Konten dari Pengguna

Konflik Teritorial Pertambangan Timah dengan Fasilitas Publik

Agung Nugraha
Asisten Ombudsman Babel
25 Februari 2022 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pertambangan Timah tanpa izin di Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Agung Nugraha/Sosiolog
zoom-in-whitePerbesar
Pertambangan Timah tanpa izin di Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Agung Nugraha/Sosiolog
ADVERTISEMENT
Bangka Belitung kaya akan sumber daya timah yang merupakan bagian The Indonesian Tin Belt. Berbagai macam pendapat para ahli dan akademisi menjelaskan betapa penting posisi timah terhadap aspek sosial dan ekonomi masyarakat lokal, serta aspek politik yang menyelimutinya. Namun, pada sisi lainnya juga menimbulkan permasalahan dan konflik sosial dengan konfigurasi bentuk yang berbeda pada tiap-tiap periodesasi tertentu.
ADVERTISEMENT
Pada perkembangan pertimahan saat ini menunjukkan pada arah situasi yang tampak berbeda. Timah tidak hanya membawa dampak pertumbuhan ekonomi bagi daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal, serta berbagai kepentingan pemilik modal terhadap sektor pertambangan timah. Menurut saya, perlu sudut pandang yang lain menyingkapi dinamika pertimahan secara khusus di Kepulauan Bangka Belitung terkait pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan permasalahan teritorial.
Kaitan pertambangan dan pelayanan publik cenderung terfokus pada kualitas pelayanan kepengurusan perizinan dan kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan. Namun, dalam situasi pertambangan saat ini memunculkan suatu kompleksitas tersendiri dengan memiliki karakteristik persoalannya.
Pada dasarnya konsep ekstraktivisme menerangkan suatu negara mengandalkan sektor pertambangan dan ekspor sebagai pendorong pembangunan dan perekonomiannya. Namun, perbedaan pada perkembangan era abad 20 menampilkan ada bentuk baru dari konsep ekstraktivisme, yaitu meningkatnya harga komoditi atas tingginya permintaan pasar dunia yang menyebabkan suatu negara menyusun ulang kebijakan sektor pertambangan sehingga menjadikan sebagai sektor utama bagi perekonomian dan pembangunannya yang mana menimbulkan berbagai persoalan pada skala sosial, ekonomi, dan politik.
ADVERTISEMENT
Tulisan Veltmeyer dan Petras (2015) berjudul The New Extractivism: A Post-Neoliberal Development Model or Imperialism of the Twenty-First Century?, mengungkapkan tentang meningkatnya aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan nasional dan internasional yang berinvestasi di Negara Amerika Latin untuk mengeruk hasil sumber daya alam dikarenanya tinggi harga komoditi di pasar dunia yang pada saat bersamaan memunculkan perebutan dan perampasan lahan masyarakat lokal, permasalahan territorial, krisis lingkungan, dan pelapukan kelembagaan (the rotten institution). Adanya peningkatan harga komoditi di pasar dunia sangat dipengaruhi oleh Negara China yang menjamurnya manufaktur sehingga mereka memerlukan bahan baku untuk industrinya.
Lalu bagaimana keterkaitan dengan pertimahan di Kepulauan Bangka Belitung, menarik untuk disikapi. Sejarah mencatat konflik sosial pertambangan timah telah terjadi sejak era kolonialisme, termasuk pergerakan perlawanan terhadap Hindia Belanda sampai gerakan para buruh pada perusahaan tambang Belanda. Tidak hanya itu, dalam bukunya Erwiza Erman menyebutkan bahwa praktik black ecomony juga terjadi pada kala itu, tidak hanya terjadi pada saat ini saja ketika Kepulauan Bangka Belitung menjadi daerah otonom.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2021 menjadi momentum yang tampak menggairahkan masyarakat setempat untuk menambang timah, situasi ini juga didukung dengan harga timah di tingkat pasaran begitu tinggi. Dengan membaiknya harga tersebut juga sebanding dengan biaya operasional mereka, dan mereka dapat menikmati keuntungan. Meskipun tanpa kita sadari perluasan-perluasan aktivitas pertambangan timah telah terjadi begitu saja, bahkan bersentuhan dengan aspek pelayanan publik, seperti fasilitas umum (Erwiza, 2017 dan Yunianto, 2009). Namun pembahasan mengenai permasalahan territorial terkait fasilitas pelayanan publik kurang mendapatkan perhatian secara mendalam.
Pelayanan publik yang dimaksud adalah sarana dan prasarana fasilitas umum yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Masalah ini bukan menjadi hal yang baru lagi saat akhir-akhir ini. Akan tetapi, ini menjadi perhatian pemangku kepentingan (stakeholder) agar pertambangan tanpa izin (PETI) maupun yang berizin tidak beroperasi dekat kawasan fasilitas umum, seperti sekolah, jalan, jembatan, dan sebagainya. Selain itu, penting juga mendorong kesadaran masyarakat tentang kewajibannya dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana Pasal 19 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik berbunyi “masyarakat berkewajiban ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasaranan dan/atau fasilitas pelayanan publik”.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan di atas mengenai pertambangan timah di Bangka Belitung yang terjadi akhir-akhir ini telah meluas pada munculnya permasalahan territorial yang bersinggungan dengan fasilitas pelayanan publik, maka diperlukan perhatian secara luas dan mendalam bagi praktisi dan akademisi. Ini menjadi salah satu karakteristik yang pada khususnya terjadi di Kepulauan Bangka Belitung yang diikuti gejala-gejala ekstraktivisme baru yang terjadi terkait pertimahan.