Konten dari Pengguna

Menakar Keputusan Menteri BUMN dalam Menyelamatkan Premi Nasabah Jiwasraya

Adithiya Diar
Advokat pada Kantor Hukum Adithiya Diar dan Rekan, Dosen tetap pada Fakultas Hukum dan Ilmu Bisnis Universitas Adiwangsa Jambi, dan seorang Musafir Kehidupan.
16 Januari 2022 17:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adithiya Diar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: kumparan.com
ADVERTISEMENT
Keputusan Menteri BUMN dalam menyelamatkan premi pokok nasabah Jiwasraya sangat penting diulas. Keberadaan Jiwasraya yang saat ini diibaratkan "hidup segan, mati tak mau", terus menjadi bahan celaan atas gagalnya pemerintah dalam mengurusi perusahaan plat merah yang berusia lebih dari setengah abad itu.
ADVERTISEMENT
Ditengah krisis kepercayaan publik terhadap banyak perusahaan plat merah, hanya Jiwasraya yang paling disoroti. Bagaimana tidak, setelah Haxana selaku Direktur Utama mengumumkan Jiwasraya mengalami kerugian sebesar Rp. 33,4 Triliun, Jiwasraya tetap beroperasi dengan mengurusi kepindahan data pemegang polis yang menjadi tanggungjawabnya ke perusahaan lain yang masih berumur jagung, IFG life.
Kebijakan pemerintah sebagai pemilik modal tunggal Jiwasraya, terus menuai kontroversial dalam perpindahan polis tersebut. Banyak pendapat yang menyatakan ada korupsi terselubung atas pemindahan polis nasabah jiwasraya ke IFG life. Apalagi nominal yang menjadi tanggungjawab Jiwasraya itu sangat fantastis, yang kemudian pertanggungjawabannya dialihkan ke IFG life.
Tak sampai disitu, pemotongan premi pokok nasabah Jiwasraya yang dialihkan ke IFG life turut mengalami pemotongan sebesar 40% dari premi pokok. Tentunya tak sedikit nasabah yang kecewa atas kejadian ini, walaupun pemerintah melalui kementerian BUMN merasa bangga telah menyelamatkan nasabah dari kerugian total.
ADVERTISEMENT
Dibawah kepemimpinan menteri Erick Tohir, pemerintah enggan membubarkan jiwasraya yang sudah diujung tanduk. Apalagi untuk mendeklarasikan diri bahwa Jiwasraya sebagai Perusahaan yang pailit, tentu tidak mungkin terjadi. Kementerian BUMN seakan-akan tidak mau kehilangan muka atas gagalnya pengelolaan Jiwasraya, yang pada akhirnya membentuk perusahaan baru (IFG life) yang melanjutkan pembayaran manfaat polis bagi nasabah yang menyetuhui restrukturisasi jiwasraya ke IFG life dengan pemotongan premi pokok.
Program restrukturisasi tidak berjalan mulus, masih terdapat banyak penolakan dari nasabah yang merasa dirugikan. Bahkan, ada banyak gugatan secara hukum dilayangkan oleh nasabah yang merupakan implementasi dari kekecawaan yang mereka alami. Setidaknya, ada dua faktor penolakan para nasabah untuk ikut restruturisasi yang ditawarkan. Pertama, para nasabah keberatan adanya nilai premi pokok sebagaimana tertuang dalam polis sebelumnya dipotong sebanyak 40% dari tiap-tiap polis; kedua, memang nasabah sudah jera dengan kebijakan sepihak dari pemilik modal yang merugikan posisi mereka sebagai nasabah, dan bahkan kejadian yang serupa berpotensi akan terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
Dari kedua alasan tersebut, tulisan ini mencoba mengupas takaran yang tepat untuk Keputusan Menteri BUMN dalam menyelamatkan nasabah Jiwasraya.

Antara Menyelamatkan Jiwasraya dan Menyelematkan Nasabah Jiwasraya

Menyelamatkan jiwasraya, tentu tidak sama dengan menyelamatkan nasabah jiwasraya. Walau kalimat tersebut sama-sama memiliki kata "menyelamatkan", namun definisi dari kalimat tersebut tentu sangat berbeda. Jika menyelamatkan jiwasraya, maka belum tentu nasabah akan terselamatkan dari kerugian yang akan dihadapi. Sebaliknya, jika menyelematkan nasbah jiwasraya, tentu kebijakan yang diambil oleh Menteri BUMN haruslah pro terhadap nasabah yang secara otomatis sedikit banyak akan menumbalkan keberadaan Jiwasraya.
Dalam acara serah terima pertanggungjawaban polis dari Jiwasraya ke IFG life, secara tersurat Menteri BUMN tidak menyebutkan "menyelamatkan jiwasraya" ataupun "menyelamatkan nasabah jiwasraya" sebagai tujuan akhir pengalihan polis. Erick Tohir selaku Menteri BUMN, memilih diksi "memastikan perlindungan kepada konsumen" sebagai bagian dari kata yang terucap yang diiringi dengan kata permohonan maaf. Tentu kalimat ini akan menyayat hati nasabah jiwasraya. Pemilihan diksi "memastikan perlindungan kepada konsumen", yang dalam faktanya terjadi pemotongan polis sebanyak 40%, merupakan kalimat kontradiktif satu sama lain. Tujuan penggunaan diksi "memastikan perlindungan kepada konsumen" dianggap sebagai upaya pemerintah untuk "menyelematkan jiwasraya" yang berkedok "menyelamatkan nasabah jiwasraya".
ADVERTISEMENT

Takaran Keputusan yang Berimbang

Sebagai suatu keputusan yang adil dan berimbang antara penyelamatan nasabah jiwasraya dan penyelamatan jiwasraya, tentu harus diukur ke dalam beberapa aspek hukum. Mulai dari dasar pengambilan keputusan, hingga pada substansi keputusan yang diuji dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dikarenakan, ketika kita bicara persoalan jiwasraya, maka kita akan berbicara banyak aspek. Jiwasraya tidak hanya persoalan bisnis semata, melainkan juga berbicara mengenai pengawasan lembaga keuangan yang bertanggungjawab mengawasi.
Tak bisa dipungkiri lagi, satu-satunya lembaga milik pemerintah yang bertanggungjawab mengawasi lembaga keuangan dipegang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Latar belakang kehadiran OJK memiliki sejarah yang panjang, salah satunya karena adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
Peraturan yang dikeluarkan oleh OJK, merupakan faktor penting sebagai batu uji untuk menilai apakah keputusan BUMN yang melakukan pemotongan polis milik nasabah sebesar 40% itu sudah tepat atau tidak? Bahkan atas restu OJK pula pemindahan polis nasabah jiwasraya ke IFG life bisa terlaksana.
Berdasarkan Pasal 60 ayat (2) huruf a Peraturan OJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reansuransi Syariah, telah mengatur bahwa Pengalihan Fortopolio pertanggungan hasus memenuhi persyaratan tidak mengurangi hak pemegang polis. tertanggung, peserta, atau perusahaan ceding.
ADVERTISEMENT
Sebelum pengalihan polis nasabah dari Jiwasraya ke IFG life, OJK melalui surat bernomor: S-387/NB.2/2001 tertanggal 10 Desember 2021, perihal Pengalihan Portofolio Aset dan Liabilitas PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) kepada PT Asuransi Jiwa IFG yang ditujukan kepada Direksi dan Dewan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya (Persero), sangat jelas untuk mengingatkan kembali untuk berpedoman pada Pasal 60 ayat (2) huruf a Peraturan OJK No. 69/POJK.05/2016.
Dalam faktanya, pengabaian Peraturan OJK No. 69/POJK.05/2016 beserta surat OJK No: S-387/NB.2/2001 yang dilakukan oleh seluruh jajaran Jiwasraya, yang kemudian terjadi pembiaran oleh Menteri BUMN, tentu menimbulkan ketidakpercayaan dari masyakat luas terhadap perusahaan asuransi milik perusahaan plat merah dimasa yang akan datang.
Akhir tulisan ini, tentu akan meninggalkan pertanyaan untuk diresapi bersama. Jika saat ini nasabah asuransi jiwasraya yang menjadi tumbal kebijakan, siapa lagi tumbal berikutnya dimasa waktu yang akan datang? Maka besar harapan penulis agar Menteri BUMN bersama stakeholder mampu menyelesaikan persoalan ini dengan kebijakan yang berpihak kepada nasabah, bukan sebaliknya.
ADVERTISEMENT