Tangis Miryam dan Dakwaan KPK yang Disangkal

24 Maret 2017 7:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Miryam terlihat sedang mengusap air mata. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Sidang kasus e-KTP kembali digelar untuk ketiga kalinya pada, Kamis (23/3), saksi kunci yang dihadirkan di persidangan adalah politikus partai Hanura sekaligus eks anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Hariyani.
ADVERTISEMENT
Pada persidangan ketiga ini, Miryam S Hariyani memberikan keterangan yang berbeda dengan apa yang ada di BAP yang merupakan keterangan dirinya saat diperiksa penyidik KPK. Selain itu kesaksian Miryam sangat berbeda dengan apa yang ada dalam dakwaan KPK untuk dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto
Berikut beberapa kesaksian Miryam S Hariyani dibandingkan dengan dakwaan KPK.
Kesaksian Miryam menyangkal uang proyek e-KTP dan sosok Andi Narogong
Ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar Butar memulai dengan menanyakan apakah Miryam mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Tidak," kata Miryam.
Jawaban Miryam membuat Jhon heran. "Tapi keterangan saudara di BAP, kok kenal?" kata Jhon.
Jhon kemudian bertanya lagi, "Saudara (Miryam) pernah dimintai oleh pimpinan Komisi II untuk dimintai bantuan urusan pembagian uang?" kata Jhon.
ADVERTISEMENT
"Tidak pernah," jawab Miryam.
Sedangkan dari dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, disebutkan bahwa sekitar bulan Mei 2011 setelah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, Irman dimintai sejumlah uang oleh Chairuman Harahap melalui Miryam sejumlah USD 100 untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke beberapa daerah.
Selanjutnya antara bulan Agustus-September 2011, Irman memerintahkan Sugiharto untuk menyediakan uang sejumlah Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Miryam. Untuk menindaklanjuti perintah tersebut, Sugiharto meminta uang tersebut kepada Anang S Sudiharjo yang kemudian diberikan kepada Miryam melalui Yosep Sumartono.
Miryam di sidang e-KTP. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Kemudian pada bulan Agustus 2012, Irman dimintai uang sejumlah Rp 5 miliar oleh Miryam untuk kepentingan operasional Komisi II DPR RI. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Sugiharto untuk menyediakan uang tersebut melalui Anang Sudiharjo yang kemudian diberikan langsung kepada Miryam.
ADVERTISEMENT
Uang sejumlah Rp 5 miliar tersebut kemudian dibagikan oleh Miryam kepada pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI secara bertahap. Dengan rincian sebagai berikut:
Empat orang pimpinan Komisi II DPR RI yang terdiri dari Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Efendi masing-masing sejumlah USD 250 ribu.
Sembilan orang Ketua Kelompok Fraksi Komisi II DPR RI masing-masing sejumlah USD 140 ribu, termasuk kapoksi yang merangkap sebagai pimpinan komisi.
Lima puluh orang anggota Komisi II DPR RI masing-masing sejumlah USD 8 ribu.
Miryam juga diduga menerima uang sejumlah USD 23 ribu atas rangkaian perbuatan Irman dan Sugiharto dalam kasus korupsi e-KTP.
Namun sekali lagi, Miryam menyangkal semua pertanyaan yang diajukan oleh hakim. Bahkan Miryam sempat menangis saat mencabut semua berita acara pemeriksaannya di KPK dengan alasan dia merasa ditekan oleh para penyidik.
ADVERTISEMENT
Permintaan Miryam mencabut BAP membuat Hakim Jhon curiga. "Anda sebagai anggota dewan harusnya jujur, ini jawabannya (di dalam BAP) bagus, runtun, jelas sekali. Menjawab seperti itu, pinter ngarang waktu sekolah dulu dapat angka 10 ya? Ini disaksikan oleh media, berikan keterangan yang benar ya. Bagaimana?" kata Jhon.
Namun demikian, Miryam tetap mencabut semua BAP terkait pemeriksaan dirinya.
"Saya cabut keterangan BAP saya, karena saya tertekan, digitu-gituin, penyidik bilang kemarin Ade, Samsudin, Bamsoet, diperiksa sampai mencret-mencret, penyidik makan duren masuk ruangan membuat saya mual, saya mau cepat-cepat keluar dari ruangan," kata Miryam sambil menangis di persidangan.
Pencabutan berita acara pemeriksaan yang dilakukan eks Anggota Komisi II DPR Miryam S. Haryani, membuat ketua majelis hakim kasus e-KTP, Jhon Halasan Butar Butar, menyinggung tentang Pasal 22 UU Pemberantasan Korupsi. Pasal itu mengatur tentang hukuman pidana bagi saksi yang memberikan keterangan palsu.
ADVERTISEMENT
Pasal 22 itu mengatur ancaman hukuman paling lama 12 tahun dan denda Rp 600 juta untuk seseorang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.