Harimau Sumatera

Ahmad Muhajir
Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas
Konten dari Pengguna
9 Januari 2024 21:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Induk bayi harimau Sumatera di ZSL, Inggris.  Foto: George Cuevas/ZSL
zoom-in-whitePerbesar
Induk bayi harimau Sumatera di ZSL, Inggris. Foto: George Cuevas/ZSL
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Harimau Sumatera adalah spesies harimau terakhir yang masih bertahan di habitat alami di hutan Sumatera. Sebelumnya, kita pernah memiliki kebanggaan dengan keberadaan harimau Bali dan harimau Jawa, tetapi sayangnya kedua spesies itu telah dinyatakan punah pada tahun 1960-an dan 1980-an.
ADVERTISEMENT
Kedua spesies harimau, Bali dan Jawa, punah karena awalnya hutan mereka beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan perkebunan pada masa kolonial Belanda. Eksploitasi kayu yang besar beserta perburuan yang intens dilakukan untuk memenuhi kebutuhan serta konflik dengan masyarakat telah menyebabkan lenyapnya kedua spesies tersebut. Bahkan, perburuan terhadap harimau pada waktu itu kadang diadakan dalam bentuk semacam kompetisi atau sayembara.
Pada tahun 2018, diperkirakan terdapat sekitar 600 harimau Sumatera yang tersebar di 23 wilayah di Pulau Sumatera. Angka ini menjadi patokan setelah sekitar 26 tahun sebelumnya, yakni pada tahun 1992, diperkirakan populasi harimau Sumatera sekitar 400 individu yang tersebar di 7 wilayah.
Populasi kecil harimau Sumatera cenderung berada di daerah dataran rendah yang terfragmentasi, sementara populasi yang lebih besar terdapat di habitat yang terhubung dengan rangkaian Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Bukit Barisan menjadi habitat kunci yang membedakan harimau Sumatera dari harimau di Jawa karena lereng curam dan dataran tingginya sulit diakses manusia. Namun, deforestasi yang terjadi di bagian timur dan barat Bukit Barisan telah membuatnya menjadi satu-satunya habitat alami yang tersisa yang cukup luas, meskipun kondisi ini bukanlah habitat yang ideal.
ADVERTISEMENT
Perkembangan infrastruktur, perluasan perkebunan, dan permukiman manusia, bersama dengan perilaku alami harimau Sumatera yang memiliki wilayah jelajah yang luas (jantan dewasa dapat mencapai 250 km²), serta aktivitas perburuan mangsa dan praktik peternakan tradisional yang membuka daerah di tepi hutan, merupakan beberapa faktor utama yang memicu konflik antara manusia dan harimau.
Menurut data yang diambil dari situs mongabay.co.id sendiri, hingga pertengahan tahun 2020, konflik berulang antara harimau dan manusia telah terjadi. Sedikitnya, 7 ekor harimau telah ditangkap setelah terlibat konflik, dengan rincian 1 ekor di Sumatera Selatan, 2 ekor di Riau, 2 ekor di Aceh, dan 2 ekor di Sumatera Barat. Selain itu, ada harimau yang tewas akibat perburuan yang bermula dari konflik, dengan kasus tercatat di Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Bengkulu.
ADVERTISEMENT
Terkait perdagangan kulit harimau, terdapat 2 kasus penangkapan pedagang yang menjual kulit harimau di Aceh, 1 kasus di Jambi, dan 1 kasus di Riau.
Konflik antara manusia dan harimau akan terus terjadi, dan bahkan bisa semakin parah jika deforestasi serta perburuan tidak dihentikan. Kepunahan populasi harimau Sumatera bahkan dapat terjadi dalam waktu dekat jika situasi ini berlanjut.