Konten dari Pengguna

Kenapa Tidak Ada Pocong di Amerika?

Afrida
Dosen Departemen Antropologi Universitas Andalas
1 September 2024 18:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
Tulisan dari Afrida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pocong (Dukun Mileneal/Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pocong (Dukun Mileneal/Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Budaya adalah elemen penting yang membentuk identitas suatu masyarakat. Setiap suku bangsa dan negara memiliki budaya yang berbeda-beda, yang mencakup cara hidup, kepercayaan, adat istiadat, dan juga cara mereka memandang dunia. Hal ini juga tercermin dalam bagaimana mereka membayangkan dan mempersepsikan hal-hal yang tidak terlihat atau supernatural, seperti hantu. Di Indonesia, kita mengenal berbagai jenis hantu seperti kuntilanak, pocong, tuyul, dan lain-lain. Sementara di Amerika, kita mungkin lebih familiar dengan hantu-hantu seperti poltergeist, vampire, atau zombie. Salah satu hantu yang sangat populer di Indonesia, yaitu pocong, tidak ditemukan dalam mitologi atau kisah hantu di Amerika. Mengapa demikian?
ADVERTISEMENT
Untuk memahami alasan di balik perbedaan ini, penting untuk melihat bagaimana budaya membentuk pandangan kita terhadap hal-hal supernatural. Di sini, antropologi menawarkan kerangka analitis yang kaya untuk memahami fenomena ini. Antropologi mempelajari manusia, termasuk budaya mereka, melalui waktu dan ruang. Hal ini membantu kita memahami bahwa apa yang kita yakini dan bagaimana kita mempersepsikan dunia, termasuk entitas supernatural seperti hantu, sangat dipengaruhi oleh budaya.
Setiap suku bangsa dan budaya memiliki cara unik untuk menjelaskan fenomena supernatural. Di Indonesia, kisah-kisah tentang hantu seperti pocong berasal dari kepercayaan dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Pocong, yang digambarkan sebagai sosok mayat yang terbungkus kain kafan dengan tali yang belum dilepaskan, adalah manifestasi dari kepercayaan Islam mengenai proses pemakaman. Menurut tradisi, setelah jenazah dimakamkan, tali pocong seharusnya dilepas agar roh dapat dengan tenang pergi ke alam baka. Jika tidak, roh tersebut dipercaya akan bergentayangan dalam bentuk pocong.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, di Amerika, banyak kepercayaan dan cerita hantu yang dipengaruhi oleh latar belakang sejarah yang berbeda, seperti pengaruh Kristen, tradisi penduduk asli Amerika, serta imigran dari berbagai negara. Mitos tentang poltergeist, misalnya, berasal dari tradisi Eropa yang kemudian dibawa ke Amerika. Poltergeist sering digambarkan sebagai roh jahat yang suka mengganggu dengan membuat suara atau memindahkan objek di sekitar rumah.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa entitas supernatural, seperti hantu, tidak muncul begitu saja dalam kekosongan budaya. Mereka adalah produk dari lingkungan budaya, agama, dan sosial di mana mereka berasal. Seperti yang disampaikan oleh Clifford Geertz, seorang antropolog terkenal, budaya adalah sistem makna yang diwariskan secara historis yang diwujudkan dalam bentuk simbol, dalam istilah di mana manusia berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang dan sikap mereka terhadap kehidupan.
Ilustrasi Hantu di America (Elīna Arāja/Pexels.com
Hantu dan entitas supernatural lainnya adalah bagian dari konstruksi budaya. Mereka adalah refleksi dari kepercayaan, ketakutan, nilai-nilai, dan pengalaman kolektif suatu masyarakat. Dalam konteks ini, pocong adalah cerminan dari kepercayaan masyarakat Indonesia tentang kematian dan kehidupan setelah mati, yang sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam. Sedangkan di Amerika, kita melihat beragam entitas supernatural yang mencerminkan berbagai pengaruh budaya yang membentuk negara tersebut, termasuk pengaruh agama Kristen, spiritualitas penduduk asli, dan bahkan pop culture.
ADVERTISEMENT
Ini berarti bahwa keberadaan atau ketidakhadiran entitas seperti pocong di Amerika bukan karena ketidakmungkinan keberadaannya, melainkan karena tidak adanya konteks budaya yang melatarbelakanginya. Budaya adalah lensa yang digunakan oleh manusia untuk memahami dan menafsirkan dunia, termasuk fenomena supernatural. Setiap masyarakat memiliki seperangkat simbol, cerita, dan kepercayaan yang membantu mereka mengatasi pengalaman yang tidak dapat dijelaskan dengan cara biasa. Oleh karena itu, hantu-hantu di setiap budaya memiliki karakteristik yang unik sesuai dengan kepercayaan dan nilai-nilai masyarakat tersebut.
Citra hantu atau entitas supernatural lainnya dalam suatu budaya bukanlah sesuatu yang tetap dan universal. Mereka adalah hasil dari konstruksi sosial dan budaya yang sangat dipengaruhi oleh konteks sejarah, sosial, dan keagamaan masyarakat tersebut. Hal ini menjelaskan mengapa pocong hanya dikenal di Indonesia atau dalam masyarakat dengan pengaruh budaya Islam yang kuat, sementara entitas lain seperti vampire lebih populer di Barat.
ADVERTISEMENT
Jika kita melihat lebih dalam, citra pocong mencerminkan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat Indonesia mengenai kematian, pemakaman, dan kehidupan setelah mati. Dalam banyak cerita, pocong bukan hanya hantu yang menakutkan, tetapi juga sering kali membawa pesan atau peringatan bagi mereka yang masih hidup. Hal ini menunjukkan bagaimana hantu dapat berfungsi sebagai medium untuk mengomunikasikan nilai-nilai moral dan sosial dalam suatu masyarakat.
Di Amerika, kita melihat hal yang serupa dengan entitas seperti poltergeist atau hantu rumah berhantu yang seringkali digunakan dalam media populer untuk menyampaikan ketakutan tentang disfungsi keluarga, sejarah kekerasan, atau trauma masa lalu. Hantu-hantu ini sering digambarkan bukan hanya sebagai makhluk yang menakutkan, tetapi juga sebagai entitas yang terikat dengan tempat atau orang tertentu karena alasan tertentu. Hal ini menunjukkan bagaimana hantu dapat digunakan untuk mengeksplorasi tema-tema sosial dan psikologis dalam budaya Amerika.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, citra hantu adalah konstruksi budaya yang mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan pengalaman kolektif suatu masyarakat. Mereka adalah simbol yang digunakan oleh masyarakat untuk mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahui atau yang dianggap menakutkan. Ini juga menjelaskan mengapa hantu seperti pocong tidak ada di Amerika, bukan karena ketidakmungkinan eksistensinya, tetapi karena konteks budaya dan historis yang berbeda.
Pada akhirnya, keberadaan atau ketidakhadiran entitas supernatural seperti pocong di suatu tempat adalah refleksi dari konteks budaya yang melatarbelakanginya. Hantu tidak datang dari kekosongan budaya, mereka adalah hasil dari konstruksi sosial dan budaya yang mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan ketakutan suatu masyarakat. Dengan memahami ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan dan keberagaman budaya di seluruh dunia dan bagaimana mereka membentuk cara kita memandang dunia, termasuk hal-hal yang tidak terlihat dan supernatural. Pocong tidak ada di Amerika karena tidak ada konteks budaya yang mendukung keberadaannya di sana, sama seperti vampire atau zombie tidak muncul dalam tradisi cerita rakyat Indonesia. Setiap budaya memiliki caranya sendiri untuk menjelaskan hal-hal yang tidak diketahui dan yang dianggap menakutkan, dan hantu adalah salah satu cara yang paling menarik untuk mengeksplorasi ketakutan dan kepercayaan tersebut.
ADVERTISEMENT