Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Saras 008 dan Kapten Marvel: Kebangkitan Perempuan di Segala Lini Masa
12 Maret 2019 22:58 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
Tulisan dari Adriani Kusumawardani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menikmati akhir pekan dengan menonton Captain Marvel--film ambisius ke-21 dari Marvel Cinematic Universe (MCU)--bergenre aksi petualangan superhero yang digarap oleh Kevin Feige selaku produser, dan mengadaptasi kisahnya dari Marvel Comics. Dalam film ini, kisahnya hanya berfokus pada seorang perempuan bernama Carol Danvers; perwira angkatan udara Amerika Serikat (AS) sekaligus ‘kader junior’ superhero bangsa Kree bernama Mar-Vell.
ADVERTISEMENT
Danvers ber-inkarnasi setelah Deoxyribo Nucleic Acid (DNA)-nya, yaitu asam nukleat materi genetik yang ditemukan di dalam inti sel dan mitokondria manusia--terkontaminasi dengan ‘tesseract’ (sumber inti energi maha dashyat), sehingga ia memiliki kekuatan super dan bisa terbang melesat hingga luar bumi. Tipikal komik Marvel yang futuristik dan imajinatif tingkat dewa. Menariknya, film Hollywood ini dirilis pada tanggal 8 Maret, tepat dengan hari Perempuan Sedunia! Saya mencoba mengulik ‘pesan’ dari pelaku industri film AS ini.
Namun, dalam otak saya justru terlintas figur komik perempuan Indonesia muda perkasa yang berslogan ‘Sang Pahlawan Kebajikan’-Saras 008. Saras 008 dikemas dalam sinetron yang tayang akhir tahun 90-an. Diproduksi oleh Rapi Films dengan jumlah episode lebih dari 60 kisah. Artinya lebih dari tiga tahun fenomena Saras 008 menginspirasi anak-anak Indonesia setiap sore.
ADVERTISEMENT
Sinetron superhero Saras 008 menceritakan tentang pahlawan perempuan yang sangat kuat dan mampu membasmi orang-orang jahat. Dipicu dari transfer kekuatan kucing kesayangannya, Saras nama panggilan Saraswati, kemudian berubah menjadi ‘sakti’ dengan 9 nyawa pengganti dan kekuatan mata berkemampuan sinar laser plus energi “Citra Biru Menggempur Langit” yang luar biasa.
Dengan gerakan sangat fleksibel layaknya kucing, dan berpindah secepat kilat. Bahkan saat itu baik kostum, perilaku, dan gerakan-gerakan Saras 008 (berputar beberapa kali sambil berseru lantang “Saras Kosong-Kosong Delapan….”) banyak ditirukan anak-anak Indonesia. Wow keren!
Feminisme Indonesia Zaman Now
Kembali ke realitas sekarang, dengan meminjam terminologi ilmiah ‘feminisme’: Suatu pemikiran yang muncul sekitar awal tahun 1990-an—sebagai hasil dari pengalaman perjuangan politik karena adanya ketimpangan yang terlalu berfokus terhadap keberadaan kaum laki-laki beserta segala hal yang mampu dilakukannya.
ADVERTISEMENT
Feminisme memandang perspektif-perspektif sebelumnya telah ‘meminggirkan’ keberadaan sosok perempuan yang ‘berperan’ signifikan dan besar dalam hubungan internasional (baca: perang, negara, perdamaian, konflik, politik luar negeri, dll) terhadap tatanan dunia. Penjelasan riil bahwa kaum perempuan telah sejak lama membuat kontribusi berharga terhadap wilayah-wilayah yang menjadi bagian utama kajian Hubungan Internasional, khususnya diplomasi, perundingan, dan negosiasi.
Fenomena tersebut akan menghasilkan pandangan baru yang menyesuaikan dengan keadaan, situasi, dan kondisi sesuai masanya. Seperti halnya feminisme pasca-kolonial yang mengeksplorasi hierarki sistem internasional yang tidak hanya melingkupi dominasi negara Barat terhadap negara non-Barat, tetapi juga pemikiran maskulinitas yang men-subordinasi feminitas dengan isu beragam seperti gender, seksualitas, ras, dan status sosial--menjadi elemen penting dalam pemikiran ini dan harus dimaknai secara kontekstual. Dunia tanpa dominasi pria?
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, beberapa sosok feminisme unggulan Indonesia pada masanya seperti RA Kartini; Cut Nyak Dhien; Menteri Luar Negeri, Ibu Retno Marsudi; Menteri Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri BUMN, Ibu Rini Soemarno; dan Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Inderawati; semuanya merupakan simbol tauladan individu yang sangat nyata terkait kebangkitan semangat perempuan Indonesia.
Para tokoh perempuan Indonesia ini menjadi representasi perempuan yang melampaui batas nilai dan citra ‘pelabelan’ (baca: stereotype) perempuan pada masanya. Simbol perempuan Indonesia dengan kekuatan karakternya, kualitas pribadi, dan kecerdasan intelektual diatas rata-rata, dan dedikasi luar biasa yang tak kalah untuk disejajarkan dengan perempuan berprestasi dunia saat ini.
Mandat perempuan dinilai tak hanya menjadi obyek dari konflik dan kekerasan, namun telah memberikan sumbangan positif dan bahkan menjadi subyek penentu dan penggagas pada perdebatan tentang perdamaian dan keamanan, memberikan kritik terhadap negara untuk kemajuan dan pembangunan yang terarah, mengonseptualisasikan kekuasaan yang berkedaulatan rakyat, menyarankan berbagai visi alternatif tentang identitas kebangsaan, dan mengembangkan suatu analisis mendalam tentang ‘world orders’ dan institusi dunia yang dapat berdampak bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dimensi pemberdayaan perempuan Indonesia makin meluas melingkupi program merancang masa depan (baca: perumus kebijakan nasional), mengimplementasikan berbagai kegiatan pembangunan, serta mengevaluasi intervensi dan eksistensi perempuan baik sebagai pribadi, relasional, dan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makin jelas bahwa perempuan Indonesia mendarmakan karya berkualitas tinggi dan kontribusi tak terukur untuk pembangunan dan nama luhur Indonesia. Tanpa harus terkontaminasi DNA-nya dengan alien dan imajinasi di luar nalar ala Hollywood. Ini asli capaian anak negeri tanpa rekayasa teknologi sinematografi. Perempuan Indonesia hebat!
Ini Era Kebangkitan Perempuan Global
Kebangkitan dan pemberdayaan perempuan adalah suatu proses dari tidak berdaya menjadi diberdayakan. Gambaran jelas dari berbagai dokumen multilateral seperti Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dulunya mengindikasikan bahwa laki-laki relatif memiliki akses yang lebih besar ke penggunaan kekuatan, kontrol sumber daya, dan lebih sedikit kewajiban sosial untuk ditegakkan, serta ideologi budaya yang lebih menguntungkan dibandingkan terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Ketidaksetaraan gender ini dapat diamati dalam beberapa aspek kehidupan sehari-hari, seperti akses ke pendidikan, kesempatan kerja, dan sumber daya ekonomi. Namun dalam perkembangannya, terdapat konsensus dari para pemimpin dunia bahwa kesetaraan gender adalah tujuan penting yang ingin dicapai. Para pemimpin telah sepakat untuk menyediakan akses yang setara bagi perempuan ke berbagai ranah kehidupan sosial.
Beragam intervensi dikembangkan dan diterapkan untuk memperkuat posisi perempuan di seluruh dunia, seperti program peningkatan kesehatan, pendidikan, dan akses keuangan. Konsep dan program pemberdayaan perempuan telah diposisikan sebagai kerangka kerja sama dan proses pembangunan yang bertujuan untuk mengatasi ketidakadilan di seluruh dunia.
Dalam diplomasi berslogan “be the New You” saat ini, tidak hanya kaum ‘feminisme’ yang menginginkan keberadaan politik dunia dapat dirasakan secara merata oleh laki-laki maupun perempuan. Bahkan organisasi multilateral seperti PBB dengan 17 target pembangunan yang berkelanjutan pun telah sepakat untuk mengakui betapa pengaruh perempuan terhadap dunia menjadi sangat nyata (baca: Sustainable Development Goals-SDGs).
ADVERTISEMENT
Melalui misi menjunjung tinggi kesetaraan yang harus diciptakan antara perempuan dan laki-laki, tanpa melepaskan feminitas yang ada pada diri perempuan. Emansipasi perempuan yang bermartabat.
Kebangkitan perempuan di tingkat internasional makin jelas dengan berbagai ‘statement’ politis yang menyoroti kiprah perempuan dalam kemanusiaan dan perdamaian yang akan terus dikedepankan. Dalam kaitan ini, Indonesia berinisiatif menyelenggarakan pertemuan “women and peace” dengan mengundang para diplomat perempuan ASEAN.
Ini merupakan pertemuan 15 menteri luar negeri perempuan dari beberapa negara di dunia termasuk Indonesia pada September 2018 di Montreal, Kanada (dihadiri oleh Andorra, Bulgaria, Costa Rica, Ghana, Guatemala, Kanada, Kenya, Namibia, Norwegia, Panama, Saint Lucia, South Africa, Swedia dan Uni Eropa serta Jepang).
Mereka diundang karena berkomitmen untuk memprioritaskan isu-isu perempuan dalam pertemuan-pertemuan tingkat tinggi, khususnya penguatan peran perempuan sebagai ‘agen’ keamanan internasional, penguatan demokrasi, agen perubahan untuk pembangunan, pembuat perdamaian, dan pemelihara keragaman yang berbudaya, dan agen untuk memerangi kekerasan seksual dan berbasis gender. Tapi bukan agen Marvell!
ADVERTISEMENT
Tak hanya simbolik, pertemuan ini akan jadi rujukan konkret upaya peningkatan status perempuan di mata global melalui kebijakan luar negeri yang lebih feminis (feminist foreign policy)—intinya kesetaraan gender adalah compulsory, sebagai salah satu bentuk dalam mewujudkan keadilan dan merupakan cara efektif untuk mencapai tujuan besar lainnya.
Seperti pemberantasan terorisme dan radikalisme, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta penguatan akses pendidikan dan kesehatan terutama dalam krisis dan konflik. Ini baru diplomasi perempuan. Hebat!
Terhenyak kembali membayangkan heroiknya Kapten Marvel yang berubah menjadi salah satu jagoan terkuat di galaksi dan bergabung dengan Starforce, pasukan elite militer bangsa Kree. Ia kembali ke Bumi dengan terus dihantui masa lalu dan identitas dirinya saat Bumi masih terjebak di pusat konflik galaksi antara dua dunia asing.
ADVERTISEMENT
Dalam pemikiran, saya meyakini benar, tentu saja para perempuan perkasa Indonesia tidak perlu mempertanyakan jati dirinya dan tidak akan terjebak dengan ‘politik identitas’. Karenanya tidak perlu ada kisah lanjutan untuk memperjelas peran seperti Kapten Marvel yang baru akan diposisikan lakonnya menjadi lebih ‘besar’ dalam cerita Avengers 4: End Game. Pastinya.
Live Update