Konten dari Pengguna

Setop Body Shaming, Mari Rangkul Keanekaragaman di Dunia Bebas Penghakiman

Adinda Nurtopani
Mahasiswi Universitas Pamulang, Jurusan Sastra Indonesia.
20 Juni 2023 7:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Nurtopani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi rasa insecure seseorang. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi rasa insecure seseorang. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Body shaming atau celaan fisik adalah tindakan berbahaya dan merusak yang melibatkan kritik, ejekan, atau komentar negatif tentang ukuran, bentuk, berat, atau penampilan tubuh seseorang.
ADVERTISEMENT
Ini dapat terjadi baik secara langsung maupun online, dan dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kesejahteraan mental dan emosional individu yang mengalaminya.
Body shaming memperlihatkan standar kecantikan yang tidak realistis, memupuk perasaan tidak mampu dan rendah diri, dan dapat menyebabkan masalah citra tubuh, gangguan makan, depresi, dan kecemasan.
Ilustrasi seorang wanita yang mendapat perlakuan body shaming. Foto: Shutterstock
Hal ini merupakan kebiasaan buruk yang menciptakan budaya menilai, membandingkan, dan negatif, yang dapat merusak kesehatan dan kebahagiaan individu secara keseluruhan
Berdasarkan laporan ZAP Beauty Index 2020, sekitar 62,2 persen perempuan di Indonesia pernah menjadi korban body shaming selama hidupnya. Dari jumlah itu, 47 persen responden mengalami body shaming karena tubuhnya dianggap terlalu berisi.
Sebanyak 36,4 persen responden mengalami body shaming karena memiliki kulit yang berjerawat. Kemudian, 28,1 persen responden yang menjadi korban body shaming karena memiliki bentuk wajah yang tembam.
ADVERTISEMENT
Ada pula 23,3 persen responden terkena body shaming karena warna kulit yang gelap. Sementara, 19,6 persen responden terkena body shaming karena dianggap memiliki tubuh yang terlalu kurus.
Standarisasi kecantikan terasa tak ada habisnya dan terus berubah seiring waktu. Standar kecantikan yang ada dalam masyarakat sering kali dipengaruhi oleh faktor budaya, media massa, industri mode, dan industri kosmetik.
Standar yang sempit ini sering kali memicu perlakuan body shaming terhadap orang yang tidak mampu memenuhi standar tersebut.
Ilustrasi body shaming terhadap wanita kurus. Foto: Shutterstock
Penting untuk diingat bahwa tidak ada "ukuran tubuh yang sempurna" atau "penampilan yang sempurna".
Setiap orang pantas dihargai dan diakui dengan apa adanya, tanpa mendapatkan tekanan atau kritik terkait penampilan fisik mereka.
Kita dapat berperan dalam menghindari body shaming dengan menunjukkan penghargaan terhadap semua bentuk tubuh, menghentikan komentar negatif tentang penampilan orang lain, dan fokus pada kualitas dan karakteristik non-fisik individu.
ADVERTISEMENT
Penting untuk menciptakan budaya yang mendukung penerimaan diri dan menghormati keragaman tubuh yang beragam dalam masyarakat.
Ilustrasi wanita yang sedang berjerawat. Foto: shutterstock
Hal ini melibatkan menghentikan kebiasaan body shaming dan mengedukasi orang lain tentang pentingnya menghargai semua jenis dan bentuk tubuh.
Meskipun hanya sekadar bercanda, bentuk fisik seseorang bukanlah hal yang tepat untuk dijadikan bahan lelucon. Jangan biarkan kebiasaan buruk ini menyebar di sekitar kita.
Penting juga untuk berfokus pada kesehatan secara keseluruhan, baik fisik maupun mental, daripada hanya melihat pada penampilan fisik semata.
Ingat, setiap orang berhak merasa nyaman dan percaya diri dengan tubuhnya sendiri, bebas dari penilaian dan tekanan standar kecantikan yang tidak realistis.
Mari dorong kebaikan, empati, dan dukungan satu sama lain, serta bersama-sama kita bisa membuat perubahan positif untuk menghentikan body shaming.
ADVERTISEMENT