Konten dari Pengguna

Tantangan Menjadi Mamak (Paman) bagi Generasi Z

Afrida
Dosen Departemen Antropologi Universitas Andalas
3 September 2024 7:13 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afrida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Mamak di Minangkabau (Sumber: Langkan/Kumparan.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mamak di Minangkabau (Sumber: Langkan/Kumparan.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam struktur keluarga di banyak budaya, mamak atau paman sering kali menempati posisi yang unik dan penting. Dalam masyarakat tradisional Minangkabau, misalnya, mamak memiliki peran sentral dalam struktur sosial dan keluarga. Namun, dengan munculnya Generasi Z—generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an—peran mamak mengalami perubahan yang signifikan, terutama di tengah kemajuan teknologi, pergeseran nilai-nilai budaya, dan dinamika sosial yang berbeda. Kajian antropologi memberikan perspektif yang kaya dalam memahami tantangan yang dihadapi oleh mamak dalam mengasuh dan membimbing anggota Generasi Z, yang memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda dari generasi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks antropologi, setiap generasi mengalami proses enkulturasi, yaitu proses di mana individu belajar dan menginternalisasi nilai-nilai, adat istiadat, dan norma-norma dari budaya mereka. Bagi Generasi Z, proses enkulturasi ini sangat dipengaruhi oleh globalisasi dan teknologi digital, yang memperkenalkan mereka pada nilai-nilai dan identitas yang lebih plural dan beragam. Hal ini menimbulkan tantangan bagi mamak yang mungkin tumbuh dalam konteks budaya yang lebih homogen dan tradisional. Mereka sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan nilai-nilai budaya yang mereka anggap penting dan relevan dengan mencoba memahami dan beradaptasi dengan pandangan dunia yang lebih global yang dimiliki oleh keponakan mereka.
Selain itu, dalam beberapa masyarakat, termasuk yang mengikuti garis keturunan matrilineal seperti Minangkabau, mamak memiliki tanggung jawab untuk memastikan kelangsungan budaya dan nilai-nilai keluarga. Namun, dengan Generasi Z yang cenderung lebih individualistis dan terbuka terhadap perubahan, mamak mungkin merasa kesulitan untuk menanamkan nilai-nilai tradisional tersebut. Generasi Z, yang kerap disebut sebagai "digital natives," memiliki akses yang luas ke informasi global dan cenderung mempertanyakan otoritas tradisional, termasuk nilai-nilai yang mungkin coba ditanamkan oleh mamak.
ADVERTISEMENT
Antropologi juga mengeksplorasi perubahan dalam struktur keluarga yang mempengaruhi peran mamak. Struktur keluarga tradisional yang lebih besar dan kompleks, di mana mamak memiliki peran pengasuh kedua atau figur otoritas alternatif, kini sering kali digantikan oleh struktur keluarga inti yang lebih kecil dan terpisah. Dalam keluarga inti modern, peran mamak mungkin menjadi lebih marjinal atau bahkan simbolis. Dalam situasi ini, mamak mungkin merasa kehilangan otoritas atau peran signifikan mereka dalam mendidik dan membimbing keponakan.
Selain itu, dinamika kekuasaan dalam keluarga juga berubah. Generasi Z, dengan akses mereka ke informasi dan teknologi, sering kali merasa memiliki kekuatan dan otonomi yang lebih besar dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan dengan mamak yang mungkin masih memegang nilai-nilai hierarkis tradisional di mana usia dan pengalaman dianggap sebagai sumber utama otoritas. Dalam konteks ini, mamak mungkin merasa kurang dihargai atau diperhitungkan oleh keponakan mereka, yang lebih memilih pendekatan yang egaliter dan dialogis dalam hubungan keluarga.
Rumah gadang Masyarakat Minangkabau (Sumber: https://www.istockphoto.com/id/bot-wall)
Kemajuan teknologi dan perubahan dalam cara komunikasi juga menambah lapisan kompleksitas bagi mamak dalam berinteraksi dengan Generasi Z. Generasi ini sangat bergantung pada teknologi untuk komunikasi, hiburan, dan bahkan pembelajaran. Banyak anggota Generasi Z yang merasa lebih nyaman berkomunikasi melalui pesan teks atau media sosial daripada melalui percakapan tatap muka. Bagi mamak yang mungkin kurang familiar atau kurang nyaman dengan teknologi digital, hal ini bisa menjadi penghalang untuk membangun hubungan yang erat dan efektif dengan keponakan mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kecepatan dan cara komunikasi yang berbeda ini bisa menciptakan kesenjangan pemahaman dan bahkan konflik. Misalnya, Generasi Z yang terbiasa dengan komunikasi singkat dan langsung mungkin merasa frustrasi dengan gaya komunikasi mamak yang lebih lambat dan formal. Di sisi lain, mamak mungkin merasa terasing atau diabaikan oleh gaya komunikasi Generasi Z yang dianggap kurang sopan atau tidak menghargai etika komunikasi tradisional.
Generasi Z tumbuh di era di mana isu-isu seperti kesetaraan gender, keadilan sosial, dan inklusivitas menjadi semakin penting dan diperhatikan. Ini berbeda dengan banyak mamak yang mungkin dibesarkan dalam konteks di mana norma-norma sosial lebih ketat dan terstruktur dengan jelas. Generasi Z sering kali memiliki pandangan yang lebih progresif terhadap isu-isu ini dan mungkin merasa lebih nyaman mengekspresikan identitas dan pandangan mereka yang beragam. Bagi mamak, ini bisa menjadi tantangan jika pandangan mereka tentang isu-isu ini lebih konservatif atau berbeda.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, mamak harus mampu menavigasi perbedaan-perbedaan ini dengan bijak, mencari cara untuk menjembatani kesenjangan pemahaman tanpa memaksakan pandangan mereka sendiri. Tugas ini tidak mudah, terutama ketika Generasi Z sangat percaya pada keaslian dan cenderung menolak apa yang mereka anggap sebagai "kepalsuan" atau pemaksaan nilai dari generasi yang lebih tua.
Dalam beberapa budaya, mamak juga diharapkan memainkan peran ekonomi dalam mendukung keponakan mereka, terutama jika orang tua mereka mengalami kesulitan finansial. Dengan meningkatnya biaya hidup dan tekanan ekonomi, banyak mamak mungkin merasa terbebani dengan tanggung jawab tambahan ini. Generasi Z, dengan aspirasi dan harapan yang sering kali tinggi terhadap standar hidup dan kenyamanan, mungkin tidak sepenuhnya memahami atau menghargai keterbatasan ekonomi yang dihadapi oleh mamak mereka.
ADVERTISEMENT
Tekanan sosial juga memainkan peran penting dalam membentuk hubungan antara mamak dan keponakan mereka. Mamak yang berusaha memenuhi ekspektasi sosial sebagai "penyokong" atau "penasihat" keluarga mungkin merasa tertekan untuk terus-menerus hadir dan berkontribusi dalam kehidupan keponakan mereka, meskipun mereka mungkin tidak selalu diinginkan atau dihargai. Dalam konteks ini, mamak harus menemukan keseimbangan antara memenuhi peran sosial mereka dan menjaga kesejahteraan pribadi mereka sendiri.
Dalam konteks masyarakat diaspora, peran mamak menjadi semakin kompleks. Mamak yang hidup di luar negeri atau dalam konteks multikultural menghadapi tantangan tambahan dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya asal dengan konteks sosial yang berbeda tempat mereka tinggal. Generasi Z yang tumbuh di lingkungan multikultural mungkin mengembangkan identitas hibrida yang tidak sepenuhnya selaras dengan nilai-nilai budaya mamak mereka. Hal ini bisa menimbulkan ketegangan atau kesalahpahaman ketika mamak berusaha menanamkan nilai-nilai budaya yang mereka anggap penting, sementara keponakan mereka mungkin lebih cenderung mengadopsi nilai-nilai budaya yang lebih luas dan global.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, mamak harus menghadapi tantangan untuk menjadi lebih adaptif dan terbuka, mengakui bahwa identitas budaya bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang seiring dengan konteks sosial dan pengaruh global. Bagi banyak mamak, ini berarti belajar untuk menghargai dan merayakan identitas multikultural keponakan mereka, sambil tetap menekankan pentingnya pemahaman dan penghormatan terhadap akar budaya mereka.
Dari perspektif antropologi, peran mamak dalam keluarga mengalami perubahan yang signifikan di era Generasi Z. Tantangan-tantangan ini tidak hanya mencakup pergeseran nilai-nilai budaya dan perubahan struktur keluarga, tetapi juga mencakup dinamika kekuasaan yang baru, perbedaan dalam cara komunikasi, dan tekanan ekonomi serta sosial. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, mamak dituntut untuk menjadi lebih adaptif, sabar, dan terbuka terhadap perubahan. Bagaimanapun, peran mereka tetap penting dalam membentuk dan membimbing generasi baru, meskipun dalam konteks yang terus berubah dan berkembang.
ADVERTISEMENT