di masa SMA juga digambarkan lewat berbagai macam pentas seni khas Indonesia, baik itu tarian maupun musik. Menggambarkan betapa menariknya khazanah kebudayaan kita. Sementara rivalitas digambarkan dalam bentuk pertandingan basket dan usaha para cowok merebut hati Ratna.
Dari Galih versi Rano Karno ini, kita bisa belajar bahwa bersikap cool lebih menarik perhatian cewek yang jadi primadona. Jadi, pura-pura cuek saja apabila bertemu cewek yang kamu sukai, meskipun jadi incaran banyak orang! Dari Galih kita juga bisa belajar bahwa sikap rendah diri justru melunturkan sikap cool yang sudah melekat.
ADVERTISEMENT
Tentu yang paling penting, kamu juga harus meniru sikap Galih yang rajin belajar, religius, suka olahraga dan kesenian. Galih juga mampu menerima realitas dengan tak memaksakan kehendak secara ekstrem, sehingga sang sutradara tak perlu membuat lanjutan film berjudul ‘Galih dan Ratna Kawin Lari.’
Lalu, nilai apa yang bisa kita serap dari tokoh Ratna versi Yessy Gusman? Pertama-tama, catat bahwa Ratna sangat patuh pada orang tuanya meskipun menderita karena cinta. Dia hanya bisa pasrah tidak boleh masuk sekolah agar tak bertemu Galih.
Perlu dicatat juga bahwa Ratna tak silau dengan rayuan cowok-cowok berduit yang suka pamer mobil dan Vespa pemberian orang tua mereka. Dia lebih senang naik sepeda bersama Galih, jadi Ratna lebih menilai karakter dibanding penampilan. Tapi, Ratna juga menolak cowok-cowok yang mendekatinya dengan sopan tanpa membuat mereka sakit hati.
ADVERTISEMENT
Dan satu lagi, dari Ratna kita bisa belajar bahwa kehadiran kekasih sangat berarti bagi cowok yang sedang tanding basket.
Versi Milenial
Sutradara Lucky Kuswandi merekam dengan detail kebiasaan-kebiasaan generasi millenial yang sangat gandrung dengan internet. Erlin sahabat Ratna, digambarkan sebagai beauty blogger berambut silver yang Snapchat-an terus dan merekam video segala macam kegiatannya. Erlin mau menjadi teman Ratna--si anak baru di sekolahnya-- karena Ratna punya followers di Instagram puluhan ribu. Adegan pertemanan berbasis followers ini cukup kocak sekaligus menyentil.
Teman-teman di sekeliling Galih dan Ratna juga digambarkan dengan beragam karakter yang cukup unik dan intelektual. Ada teman Ratna yang hobinya membuat petisi online tentang kesetaraan gender dan isu-isu lainnya. Joko Anwar--pemeran guru di sekolah Galih dan Ratna--sempat menegur seorang siswa yang membawa buku bacaan beraliran 'kiri', hingga keunikan sahabat Galih yang rambutnya selalu klimis dengan pomade.
ADVERTISEMENT
Galih versi Refal Hady digambarkan sebagai siswa teladan nan berbakti pada orangtua. Galih sebagai anak sulung, selalu membantu ibunya menyiapkan katering dan menjaga toko kaset demi menopang ekonomi keluarga. Ayah Galih merupakan seorang musisi yang punya toko kaset legendaris 'Nada Musik', dan sudah lama meninggal dunia.
Di tengah kondisi ekonomi dan keluarga, Galih terjebak dengan idealisme yang diwariskan sang ayah. Ia tetap ingin mempertahankan gedung toko Nada Musik, meskipun sudah tak menghasilkan uang lagi. Sementara ibunya mendesak agar gedung itu dijual untuk membantu biaya sekolah.
Kehadiran Ratna di hidup Galih menumbuhkan optimisme untuk mempertahankan idealismenya.
Ratna digambarkan sebagai pribadi yang hangat, namun kesepian karena sudah ditinggal ibunya sejak lama. Sang ayah punya sikap yang dingin, sehingga hubungan mereka kurang baik. Ratna dititipkan sang ayah--diperankan Hengky Tornado--kepada adik perempuannya di Bogor, diperankan Marisa Anita dengan akting yang menghibur.
ADVERTISEMENT
Pertemuan Ratna dan Galih terjadi di taman belakang sekolah. Pertemuan yang cukup memberikan kesan bagi keduanya. Kesamaan Ratna versi millenial dan Ratna era Yessy Gusman adalah keberanian mereka untuk mengajak kenalan duluan dan meminjam buku.
Ekspresi ketertarikan Ratna pada Galih ditunjukkan di dunia maya saat Ratna follow Galih di Twitter, yang bikin Galih senyum-senyum sendiri. Sementara Galih menunjukkannya dengan membuat mixtape dari kaset dengan lagu-lagu jadul seperti 'Sakura' Fariz RM.
Sutradara Lucky Kuswandi merekam berbagai macam fenomena dan kebiasaan anak sekarang dari berbagai aspek. Termasuk soal gaya berpacaran.
Masih banyak detail film yang bisa dibandingkan, tapi akan terlalu panjang dan spoiler. Jadi, saksikan saja filmnya di bioskop pada 9 Maret mendatang bersama orangtua, lalu diskusi lebih jauh dan ajak mereka bernostalgia.
ADVERTISEMENT