Konten dari Pengguna

Komunikasi di Rumah Sakit Hewan: Melalui Mata Seorang Calon Dokter Hewan

Adriana Madeeha
Adriana Madeeha is an international student from Malaysia pursuing a degree in Veterinary Medicine. Through cinematography and music, she finds inspiration, balancing her interests in both science and art.
8 Desember 2024 18:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adriana Madeeha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto diambil dari tampak depan Rumah Sakit Hewan (Dari Adriana Madeeha)
zoom-in-whitePerbesar
Foto diambil dari tampak depan Rumah Sakit Hewan (Dari Adriana Madeeha)
Ketika membahas topik perawatan kesehatan hewan, komunikasi yang efektif biasanya bukanlah hal pertama yang terlintas dalam pikiran dan sering diabaikan oleh orang-orang di luar bidang ini. Ada anggapan yang salah di kalangan banyak orang bahwa komunikasi adalah prioritas yang lebih rendah dalam kedokteran hewan karena hewan tidak dapat mengungkapkan gejala mereka secara verbal. Namun, komunikasi sebenarnya adalah komponen kunci yang memfasilitasi proses perawatan veteriner dari awal hingga akhir. Berdasarkan hal itu, saya memutuskan untuk mengunjungi Rumah Sakit Hewan di Universitas Airlangga untuk lebih memahami bagaimana para dokter hewan berinteraksi, baik dengan klien maupun di antara mereka sendiri, baik secara verbal maupun non-verbal.
Foto diambil di Rumah Sakit Hewan Universitas Airlangga (Dari Adriana Madeeha)

Kunjungan ke Rumah Sakit Hewan Universitas Airlangga

Saya mengunjungi Rumah Sakit Hewan pada tanggal 6 November dan langsung disambut oleh resepsionis di meja pendaftaran. Setelah meminta izin dengan cepat untuk mengamati para dokter hewan saat bekerja, seorang asisten muda menawarkan untuk menunjukkan saya keliling rumah sakit dan menjelaskan tugas-tugas yang dilakukan oleh para dokter di sana. Pertama-tama, dia membawa saya ke lantai 3 di mana ruang operasi, laboratorium, dan ruang sinar-X berada. Di sini, saya diperkenalkan dengan asisten muda lainnya yang sedang merawat seekor anjing yang memakai E-collar. Setelah kami menjelajahi setiap ruangan, saya mengajukan pertanyaan mengenai pentingnya komunikasi saat bekerja di rumah sakit hewan dan masalah yang mungkin timbul di lingkungan kerja yang sibuk. Berdasarkan pengalaman mereka, mereka berbagi bagaimana komunikasi yang efektif antara dokter hewan sangat penting untuk memastikan hewan menerima diagnosis dan perawatan yang tepat. Selain itu, mereka juga menekankan kesulitan dalam menyampaikan informasi dalam situasi yang terburu-buru seperti kasus darurat. Secara keseluruhan, para asisten sepakat bahwa berbicara dengan pemilik hewan peliharaan jauh lebih mudah daripada berbicara dengan para dokter, tetapi dengan waktu dan latihan, hal itu bisa dikuasai. Singkatnya, komunikasi sama pentingnya dalam bidang kedokteran hewan untuk memastikan perawatan yang memadai bagi pasien mereka.
ADVERTISEMENT
Pukul 3:30 sore, para asisten muda mengajak saya untuk mengajak jalan-jalan seekor anjing penghuni rumah sakit yang bernama Cokelat. Cokelat adalah anjing campuran berwarna cokelat dengan satu kaki belakang yang diamputasi akibat kecelakaan, tetapi itu tidak menghalanginya untuk menikmati jalan-jalan sore. Sebenarnya, saya belum pernah melihat anjing berkaki tiga berlari begitu cepat. Saya memanfaatkan kesempatan ini untuk mengamati bagaimana para asisten berkomunikasi satu sama lain saat menangani anjing yang bersemangat dari kandangnya sambil tetap menjaga sikap tenang. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana bahasa yang jelas dan ringkas dapat memastikan lingkungan yang aman bagi tidak hanya para dokter hewan tetapi juga hewan tersebut. Selama berjalan-jalan, para asisten tetap mengawasi Cokelat sambil menjawab pertanyaan saya tentang pengalaman mereka di berbagai klinik dan pusat konservasi. Mereka juga berbagi tips tentang cara mencapai IPK tinggi untuk lulus lebih cepat. Tak lama kemudian, kami kembali ke rumah sakit agar Cokelat dapat beristirahat. Lalu, para asisten menjelaskan kepada saya keterampilan komunikasi yang dibutuhkan selama proses umum pendaftaran hewan ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Foto diambil dari asisten muda dan Cokelat si anjing (Dari Adriana Madeeha)

Keterampilan Komunikasi dalam Proses Pendaftaran Hewan di Rumah Sakit Hewan

Proses dimulai dengan resepsionis yang dengan ramah meminta pemilik hewan untuk mendaftarkan nama, ras, dan masalah kesehatan umum hewan tersebut di meja pendaftaran. Selanjutnya, nama hewan dipanggil dari ruang konsultasi yang tersedia. Skenario dimulai dengan dokter hewan yang menanyakan riwayat medis dan gejala hewan tersebut. Hal ini harus dilakukan dengan cara yang ramah dan profesional untuk mengurangi kekhawatiran yang mungkin dirasakan oleh klien. Kemudian, dokter hewan melakukan pemeriksaan fisik pada hewan mulai dari mata, hidung, mulut, bulu, dan organ dalamnya. Hewan kemudian ditimbang dan suhu tubuhnya diukur. Dari sini, dokter hewan akan mendiagnosis hewan tersebut dan dapat memilih untuk mengambil tindakan lebih lanjut jika diperlukan, seperti sinar-X atau tes darah. Obat mungkin diresepkan dan tergantung pada kondisi hewan, mungkin diperlukan perawatan di ruang perawatan intensif. Dokter hewan diharuskan menggunakan keterampilan komunikasi non-verbal seperti kontak mata, gerakan tangan, dan gerakan tubuh saat menjelaskan agar memudahkan pemilik hewan peliharaan untuk memahami. Ini juga dapat digunakan antar dokter hewan untuk komunikasi yang efektif di tempat kerja. Para asisten muda kemudian mengucapkan selamat tinggal dan mengembalikan Cokelat ke kandangnya, mengundang kami untuk kembali kapan saja untuk mengunjungi.
ADVERTISEMENT

Kesimpulan: Pentingnya Komunikasi dalam Perawatan Veteriner

Dari pengalaman ini, saya dapat mengatakan bahwa alat penting rumah sakit hewan dalam memastikan pasiennya mendapatkan perawatan bukan hanya melalui penggunaan teknologi medis atau peralatan diagnostik, tetapi lebih pada kemampuan dokter untuk berkomunikasi secara efektif. Jelas bahwa komunikasi adalah keterampilan yang diperlukan dalam profesi apapun, tetapi dalam sektor kesehatan, komunikasi berfungsi sebagai dasar untuk perawatan pasien yang efektif, kolaborasi antar pekerja kesehatan, dan pengambilan keputusan yang terinformasi yang diperlukan untuk diagnosis yang akurat. Melalui berbagi pengamatan ini, saya berharap dapat mengubah anggapan bahwa dokter hewan tidak memerlukan keterampilan komunikasi yang kuat saat menjalankan tugas mereka, padahal sebenarnya itu membentuk dasar karir mereka. Dengan meningkatnya permintaan terhadap profesi kedokteran hewan, penting bagi keterampilan ini untuk dihargai tinggi dan diasah melalui pelatihan serta praktik guna memastikan bahwa dokter hewan siap menghadapi kebutuhan pasien hewan mereka maupun klien manusia mereka.
ADVERTISEMENT