Konten dari Pengguna

Krisis Kelebihan Lulusan Sarjana

Agung Rifna Ajie
Pengajar dan Content Writer, Instagram: @agungrifna
16 Mei 2024 10:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Rifna Ajie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Mahasiswa. Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mahasiswa. Sumber: Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Indonesia, masalah kelebihan lulusan sarjana menjadi salah satu tantangan terbesar dalam dunia pendidikan tinggi. Setiap tahunnya, ribuan mahasiswa menyelesaikan studi mereka dengan harapan dapat segera bekerja di bidang yang sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka pelajari. Namun, kenyataan di lapangan seringkali jauh dari harapan tersebut.
ADVERTISEMENT
Bayangkan seorang mahasiswa bernama Andi yang baru saja lulus dari salah satu universitas ternama di Indonesia dengan gelar sarjana teknik. Selama masa studinya, Andi adalah mahasiswa yang rajin dan aktif, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kampus dan magang di beberapa perusahaan. Namun, setelah lulus, Andi mendapati bahwa mendapatkan pekerjaan yang sesuai tidak semudah yang dibayangkannya. Setiap hari, ia mengirimkan puluhan lamaran kerja, namun hanya sedikit yang mendapat tanggapan, dan kebanyakan berakhir dengan penolakan.
Andi bukanlah satu-satunya. Banyak lulusan seperti dia yang berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Fenomena ini bukanlah hal baru di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan perguruan tinggi mencapai 6,62% pada tahun 2021, yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional sebesar 6,26% (World Economic Forum). Ini menunjukkan adanya ketimpangan antara jumlah lulusan dan peluang kerja yang tersedia.
ADVERTISEMENT

Penyebab Utama Kelebihan Lulusan Sarjana

Salah satu penyebab utama dari masalah ini adalah pertumbuhan pesat institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak universitas dan program studi baru bermunculan tanpa diimbangi dengan perencanaan yang matang terkait kebutuhan pasar kerja.
Menurut laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terdapat lebih dari 4.500 perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2021, dengan lebih dari 30.000 program studi. Akibatnya, banyak institusi yang lebih fokus pada peningkatan jumlah mahasiswa daripada kualitas dan relevansi kurikulum yang ditawarkan.
Selain itu, kurikulum di banyak perguruan tinggi seringkali terlalu teoritis dan kurang memberikan keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh dunia industri. Banyak perusahaan mengeluhkan bahwa lulusan baru kurang siap untuk bekerja karena minimnya pengalaman praktik selama masa studi.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi oleh World Bank pada tahun 2020 menemukan bahwa sekitar 40% dari lulusan perguruan tinggi di Indonesia bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka, menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pendidikan yang diberikan dan kebutuhan industri.
Minimnya informasi karier juga menjadi masalah. Banyak mahasiswa yang memilih program studi tanpa mempertimbangkan prospek karier di masa depan. Kurangnya bimbingan karier dan informasi mengenai tren pasar kerja turut memperparah masalah ini.
Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekitar 60% mahasiswa di Indonesia merasa kurang mendapatkan informasi yang cukup tentang peluang karier selama masa studi mereka.

Langkah Menuju Solusi

Untuk mengatasi masalah kelebihan lulusan sarjana, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Beberapa universitas mulai melakukan perubahan untuk mengatasi masalah ini. Misalnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta telah memperkenalkan program magang wajib bagi mahasiswa mereka.
ADVERTISEMENT
Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman praktis yang relevan dengan bidang studi mahasiswa, sehingga mereka lebih siap menghadapi dunia kerja setelah lulus.
Selain itu, UGM juga meningkatkan layanan bimbingan karier mereka dengan mengadakan seminar dan workshop yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar, memberikan wawasan tentang tren pasar kerja dan keterampilan yang dibutuhkan.
Universitas Indonesia (UI) juga mengambil langkah serupa dengan menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk menyediakan program magang dan pelatihan bagi mahasiswa. UI bahkan memiliki pusat kewirausahaan yang bertujuan untuk mendorong semangat kewirausahaan di kalangan mahasiswa, memberikan pelatihan dan dukungan untuk memulai usaha sendiri.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa ada upaya untuk mengatasi masalah kelebihan lulusan sarjana di Indonesia, namun masih banyak yang perlu dilakukan. Dibutuhkan perubahan paradigma dalam sistem pendidikan tinggi, dengan fokus pada relevansi pendidikan, keterampilan praktis, dan kolaborasi erat dengan industri. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat bagi lulusan universitas dan mengurangi tingkat pengangguran di kalangan lulusan baru.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan dari McKinsey Global Institute, pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan membutuhkan tambahan sekitar 3,8 juta tenaga kerja terampil di berbagai sektor untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Ini menunjukkan bahwa ada peluang besar bagi lulusan perguruan tinggi, asalkan mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Mengatasi kelebihan produksi lulusan sarjana di Indonesia bukan hanya tentang mengurangi jumlah kandidat, tetapi tentang menciptakan kerangka kerja yang berkelanjutan dan realistis untuk pengembangan karier mereka.
Dengan mendorong pendekatan yang lebih terintegrasi untuk pelatihan dan penempatan kerja, universitas dapat membantu memastikan bahwa lulusan mereka siap untuk berbagai jalur karier, baik di dalam maupun di luar akademis.