Mendorong Percepatan Transformasi Budaya Digital Menyongsong Pemilu 2024

Ahmad Jumadil
Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sarolangun
Konten dari Pengguna
9 Oktober 2021 17:09 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Jumadil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemilu. Foto: SONNY TUMBELAKA/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilu. Foto: SONNY TUMBELAKA/AFP
ADVERTISEMENT
Era digital, itulah label yang bisa kita sematkan pada era saat ini. Di zaman ini, apapun sudah serba digital. Mau belanja ada aplikasi Shopee, Bukalapak, Tokopedia. Mau liburan kita bisa memesan tiket, hotel dan agen perjalanan melalui Traveloka. Mau berpergian tinggal klik aplikasi Gojek atau Grab. Mau makan tak perlu repot-repot keluar rumah cukup pesan antar dengan Go-Food atau Grab-Food. Sakit pun kita bisa berobat dengan aplikasi halodoc.
ADVERTISEMENT
Ini pulalah yang kini tengah disadari oleh penyelenggara pemilu seperti KPU Republik Indonesia. Untuk selaras dengan perkembangan zaman, KPU RI telah berusaha melebur dengan dunia digital sejak beberapa pemilu-pemilu yang telah lalu. KPU RI juga banyak mengembangkan teknologi informasi dalam setiap tahapan pemilu dan pemilihan.
Dalam rangka persiapan Pemilu dan Pemilihan tahun 2024, KPU RI sudah dua kali melakukan seri webinar mengenai digitalisasi pemilu. Pada kesempatan tersebut Ketua KPU RI Ilham Saputra menyampaikan bahwa digitalisasi pemilu adalah keniscayaan. Karena perkembangan teknologi begitu cepat dan sangat memungkinkan untuk dilakukannya digitalisasi pemilu. Tetapi ada beberapa hal yang harus dikaji kembali. Apakah semua tahapan dan pekerjaan di KPU harus didigitalkan.
Selama ini KPU telah menerapkan digitalisasi pemilu pada tahapan-tahapan seperti penataan daerah pemilihan dengan aplikasi sidapil, pencalonan dengan aplikasi silon, tahapan daftar pemilih dengan sidalih, tahapan rekapitulasi dengan sirekap, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sudah pernah berjalan dan tidak bisa ditunda lagi, pada pemilu dan pemilihan 2024 digitalisasi pemilu harus segera di upayakan dan dimaksimalkan pemanfaatannya. Karena telah terbukti sangat membantu penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan.
Namun demikian, digitalisasi pemilu tidak akan berjalan maksimal jika penyelenggara pemilu yang nantinya akan bertindak menjadi pengguna tidak memiliki budaya digital yang baik. Budaya digital oleh penyelenggara sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi. Kenyataannya saat ini penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia terdiri dari berbagai generasi. Tidak semua generasi tersebut cakap secara digital. Perlu adanya adaptasi budaya digital yang relevan dengan pekerjaannya sehari-hari.

Budaya Digital

Dikutip dari wikipedia, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Latin yaitu cultura.
ADVERTISEMENT
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, pengertian budaya adalah segala hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya meliputi produk teknologi dan kebendaan lainnya, rasa meliputi jiwa manusia yang selaras dengan norma dan nilai sosial, sedangkan cipta meliputi kemampuan kognitif dan mental untuk mengamalkan apa yang diketahuinya.
Sulit untuk dapat mencerna secara spesifik pengertian digital jika dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun secara umum orang memahami digital adalah seperangkat teknologi elektronik yang digunakan untuk memproduksi, menyimpan dan memproses data. Data-data inilah yang diterjemahkan oleh KBBI sebagai angka-angka yang digunakan untuk sistem perhitungan tertentu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya digital adalah kombinasi dari pengertian-pengertian tadi. Yaitu Hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang terbentuk akibat dari pemanfaatan teknologi elektronik. Termasuk di dalamnya adalah perilaku sebagian besar masyarakat yang merupakan efek oleh penggunaan teknologi elektronik.
ADVERTISEMENT

Penguasaan Teknologi Menuju Transformasi Budaya Digital

Saat ini dunia digital sulit untuk dilepaskan dari kehidupan manusia. Transformasi digital adalah pintu masuk terjadinya perubahan pola pikir manusia ke pola pikir digital sebagai agen perubahan budaya digital. Namun budaya digital saat ini belum mapan. Transisi antara pola konvensional dan pola digital masih berlangsung. Masih banyak yang gagap teknologi dan belum terbiasa dengan cara-cara baru.
Banyak teknologi terbaru yang sebenarnya wajib dipahami namun masih belum banyak diketahui. Dikutip dari BPPT tahun 2021, teknologi yang pertama adalah cloud computing yaitu teknologi yang memberi akses lebih cepat ke data, perangkat lunak, dan kemampuan analisa. Kedua kecerdasan artifisial (AI), yaitu teknologi yang digunakan untuk mengotomasi proses dan menjalankan tugas sederhana sampai tugas-tugas kompleks yang merupakan hasil konsep tiruan dari kecerdasan manusia. Ketiga big data analytics yaitu teknologi analisis mengubah data menjadi wawasan untuk berinovasi di dunia digital. Terakhir IoT and robotic, yaitu teknologi yang mampu menganalisis beragam data secara real time dari berbagai sumber IoT, kemudian mengirimkannya ke sistem manufaktur berbasis robot yang mampu bekerja otomatis. Keempat teknologi tersebut merupakan fondasi teknologi transformasi digital.
ADVERTISEMENT
Pengalaman penulis yang bekerja di KPU tingkat kabupaten, serta melihat rekan sesama ASN di kabupaten/kota lainnya, masih banyak ASN di tingkat kabupaten/kota yang belum cakap digital. Hal ini tentunya dikarenakan ASN yang bersangkutan berada pada generasi yang cukup senior yang belum akrab dengan teknologi terbaru.
Selain itu penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan desa yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) juga belum memiliki budaya digital. Apalagi rencananya digitalisasi pemilu akan dilaksanakan sampai ke tingkat TPS atau tempat pemungutan suara yang sumber daya manusianya sangat terbatas.
Salah satunya pihak yang berkepentingan dalam transformasi budaya digital adalah pemerintah. Dalam peran sertanya tersebut pemerintah harus menyediakan infrastruktur yang kuat seperti infrastruktur internet di desa-desa. Hal ini demi kepentingan digitalisasi pemilu sampai ke tingkat TPS.
ADVERTISEMENT
Di samping demi kepentingan pemilu, kuatnya infrastruktur internet hingga ke desa juga dapat membantu pemerintah mempercepat terciptanya masyarakat melek digital. Penguatan infrastruktur ini juga harus seiring sejalan dengan literasi digital. Karena masyarakat yang tidak mendapatkan literasi yang cukup secara digital dapat mengakibatkan terjadinya disinformasi dan terpapar hoaks.
Langkah-langkah strategis seperti transformasi budaya digital ini perlu didorong untuk dipercepat dengan langkah-langkah konkret. Langkah-langkahnya di antaranya adalah melakukan shifting atau pergeseran konten-konten seperti informasi yang biasanya bersifat manual menjadi digital. Kedua pemanfaatan teknologi informasi dalam setiap kegiatan-kegiatan KPU. Ketiga melakukan transformasi digital dalam semua aspek yang ada di KPU mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Yang paling penting adalah peningkatan kapasitas bagi penyelenggara di KPU agar cakap secara digital.
ADVERTISEMENT
Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan pelaksanaan Pemilu 2024 yang diproyeksikan menggunakan teknologi digital bisa berjalan sukses.