Konten dari Pengguna

Sastra Populer vs. Sastra Serius: Apakah Popularitas Mengorbankan Kualitas?

Ahdiyati Nur Fitri
Mahasiswa Universitas Pamulang Fakultas Sastra Indonesia
7 November 2024 13:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahdiyati Nur Fitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/id/photos/buku-halaman-pria-berhenti-nuansa-6871220/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/id/photos/buku-halaman-pria-berhenti-nuansa-6871220/
ADVERTISEMENT
Dalam dunia sastra, perdebatan antara sastra populer dan sastra serius seakan tak ada habisnya. Keduanya seringkali dilihat sebagai dua kutub yang berbeda, sastra populer di satu sisi sebagai karya yang mudah dicerna dan menghibur, sedangkan sastra serius di sisi lain dinilai lebih mendalam, kompleks, dan "bermutu". Pertanyaannya, apakah popularitas benar-benar mengorbankan kualitas?
ADVERTISEMENT
Apa Itu Sastra Populer?
Sastra populer mencakup novel atau cerita yang memiliki daya tarik massa, seringkali mudah dicerna dan penuh dengan unsur hiburan. Banyak karya sastra populer yang menjadi best seller, diangkat ke layar lebar, atau menjadi bahan perbincangan di media sosial. Nama-nama seperti Harry Potter karya J.K. Rowling atau Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah contoh sukses sastra populer yang menyentuh hati pembaca di berbagai lapisan.
Namun, kritikus sastra sering menganggap sastra populer cenderung “ringan” dan kurang bernilai sastra karena tidak menampilkan kedalaman tema, analisis sosial, atau eksperimen gaya bahasa. Hal ini membuat sastra populer kerap dipandang sebelah mata oleh kalangan akademisi dan pecinta sastra serius.
Sastra Serius: Mendalam tapi Terbatas?
ADVERTISEMENT
Sastra serius umumnya dikaitkan dengan karya yang dianggap memiliki nilai estetika tinggi, tema yang kompleks, dan penyajian yang tidak biasa. Karya sastra ini seringkali menuntut pembacanya untuk berpikir dan merenungi tema-tema yang diangkat, seperti eksistensialisme, pencarian jati diri, atau kritik sosial. Contoh klasik sastra serius adalah karya-karya dari Pramoedya Ananta Toer atau Seno Gumira Ajidarma.
Namun, sastra serius sering kali memiliki tantangan tersendiri dalam hal popularitas. Bahasanya yang rumit dan tema yang berat membuat karya-karya ini lebih sulit dicerna bagi pembaca awam, sehingga pasar pembaca yang dijangkau biasanya terbatas. Popularitas sastra serius sering tidak sebesar sastra populer, bahkan dalam lingkup nasional.
Popularitas dan Kualitas: Apakah Harus Berlawanan?
Sastra populer dan serius bukan berarti tidak bisa berjalan beriringan. Banyak contoh karya yang bisa menarik pembaca luas tanpa mengorbankan kedalaman isi atau kualitas estetika. Misalnya, To Kill a Mockingbird karya Harper Lee mengangkat tema rasisme dan keadilan dengan gaya bahasa yang mudah dipahami tetapi tetap menggugah selera. Di Indonesia sendiri ada Laskar Pelangi contoh sastra populer yang menyampaikan pesan pendidikan dan mimpi anak-anak dengan cara yang menarik, namun tetap memiliki nilai-nilai yang dapat didiskusikan secara mendalam.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, sulit dipungkiri bahwa popularitas sering kali mempengaruhi cara suatu karya dibuat dan dipasarkan. Banyak penerbit yang mengutamakan naskah yang dianggap bisa menjual cepat ketimbang karya dengan kualitas sastra tinggi tapi pasarnya terbatas. Ini juga menjadi dilema bagi penulis: apakah mereka harus mengorbankan kedalaman tema dan gaya bahasa agar karya mereka bisa diterima lebih luas?
Jalan Tengah antara Populer dan Serius
Kenyataannya, sastra populer dan serius bisa saling melengkapi dan memanfaatkan keunggulan masing-masing. Sastra populer yang baik bisa menjadi pintu masuk bagi masyarakat umum untuk menyelami dunia sastra lebih dalam. Sementara itu, karya sastra serius yang dikemas lebih menarik bisa membuka cakrawala baru bagi pembaca sastra populer.
Pilihan genre, gaya bahasa, dan tema yang diambil oleh seorang penulis adalah bagian dari kebebasan ekspresi mereka. Popularitas memang bukan patokan kualitas, tapi kualitas yang diimbangi dengan popularitas justru dapat memberikan dampak yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, sastra baik populer maupun serius tetap memiliki perannya sendiri dalam mengisi ruang di hati para pembaca. Baik untuk menghibur, memberi inspirasi, atau membuat pembaca berpikir lebih jauh, sastra yang baik adalah sastra yang mampu menggugah jiwa, tanpa harus dibatasi oleh label populer atau serius.